Sudah saatnya menguji apakah di dalam hati Darwin ada kamu atau tidak.
Mendengar ucapan Rico, Efa pun merasa kacau.
Bagaimana jika setelah dia melihat berita ini Darwin tetap tidak bergerak, apakah itu berarti Darwin tidak memiliki perasaan padanya?
Tapi Efa selalu begitu optimis, Darwin tidak memiliki perasaan padanya, asalkan dia memiliki rasa itu sudah cukup.
Menggunakan gosip hari ini untuk menguji sikpa Darwin, agar Efa tahu dia harus menggunakan cara apa menghadapi Darwin.
“Ayo, pergi makan.” Rico menggandengnya dan pergi, Efa tidak menghindar, dengan bersandar pada Rico, berakting dengan sangat sempurna barulah aktris yang baik.
Tapi tampang Rico tidak lah buruk, mungkin juga dia lah yang sedang membantu Efa, dan mungkin setelah lama berbicara, Efa akan merasa orang ini tidak begitu menjengkelkan, dan bisa menjadi teman.
Efa menganggap Rico sebagai teman, maka dia pun tidak perlu sungkan padanya, mereka berdua pun makan, Efa meminum bir dan makan daging, makan seperti biasa, sama sekali tidak menjaga penampilannya sebagai artis.
Anggur merah akoholnya tidak terlalu tinggi, tapi juga bukan tidak ada alkohol, jika minum banyak tentu juga akan mabuk.
Rico terus menyuruh Polaris untuk tidak meminum begitu banyak, tapi tidak berhenti menuangkan bir untuknya.
Setelah meminum beberapa cangkir, wajah Efa pun memerah, kepalanya pun merasa pusing, dan dia semakin banyak bicara.
Efa sambil meminum bir sambil mengatakan Darwin, mengutarakan semua perasaannya pada Darwin.
“Tuan Rico, dimatamu, kamu pasti mengira Darwin adalah orang yang begitu hebat. Tapi dimataku dia hanyalah pria brengsek, pria keji, pria jahat !”
“Si brengsek itu padahal menyukaiku, tapi dia malah menghindariku. Kalau bukan karena aku memikirkan demi kebahagian ‘seks’ ku dikemudian hari, dari awal aku sudah menghabisi si brengsek itu.”
“Tapi siapa yang menyuruhnya begitu hebat, begitu muda sudah menjadi komandan nomor 1 di kota Pasirbumi, tentu adalah orang yang hebat.”
“Pria yang begitu sempurna, berapa banyak wanita yang menyukainya, ingin menikah dengannya, jadi seleraku tidaklah buruk.”
Efa awalnya mengatakan keburukan Darwin, akhirnya dia malah menjadi memujinya, siapa yang menyuruhnnya adalah pria yang dia sukai.
Rico diam-diam mendengar dia menjelekkan Darwin, tatapannya tanpa sadar terlihat lembut, perlahan berkata: “Ef, kamu sangat hebat. Kamu menyukai Darwin adalah keberuntungannya. Kalau dia tidak menghargaimu, aku akan membawamu pergi, membuatnya selamanya tidak akan menemukanmu.”
Efa dengan tidak peduli mengeluarkan angin dari mulut, dengan bergoyang berdiri: “Rico, terima kasih kamu menemaniku minum bir dan berbicara, kedepannya kita adalah teman baik, saat kamu ingin minum bir, telepon saja aku, aku pasti akan menemanimu.”
“Kalau begitu terima kasih pada nona Efa, adalah keberuntunganku menjadi temanmu.” Rico langsung memapah Efa, berkata: “Kamu sudah mabuk, duduk dulu, aku suruh orang siapkan teh penyadar mabuk.”
“Terima kasih!” Efa tersenyum berkata: “Tuan Rico, kamu benar-benar sangat baik. Kalau bukan karena aku duluan mengenal Darwin, aku mungkin akan menyukaimu. Siapa yang menyuruhku duluan mengenak Darwin, jadi kalau kamu menyukaiku, simpan saja di dalam hati, jangan katakan, kedepannya kita tetap teman.”
“Tidak, aku lebih awal mengenalmu.” Rico dalam hati menjerit, namun tidak mengatakannya.
Dia hanya dengan lucu menggelengkan kepala, bagaimana bisa dia melatih dirinya dengan begitu percaya diri?
