“Carlson, berbicaralah dengan serius!” kata Ariella dengan suara marah.
Dia benar-benar salah menilai pria ini, ketika ia berbicara serius dengannya, dia selalu bercanda, serius sedikit pun tak bisa.
“Berbicara serius pun juga hasilnya seperi itu, design yang dibuat oleh istriku, di dalam hatiku selalu yang terbaik.”
Ini pertama kalinya Carlson memanggilnya “istri”, mendengarnya pun ia jadi tersipu malu, dan tak sadar suaranya melembut:”Apa sih?”
“Kenapa wajahmu memerah?” Carlson juga tak menyadari apa yang dikatakannya tadi, dia hanya berpikir jangan-jangan pikiran Ariella sudah kemana-mana lagi?
“Tak apa.” Ariella keluar dari pelukannya, dan kabur dari orang ini, tak tahu lagi kalau terus-terusan bersamanya, dia akan di goda seperti apa lagi.
Tapi Carlson menahannya, dan tertawa nakal:”Masa haid mu belum selesai, kita sabar 2 hari lagi oke.”
Mendengar ucapan Carlson, telinga Ariella pun merah, kepalan tangannya meninju wajah Carlson:”Apa?”
“Pemikiranmu, aku bisa mengerti.” Carlson memeluk dia, dan mengelusnya, ” Waktu nya tak tepat sekarang, jangan cepat emosi, aku tak mau perang ya!”
“Kamu ya, dasar!” Ariella seperti ingin menangis tapi tak bisa keluar air mata.
Jelas saja dia yang sedang berpikir aneh-aneh, otaknya tersumbat serangga mungkin, dan sebaliknya menuduh ia yang berpikir aneh-aneh, sebelum Carlson berbicara, Ariella tak berpikir apapun, oke?
“Ariella____” Carlson tiba-tiba memanggil namanya dengan serius.
“Ehm?” dia mulai serius sekarang, lalu Ariella menegakan duduknya, dan bersiap untuk mendengarkannya.
Kata Carlson:” Tunggu sampai aku menyelesaikan masalah yang begitu penting ini, lalu kita pergi bersama ke Pantai Parangtritisya.”
Dia sudah menyuruh orang dan mempersiapkan selama beberapa waktu itu, tunggu sampai masalah Fernando bisa di atasi, dan membawa Ariella serta seluruh keluarganya pergi kesana, dan di tempat yang romantic seperti itu, ia akan menebus hutang nya selama bertahun-tahun ini yang belum di berikan pada Ariella, yaitu pernikahan mereka.
“Ha? Kenapa tiba-tiba ingin pergi ke tempat itu?” Pantai Parangtritis tempat dimana Ariella mendamba-dambakannya dari dulu dan ia ingin pergi jika sudah punya uang yang cukup banyak.
Dulu, ada seorang pria yang berkata padanya :”Riella, tunggu sampai kau sudah lulus, kita pergi berlibur ke Pantai Parangtritis ya.”
Lalu ia sambil sibuk mendesign kostum, sambil menjawab pria tersebut :”Baiklah. Tapi tergantung dari seberapa banyak yang dapat kuhasilkan dari pekerjaanku yang sibuk ini.”
Ketika dia berpacaran dengan orang itu, dia sama sekali tak mau mengeluarkan uang pacarnya sedikitpun, dan karena itulah, pacarnya selalu berkata kalau ia bodoh.
Pacar orang lain, berharap mereka bisa menggunakan uang pacar mereka sebanyak mungkin, tapi pacarnya memberikan padanya, ia malah tak mau menggunakannya.
Dan menurut orang itu, wajar saja jika pacarnya membelanjakan uangnya, lagipula uang juga bukan ia sendiri yang mencarinya, kalau dibuang atau dibelanjakan tak akan sayang juga.
Tapi dari awal Ariella selalu berpendapat, tak peduli seberapa dekat hubungan seseorang, tapi tetap saja mereka adalah dua individu yang berbeda, dia pun bisa menghasilkan uang sendiri, kenapa ia harus menghabiskan uang Ivander secara tidak wajar.
Dia sudah menjelaskan secara jelas dengan Ivander, tapi pada saat ia lulus kuliah, pria itu tetap saja mengirimkan sebuah tiket pesawat untuknya.
Dan tepat di saat ia tak bisa menolak Ivander, dia menerima sebuah telpon, yang mengatakan aka nada sebuah kompetisi desain untuk para pemula.
Dia mendaftar lomba, dan artinya ia menolak pergi dengan Ivander, dan waktu itu Ivander sangat marah sampai beberapa hari tak mencarinya.
Ivander tak mencarinya, Ariella pun juga sibuk bekerja, dan ia juga tak berpikir untuk mencari Ivander, bahkan Ariella pun tak tahu kalau Ivander sedang marah.
Setelah itu, Ivander mengalah, dan disaat mereka mengobrol dilihat dari nada bicara Ivander, Ariella baru tahu, kalau ia sedang marah .
