Sudah beberapa jam berlalu, telinga Ariella masih mengingat apa yang dikatakan oleh suaminya ketika dia menyerahkan kartu ATM miliknya padanya sebelum dia pergi keluar di pagi hari.
Sejujurnya, pemahamannya mengenai pria yang menjadi suaminya ini benar-benar sangat amat minim.
Kecuali dia yang secara pribadi menyebutkan namanya adalah Carlson, hal-hal lain mengenainya dia sama sekali tidak tahu, bahkan ada siapa saja di keluarganya pun dia tidak begitu jelas.
Ariella juga tidak tahu dari mana keberaniannya berasal, dia menikah dengan seorang pria yang hanya baru bertemu dua kali.
Sepuluh hari yang lalu, dengan bantuan dari sahabatnya Puspita yang sangat baik, ketika Ariella kencan buta untuk yang kesekian kalinya, dia bertemu dengan pria bernama Carlson ini.
Dia tadinya tidak berharap sama sekali, setelah tiga tahun yang lalu dijebak oleh orang, dia sudah tidak memenuhi syarat untuk memilih, hanya bisa membiarkan orang lain yang memilihnya.
Dikarenakan dia tidak bisa memilih orang lain lagi, jadi dia datang 15 menit lebih awal dari jam yang dijanjikan saat kencan buta.
Dikarenakan dari penampilan dirinya sendiri saja tidak begitu bagus, jadi hanya dapat menampilkan yang lebih baik di bidang lain, berharap dapat memberi kesan yang baik satu sama lain.
Jika dapat menemukan pria yang cocok maka dia akan menikah, dan juga dapat membuat orangtuanya tenang.
Pria yang memiliki janji dengannya benar-benar datang tepat waktu, tidak datang lebih cepat ataupun terlambat semenitpun.
Setelan pria itu sangat formal, membuat orang merasa bahwa dia sangat mementingkan pertemuan ini, memberi kesan pertama yang lumayan bagi Ariella.
Cara dia menyapa juga sangat biasa: “Nona Ariella, halo! Aku adalah Carlson.”
Kalimat yang sangat biasa, hanya karena suaranya yang sangat serak, Ariella merasa suaranya sangat enak didengar, menambahkan poin pada kesan terhadap pria itu.
Setelah obrolan singkat dan sederhana antar keduanya, dengan sopan bertukar nomor ponsel, kemudian mereka masing-masing pergi.
Semakin banyak dia berkencan buta, Ariella juga tidak begitu menganggap serius kencan buta ini.
Dia berpikir bahwa kencan buta kali ini juga akan seperti kencan butanya sebelumnya yang tidak akan berlanjut, tidak disangka dia menerima telepon dari Carlson dua hari kemudian.
Suaranya masih sangat sopan: “Nona Ariella, apa kamu punya waktu malam ini?”
Malam itu, Carlson mengajaknya pergi makan ke sebuah restoran China.
Ariella benar-benar tidak suka suasana canggung seperti kencan buta ini, jadi dia sedikit berbicara, tampaknya dia sedikit berhati-hati ketika makan, dan juga dia tidak begitu makan.
Tadinya dia ingin mencari alasan untuk pergi, di tengah-tengah, Carlson berbicara terlebih dulu: “Nona Ariella, aku ada waktu Rabu depan, bagaimana kalau kita mendaftarkan pernikahan dan mengambil akta nikah pada hari itu?”
“Apa? Mengambil akta apa?” Ariella benar-benar terkejut dengan kata-kata Carlson.
“Akta nikah.” Dia mengulangi perkataannya, nadanya sangat serius, sama sekali tidak terlihat seperti sedang bercanda.
“Akta nikah?” Ariella masih tidak percaya pada apa yang didengarnya, dia meletakkan tangannya di paha dan mencubitnya, memastikan bahwa dia tidak bermimpi, lalu dengan serius menilai pria di hadapannya.
Carlson memiliki sepasang alis yang sangat tebal, matanya sangat jernih dan bersemangat, wajahnya sangat tampan, termasuk jenis yang dapat ditemukan di tengah orang banyak.
Sikap dan pandangannya sangat serius, tidak terlihat seperti orang yang impulsif, ini adalah kedua kalinya mereka bertemu, apakah dia mengatakan bahwa dia ingin menikahinya?
Kemudian, suara rendah serak pria itu terdengar di telinganya lagi: “Kupikir Nona Ariella sama sepertiku, kencan buta demi tujuan untuk membentuk keluarga, menikah dan punya anak, dan menjalani kehidupan yang orang lain anggap ‘normal’.”
“Ya, aku memang berpikir begitu, tapi kita baru bertemu untuk yang kedua kalinya, apa kamu tidak merasa ini terlalu cepat?” Ariella mengatakan pikirannya, dia memang ingin memiliki keluarganya sendiri, tetapi tidak pernah berpikir seceroboh ini.
