Selesai berbincang dengan Darwin dan pulang rumah, waktu pun sudah tengah malam, Riella kecil dari tadi sudah tertidur pulas dengan Ariella menemani disampingnya, ditangannya ia membawa jarum dan benang, ia sedang merajut sebuah pakaian untuk Riella kecil.
Sudah ada tiga tahun dia tidak mendampingi Riella kecil disampingnya, tidak melihatnya tumbuh dengan mata kepalanya sendiri, didalam hati Ariella ini adalah satu penyesalan yang sangat besar.
Maka dari itu, setelah ia kembali kesisi Riella kecil, ia berusaha untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga dengan tangannya sendiri.
Carlson berdiri lumayan lama didepan pintu, tapi Ariella masih tidak sadar dengan kehadiran Carlson, Carlson sengaja batuk untuk menarik perhatian Ariella.
Dia tidak menyangkah Ariella sangat menyayangi barang yang ada ditangannya, setelah mendengar suara itu, ia langsung menggenggam erat jarum dan benang yang ada ditangannya, jarum itu pun menusuk ke jari tangannya, Ariella merasa kesakitan dan sedikit mengerutkan alisnya.
Carlson langsung berjalan dengan cepat kearahnya dan menarik tangannya, melihat darah yang mengalir, tanpa berpikir panjang ia langsung memasukkan jari Ariella kedalam mulutnya.
Rasa kebas itu langsung menyebar dari ujung jarinya ke seluruh tubuh, Ariella berusaha untuk menarik tangannya kembali tetapi Carlson malah mengigitnya dengan lembut.
Carlson melepaskannya, lalu berkata: “Kenapa tidak hati-hati banget sih, lain kali jangan buat barang beginian lagi.”
Ariella langsung melihatnya dan berkata: “Gak butuh perhatian dari kamu.”
“Ha? Tidak butuh perhatian dari aku, jadi mau siapa yang perhatian sama kamu?” Carlson langsung mendekatinya, bibirnya langsung merapat ke pipinya yang merah merona dan langsung menggigitnya.
Ariella langsung mendorongnya: “Sudah jadi seorang ayah masih saja belum dewasa.”
“Sudah menjadi seorang ayah tapi aku kan masih laki-laki normal.”Carlson langsung membuang jarum dan benang yang ada ditangannya dan langsung memeluk Ariella,
“Nona Calson, mandi bareng aku.”
“Carlson, aku sudah mandi.” Tadi dia sudah mandi jadi masih mau mandi apa lagi.
“Temenin aku.”
“Enggak!”
“Aku mau!”
Ariella tahu cowok jahil ini bukan hanya mengajaknya menemaninya mandi, laki-laki ini…..aaaa, dia sangat merindukan Carlson dulu yang sombong.
“Ariella……..” Carlson mengusap kepalanya dan dengan lembut memanggil namanya.
Ariella menyembunyikan kepalanya dibawah bantal, sama sekali tidak mau meladeni cowok jahat ini, sama sekali gak mau meladeninya.
Carlson menariknya kedalam pelukannya, dan mulai tertawa: “Sudah menjadi ibu, masih saja malu-malu seperti ini, imut sekali.”
Ariella mengigit dada Carlson yang berada didepan mulutnya, menggunakan suara hidung dan berkata: “Brengsek!”
Carlson mengigit-gigit telinga Ariella, dengan ketawa jahat berkata: “Jahat, aku cuman jahat sama kamu doang, kalau cewek lain pengen aku jahat sama mereka, mereka juga tidak mungkin dapat kesempatan ini.”
“Tuan Carlson, kalian semua keluarga Carlon memang kegeeran seperti ini punya yah?”
Sekarang Ariella sadar mengapa Riella kecil selalu bilang dirinya cantik.
Ternyata bukan diajarkan sama Efa, kalau dilihat dari kejadian malam ini sepertinya ini memang keturunan dari ayahnya, memang ini anaknya.
Carlson: “Aku hanya ingin menanyakan satu hal.”
Ariella: “…………..”
Carlson berpikir bagusan tidak nanyak lagi, dia hanya designer baju biasa saja, bagaimana bisa menjadi saingan Presiden Tanjayada.
Dia pernah dengar Ferdian bilang, dulu waktu di universitas Carlson adalah kapten tim debat kampusnya, ingin memenangkan kefasihannya dalam berdebat, itu hanyalah mimpi.
Carlson menundukkan kepalanya dan mencium-cium Ariela, memeluknya membuat ia merasa sangat nyaman, lalu berkata: “Malam ini kita bisa tidur dengan tenang.”
Ariella berkata dalam hatinya, maksud dia selama ini kita tidak pernah tidur tenang? Tidak bisa tidur dengan tenang masih harus menyalahkannya?
Carlson tetap memeluk Ariella dan tidur dengan pulas, Ariella malah tidak bisa tidur didalam pelukannya.
Dua hari ini dari Ferdian belum ada kabar berita, dia juga tidak tahu sekarang masalahnya sudah berkembang sampai mana?
Jika bukti pembunuh ayahnya Carlson sudah ditemukan, apakah dia masih bisa terus seperti ini dengan Carlson?
