Setelah semua ini selesai, ia mau ngapain saja juga boleh!
Kenapa perkataan ini kalau didengar-dengar, sepertinya Vanessa sedang mengisyaratkan sesuatu kepadanya.
“Baik.” Didalam hatinya ia sangat senang, dan dengan suara lembut ia mengiyakannya, lalu mengemudi mobildengan dengan kecepatan tinggi dan pergi.
Lebih cepat menyelesaikan masalah ini, maka ia bisa punya lebih banyak waktu untuk melalukan hal yang ia inginkan.
Waktu satu jam untuk menempuh perjalanan itu tidak terasa lama, perasaan hanya sebentar saja mereka sudah bisa melihat Menara Bulan didepan mereka.
“Sudah sampai.” Setelah selesai memberhentikan mobil, Lourdes langsung menggenggam tangan Vanessa, “Vanessa, kamu duduk didalam mobil, aku pergi menemui orang itu.”
“Orang yang ingin ia temui adalah aku, kalau aku tidak muncul, ia pasti tidak akan menunjukkan dirinya.” Vanessa pun tersenyum lembut kepadanya, “Kamu tenang saja, aku tidak akan apa-apa.”
Dia masih mau menjadi Nona keluarga Handaja, masih harus menjalani hidup yang begitu panjang, disaat semua ini masih belum terselesaikan, ia harus berani dan terus semangat, pokoknya tidak boleh membiarkan orang lain yang menghancurkan hubungan mereka lagi.
Lourdes berkata: “Tapi aku tetap saja tidak tenang.”
Mendengar suara Lourdes yang seperti itu, Vanessa merasa sangat lucu, lalu ia tidak bisa menahan tawanya dan tertawa: “Lourdes, disini ada begitu banyak orang, emangnya ia bisa mencuri aku?”
Lourdes melihatnya: “Aku bilang tidak boleh pokoknya tidak boleh, kamu harus dengarin aku.”
Dia kembali menunjukkan ekspresinya yang keras dan dingin itu, ekspresi yang hanya dimiliki dia seorang didunia ini.
Vanessa kali ini mengelang-gelengkan kepalanya: “Tidak, kali ini dengar kata-kata aku, kamu tunggu aku didalam mobil, aku pergi temuain orang itu. Kalau dia melihat ada kamu disampingku, orang itu pasti tidak akan keluar.”
Mereka berdua terus-terusan beradu mulut, siapa pun tidak ada yng mau mengalah, dan pada akhirnya pun Lourdes yang mengalah: “Baiklah, kamu pergi.”
Dia membiarkan Vanessa pergi, dai mengikuti dibelakangya saja sudah cukup, pokoknya Vanessa juga tidak bilang ia tidak boleh mengikutinya dibelakang dia.
“Kamu tidak boleh mengikutiku.” Kali ini Vanessa menambahkan kalimat itu lagi, rasanya seperti menuangkan seember air dimuka Lourdes.
Ekspresi Lourdes yang tadinya tersenyum pun langsung berubah menjadi serius, bagaimana wanita ini bisa membaca isi hatinya?
“Aku tentunya tidak bisa membaca kata hari.” Vanessa dengan lembuat menambahkan kata-kata ini lagi dibarengi dengan senyuman lembut diwajahnya.
Hanya karena ia adalah Lourdes, adalah laki-laki yang paling dicintainya, jadi ia mengerti semua tentang dia dan kalau ia menggunakan hatinya sedikit saja, ia sudah bisa membaca semua pikirannya.
Lourdes yang pikirannya semua berhasil dibaca oleh Vanessa merasa sangat tidak puas, tetapi didalam hatinya ia msaih saja merasa senang karena Vanessa miliknya sudah kembali, mulai sekarang ia tidak usah menjalani malam yang sunyi itu lagi.
Vanessa mendorong dan membuka pintu mobil itu, lalu menoleh kebelakang dan tersenyum kepadanya; “Lourdes, percaya padaku, aku bisa menyelesaikan semua ini.”
Dia mengatakannya dengan begitu yakin, itu semua karena ia belum bertemu dengan orang yang mengajaknya ketemuan ini, ia masih belum tahu laki-laki itu membawakan kejutan apa untuknya.