Sejak saat itu, Ariella semakin giat mencari uang, ia selalu berpikir tunggu sampai ia punya cukup uang, dan ia yang akan mengeluarkan uang untuk berlibur dengan Ivander, tapi rencana nya digagalkan oleh perubahan yang terjadi selanjutnya.
Berikut-berikutnya lagi, dia sudah sangat jarang untuk berpikir pergi ke tempat yang romantis dan misterius itu, dan hari ini ketika ia mendengar Carlson berkata padanya, ada sebuah perasaan di hatinya yang tak bisa diucapkan.
Ia kembali mengenang orang yang dulu, orang yang sudah tak ada di dunia ini lagi , Ariella menghirup nafas panjang, ini sebuah masalah yang sudah sangat lama sekali, lama dan jauh sekali seperti orang generasi atas yang di kenalnya.
Sangat tak realistis, jika hari ini memikirkannya lagi.
“Kau tak suka?” sebelum Carlson melakukan sedikit penyelidikan, dia melihat sebuah informasi, tempat yang paling ingin dikunjungi oleh Ariella adalah Pantai Parangtritis, jadi ia memutuskan untuk menyelenggarakan acara pernikahan mereka disana, apa jangan-jangan ia tak suka?
“Bukan tak suka.” Jawab Ariella sambil tersenyum, “Sebaliknya aku sangat suka tempat itu, tapi aku selalu tak punya kesempatan kesana. Kalau memang ada kesempatan, kita bawa anak kita dan pergi bersama melihatnya.”
Merupakan hal yang luar biasa dapat pergi bersama pria terkasih dan anak-anak dari mereka berdua ke tempat yang pernah diimpikannya.
“Baiklah, kalau begitu kita sudah berjanji ya. Tunggu sampai kita menyelesaikan kesibukan kita, lalu kita sekeluarga besar pergi kesana.” Karena mau menyelenggarakan pesta pernikahan, pasti tak boleh kekurangan keluarga-keluarga mereka sebagai saksi dari cinta mereka, pasti keluarga sangat diperlukan dalam rencana Carlson ini.
Namun ternyata Ariella sedikit egois, ia berharap liburan kali ini hanya ada dia dan Carlson, dan juga membawa anak mereka Riella.
Ia berpikir seperti ini, tapi ia sungkan untuk mengatakannya, ia takut kalau keluarganya malah mengira ia pelit atau egois dan jadi tak baik kesannya.
“Ehm.” Ariella hanya mengangguk.
“Kau tak senang?” wajah Ariella pelan-pelan berubah, dan Carlson juga menyadarinya, dari dulu pengamatannya selalu akurat, bagaimana mungkin kali ini ia tak bisa menebaknya.
“Aku sangat senang kok, kita akan pergi ke tempat yang sangat indah itu.”
“Kalau kau ada saran lain atau ide lain, kau katakan sekarang saja masih sempat kok.”
“Benarkah aku boleh menyarankan sesuatu?” ia takut kalau ia mengucapkannya, mungkin Carlson bisa berpikir ia orang yang tak hormat pada orang tua?
“Di depanku, apa iya masih ada saran yang tak boleh diucapkan?”
Ariella menatapnya sesaat, lalu berkata hati-hati:”Bisa pergi berlibur dengan keluarga, aku sangat senang, tapi ini pertama kalinya aku pergi ke sebuah tempat jauh denganmu, harapanku yang egois, adalah liburan kali ini hanya ada kau, aku dan anak kita Riella.”
Akhirnya terucapkan juga, dan Ariella menghela nafas lega, pergi dengan keluarga bisa cari waktu lain lagi, dia ingin liburan pertamanya ini, hanya menyisakan kenangan tiga orang keluarga kecilnya itu.
“Baiklah, aku menuruti ucapanmu.” Carlson tersenyum dan mengelus kepalanya, “Ini bukanlah masalah besar, kau masih saja menahannya di depanku, tak lucu sama sekali.”
“Ini bukan masalah besar kah?” sebagai menantu keluarga ini, kalau suamimu merancangkan sebuah liburan untuk keluarga besar, tapi istrinya menolak, tak ingin pergi dengan keluarga besar, masalah ini, seharusnya bukan masalah kecil kan.
Jawab Carlson lagi: “Coba kau beritahu padaku, masalah ini besar dari sisi mana?”
Kalau tak mau jalan dengan keluarga juga tak masalah, dan biarkan keluarga yang lain pergi kesana dulu untuk persiapan, dan setelah itu mereka akan mempersiapkan sebuah kejutan untuk Ariella.
Berharap sih sebuah surprise kejutan, bukan sesuatu yang mengejutkan dan menakutkan.
“Tuan Carlson, terima kasih kau sudah sangat baik sekali padaku!”
Terima kasih atas perhatiannya yang berlebihan ini, masalah sebesar ini diucapkannya, dan sepertinya memang bukan masalah yang sangat besar, hanya ia yang terlalu memikirkan berlebihan saja.