Ariella tidak tahu!
Jika dia dan Carlson………..
Memikirkan hal ini, Ariella melihat Riella kecil yang berbaring disampingnya dan ia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mencubit-cubit pipi kecilnya yang tembem itu.
“Ah……….”Carlson menghela nafas, jika apa yang ia khawatirkan benar-benar terjadi, dia tidak mengiginkan apa-apa, tetapi Riella harus menjadi miliknya.
“Istri Carlson, kamu sedang pikir apa ?”Suara pria yang tadi sudah tertidur tiba-tiba terdengar olehnya.
Ariella mengeleng-gelengkan kepalanya, lalu berkata: “Sudah tidak awal, besok kamu masih harus kerja, tidur lebih awal.”
Dari nada bicaranya Ariella, Carlson bisa tahu bahwa ada sesuatu yang disimpannya didalam hatinya,
Dia memijat kepalanya dan berkata: “Ariella, ingat apa yang pernah aku katakan padamu, kalau tidak aku akan bersikap kasar padamu.”
Jelas-jelas adalah ancaman, tapi setelah mendengarnya Ariella malah menanggapinya, sambil tersenyum dan berkata: “Siap, Tuan Carlson!”
………….
Hari berikutnya.
Matahari tergantung tinggi dilangit dan bumi tampaknya seperti terbuka lebar.
Tapi walaupun matahari bersinar, orang-orang masih sibuk dengan hal-hal yang sedang mereka lakukan dan tidak bisa menghentikannya sama sekali.
Pada saat ini, Tuan Muda Rico sedang duduk dikafe terbaik di kota Pasirbumi. Kafe ini adalah investasi selebriti yang terkenal di negara A ini, dan konon kafe ini untuk memperingati musuh tertentu.
Tuan Muda Rico sangat suka dengan suasana disini, setiap minggu ia datang ke kota Pasirbumi ia pasti mampir ke kafe ini, pesan secangkir kopi Blue Mountain otentik dan sepotong kue Black Forest, sekali duduk disini pasti sudah duduk setengah hari.
Hari ini, juga tidak terkecuali.
Cuman kalau biasanya dia datang sendiri, hari ini Tuan Muda Rico membawa seorang wanita untuk mendampinginya.
Carlson duduk didepan Tuan Muda Rico, ia tetap memakai kemeja putih dengan celana panjang berwarna hitam, memakai kacamata yang berkerangka emas, dengan lensa kacamaanya yang berwarna hitam, ekspresinya tidak terlihat sedikit pun, temperamennya sangat dingin seperti seorang Kakek.
Dia duduk disana dan dengan tatapannya yang dalam melihat Tuan Muda Rico.
Tuan Muda Rico hanya merasakan ada sedikit tekanan, dia telah berada di keluarga keKakekan negara A sepanjang tahun, memang tidak mudah hidup bersama dengan orang dari beda generasi, bahkan kadang-kadangn ada perkataan berlebih buat Carlson, tetapi ia tetap bisa tersenyum ramah.
Tuan Muda Rico menuang kopinya dan aroma harum dari kopi itu pun tercium olehnya: “Cuaca panas seperti ini, Tuan Carlson sengaja kesini sebentar, kalau boleh tahu ada masalah apa?”
Carlson tersenyum dan pandangan didalam matanya masih sangat tenang: “Tuan Muda Rico didalam hatimu kamu sudah tahu jelas apa yang harus dilakukan, kenapa masih bertanya lagi?”
Beberapa hari ini, Carlson sudah mengecek semua identitas Tuan Muda Rico, tapi Tuan Muda Rico tahu pasti masih ada beberapa identitasnya yang belum ditemukan olah Carlson, maka dari itu hari ini dia sengaja datang kesini untuk menanyakan hal itu.
Tuan Muda Rico jelas mengerti apa yang dikatakan Carlson, dia hanya bermaksud untuk berbasah-basih, ada baiknya untuk bertanya sedikit, tapi ia tidak sangka Carlson malah melemparkan pertanyaan itu kembali kepadanya.
Tuan Muda Rico tersenyum: “Kalau begitu Tuan Carlson juga tidak perlu basa-basi lagi, langsung ke pointnya saja.”
“Saya rencananya memang mau demikian.” Carlson membenarkan kaca matanya, dia menyipitkan mata sipitnya dan memberi sedikit tekanan kepada kedua matanya.
Tuan Muda Rico tiba-tiba merasa seperti ada tusukan jarum dipunggungnya.
Bibir Carlson dipenuhi dengan tawa.
Carlson: “Dengar-dengar, berapa puluh tahun belakangan ini kamu sedang mencari seseorang?”
Tuan Muda Rico menganggukkan kepalanya: “Benar.”
Carlson mengangkat alisnya: “Sudah ketemu?”
“Sudah ketemu.” Tuan Muda Rico meletakkan kopinya, “Kalau dibilang-bilang, aku masih harus berterima kasih dengan Tuan Carlson, dia agak khusus, beberapa tahun belakangan ini ada di luar, untung ada keluarga Carlson yang menjaganya dengan baik, kalau tidak saya juga tidak tahu dia sekarang sudah jadi apa.”