Efa tidak hanya percaya diri, dia juga tidak tahu malu, sangat liar. Tidak tahu ini baik atau tidak?
Setelah meminum teh, Efa pun sudah setengah sadar, mengeluarkan ponsel dan melihat berita di internet, semuanya adalah foto Rico menciumnya, orang yang melihatnya juga semakin banyak.
Foto gosip ini begitu heboh, tidak hanya Darwin yang melihatnya, keluarganya juga sudah melihatnya.
Tapi ponselnya tetap begitu diam, tidak ada telepon dari Darwin, keluarganya juga tidak meneleponnya.
Dulu setiap ada berita, kakeknya akan langsung menelepon untuk menanyakan keadaannya, tapi kali ini kakeknya juga tidak meneleponnya.
Apakah mereka semua sudah terbiasa dengan berita yang dia buat, jadi kali ini mereka tidak membereskan untuknya, dan juga tidak meneleponnya, apakah mereka ingin dia menyelesaikannya sendiri?
“Polaris, ada apa?” Rico bertanya.
“Tuan Rico, sudah malam, tolong antar aku pulang.”
Dia harus menenangkan diri dan memikirnya baik-baik, jika….tidak ada jika, jika dia tetap tidak bisa melepaskan Darwin.
“Polaris, tidak peduli apapun yang terjadi, kamu harus ingin, jangan melupakan tujuan awalmu, jangan kehilangan dirimu.”
Setelah mengantar Efa pulang, Rico pun berkata dan pergi.
Efa pun berdiri diam dan berpikir dalam waktu yang lama namun tetap tidak mengerti sebenarnya apa yang Rico katakan padanya, menggelengkan kepala, membalikkan badan dan masuk ke rumah.
Sekarang Efa sering tinggal di sini, posisi di sini sangat bagus, berada di bagian selatan kota Pasirbumi, diluar komplek adalah taman terbesar di kota Pasirbumi.
Saat di kota Pasirbumi, kebanyakan Efa tinggal di sini, kadang dia juga akan kembali ke Moonriver untuk menjaga Riella kecil, waktu yang lainnya dia pun tidak akan kembali.
Sekarang kakak iparnya sudah kembali, Riella kecil juga sudah ada ibu kandungnya yang menjaganya, dan juga tidak memerlukan bibi sepertinya lagi.
Saat Efa memikirkan ini, dia sudah pulang ke rumah.
Saat membuka pintu rumah, dia pun membuka sepatu dan melemparkan tasnya, bahkan tidak membuka lampu dan menggunakan cahaya yang masuk dari jendea berjalan ke kamar mandi.
Setelah minum bir, seluruh tubuhnya penuh dengan aroma bir, setelah mandi air hangat, dia pun merasa lebih segar dan nyaman, dan tidak lagi memikirkan yang tidak-tidak.
Efa dengan kaki telanjang dan tidak memakai apapun keluar dari kamar mandi, berjalan ke ruang tamu dan memegang bagian atas mesin teh, dia pun menyentuh kotak rokok dan mancis.
Ctek—
Mancis menyala, dari cahaya itu, Efa pun melihat ada seseorang yang duduk di sofa, seorang pria yang wajahnya terlihat sangat buruk bagaikan baru bangkit dari neraka.
“Ah—” Efa pun terkejut dan menjerit, lalu membalikkan badan dan pergi.
Setelah berlari beberapa langsung, dia pun terdiam dan teringat sesuatu.
Efa menghentikan langkahnya, membalikkan kepala dan melihat ke sana, dari cahaya bulan dia kembali memastikan pria yang duduk di sofa, seorang pria yang memakai baju tentara.
—-Darwin!
Itu dia, si pria brengsek itu.
Sejak kapan dia datang?
Kenapa tidak buka lampu?
Duduk di sana dengan wajah mengerikan, dia ingin menakuti siapa?
Setelah mengetahui adalah Darwin Efa pun menjadi berani, dia pun langsung membuka lampu kamar, kalau Darwin ingin melihat, maka dia akan membiarkannya melihat.
Tapi begitu membuka lampu Efa pun menyesal, sangat menyesal.
Karena Darwin sangat mengerikan, Efa tidak pernah melihatnya yang begitu mengerikan, seperti, seperti setiap saat Darwin mungkin saja akan menelannya.