“Ini memang sedikit cepat.” Pandangan Carlson datar seperti biasanya dan dia lanjut berkata, “Setelah pertemuan pertama, aku kembali dan mempertimbangkannya selama dua hari. Nona Ariella memberiku kesan pertama yang cukup baik, aku pribadi merasa bahwa karakter kita berdua tidak bertabrakan, karena itu aku ingin mencoba.”
Ariella sedikit mengerutkan kening, dengan sedikit tidak seanng berkata: “Dalam pemikiranku pernikahan bukanlah permainan. Mencoba? Jika mencoba dan hasilnya tidak baik, apakah kamu berpikir untuk…”
Tidak menunggu Ariella selesai berbicara, Carlson menyela kata-katanya: “Nona Ariella, kita sudah dewasa, tentu saja tidak akan mengharapkan cinta yang tidak ada sama sekali, kita dengan amat sangat jelas tahu apa yang kita inginkan dalam hati kita.”
Ariella tidak menjawabnya, menatap lurus-lurus wajah Carlson.
Dari permukaan melihat pria ini, tenang dan tidak mencolok, memang merupakan target yang baik untuk menikah.
Namun, apakah dia benar-benar akan menyerahkan sisa hidupnya pada pria yang baru bertemu hanya dua kali saja? Apakah benar-benar bisa?
Melihat Ariella yang ragu-ragu, Carlson kembali berkata: “Mungkin aku yang terlalu terburu-buru, tidak mempertimbangkan perasaanmu. Jika Nona Ariella berpikir bahwa aku adalah orang yang bisa dipertimbangkan, maka ketika pulang kamu boleh memikirkannya, aku akan menunggu teleponmu.”
Setelah pulang hari itu, Ariella memikirkan hal ini semalaman. Dia mengakui bahwa beberapa pandangannya sama seperti Carlson, contohnya cinta yang sama sekali tidak ada. Setelah dia dibuat sangat terluka, dia sudah tidak lagi percaya bahwa ada yang disebut cinta di dunia ini.
Semalaman tidak tidur, keesokan paginya dia segera menelepon Carlson, kemudian menyetujui “lamaran”-nya.
Pagi itu dia langsung membawa dokumen terkait, pada sore hari dia pergi ke Biro Urusan Sipil untuk mendaftarkan pernikahannya dengan Carlson.
Ketika dia dan Carlson telah mendapatkan akta nikah dan berjalan keluar dari Biro Urusan Sipil, ada perasaan yang tidak bisa diucapkan dalam hatinya.
Semuanya mengatakan bahwa pernikahan adalah kehidupan kedua seorang wanita, sekarang tampaknya itu sangat sederhana, akta nikah yang bernilai hanya puluhan ribu yang akhirnya menandakan bahwa dia adalah milik Carlson.
Kemarin adalah hari di mana Ariella pindah untuk tinggal bersama di apartemen Carlson. Tadi malam Carlson juga bersikap sangat sopan, meninggalkan kamar tidur utama untuk membiarkannya beristirahat, dan Carlson beristirahat di kamar lain.
Ariella benar-benar tidak pernah membayangkan, Carlson memberikan kartu ATM miliknya kepadanya sebelum dia pergi bekerja hari ini. Dia dan Carlson tidak saling memahami satu sama lain, bagaimana dia bisa begitu percaya menyerahkan semua hartanya padanya?
“Ariella, para wartawan media utama sedang menunggu di dalam. Dewan direksi dan Presdir baru akan segera hadir, apa yang kamu lamunkan saat ini?”
Manajer humas, Betty dengan tegas menyela lamunan Ariella, dia dengan cepat segera kembali memfokuskan pikirannya, memperbaiki sikapnya: “Manajer Betty, maaf, aku akan memperhatikannya.”
Betty menatap sekilas pada Ariella, dengan nada tegas berkata: “Ariella, meskipun kamu adalah staf divisi marketing, tetapi manajermu mengirimmu untuk membantu kami di divisi humas, bersemangatlah, jangan membuat masalah untukku.”
Ariella mengatupkan bibirnya dan mengangguk: “Manajer Betty, tadi aku melamun, tidak akan ada situasi seperti itu lagi.”
Betty kembali menatap Ariella sekilas kemudian memalingkan pandangannya, bertepuk tangan untuk memanggil beberapa anggota staf yang bertanggung jawab di divisi yang berkaitan.
“Semuanya ayo bersemangat, konferensi pers hari ini harus dilakukan dengan lancar, tidak boleh ada kesalahan.” Ketika Betty berbicara, pandangan matanya yang serius dan tegas menyapu setiap staf di bawah tangannya.