Cuaca hari ini cukup dingin, angin jga bertiup dengan kencang, Menara Bulan berada ditempat yang banyak angin, ditempat parkir cuman ada beberapa mobil saja, sesekali mereka bisa melihat pasangan yang berjalan dengan pelukan yang sangat erat.
Turis disana sangat sedikit, kalau mau menemukan orang yang sedang diincar itu sangat gampang, pada saat yang bersamaan mereka juga sangat mudah ditemukan oleh orang yang sedang mengincar mereka, maka dari itu setelah turun dari mobil, Vanessa langsung berjalan menuju kearah Menara Bulan itu.
Menara Bulan adalah tempat destinasi yang sangat terkenal di Atmajaya, tetapi tiket masuknya juga tidak mahal, hanya dua puluh ribu, setelah selesai membeli tiket, Vanessa pun memasuki pintu masuk itu.
Menara Bulan tiu memiliki lima tingkat denga ketinggian 20 meter, kita bisa mengikuti anak tangga itu dan terus naik sampai ke lantai lima dan melihat pemandangan yang sangat indah dari atas sana.
Tempat yang biasanya dipenuhi dengan para turis, hari ini karena cuaca yang lumayan dingin, turis di tempat itu pun sangat sedikit.
Ketika Vanessa menaiki tangga untuk naik keatas, ia hanya melihat dua pasangan saja, rasanya seperti ia sudah membooking tempat ini.
Ketika nafas ia sudah hampir habis dan sampai di lantai 5, ia mengangkat kepalanya dan melihat didepannya ada seorang laki-laki yang sedang berdiri didepannya.
Laki-laki itu memiliki tubuh yang sangat gagah dan tegap, dan ia berdiri dengan sangat tegak disana dan melihat ke arah didepannya dan membelakanginya.
Punggung orang yang membelakanginya ini sangat mirip dengan punggung orang yang dicintainya, kalau saja ia tidak tahu kalau Lourdes sedang menunggunya di mobil, ia pasti sudah pergi dan memeluknya dari belakang.
“Vanessa……..” Suara yang sangat familiar itu memanggil namanya, laki-laki itu menolah kebelakang dan melihatnya, “Akhirnya aku sudah bisa bertemu denganmu.”
Laki-laki itu memiliki senyuman yang sangat familiar ddengan Vanessa, dia menggunakan tatapan yang sangat familiar dengannya yang sedang melihatnya, dia juga menggunakan nada bicara yang sangat familiar dengannya.
Dulu, ketika ia janjian dengan Lourdes, dan kalau saja ia telat, Lourdes akan menoleh kebelakang dan melihatnya lalu berkata: “Vanessa, akuhirnya aku sudah bisa bertemu denganmu.”
Tetapi Lourdes masih bisa melakukan suatu hal lagi, setelah ia selesai mengatakan semua itu, ia akan berjalan dengan cepat ke arahnya lalu memeluknya dan menciumnya.
Dia akan menciumnya dengan sangat erat sampai Vanessa sudah mengelak baru ia akan puas dan melepaskannya.
Bukan hanya suaranya saja yang mirip, postur tubuhnya juga sangat mirip, dan wajahnya juga sangat mirip dengan Lourdes, semua yang ada didirinya itu sangat mirip dengan Lourdes.
Terkejut, kepalanya Vanessa sekarang tiba-tiba tidak bisa memikirkan apa-apa lagi, ia hanya bisa berdiri bodoh dan melihat ke arah laki-laki yang ada didepannya, dan tidak memberikan respon apa-apa.
Lourdes!
Lourdes!
Lourdes!
Didalam kepalanya hanya ada kata ini, hanya saja dengan wajah yang begitu familiar dengannya dan dengan suara yang begitu familiar dengannya, ia hampir sudah melupakan “Lourdes” yang sedang menunggunya di tempat parkiran itu.
“Vanessa, maaf! Aku baru kembali! Aku tahu belakangan ini kamu begitu menderita, lain kali aku akan membayarnya semua.” Laki-laki itu berjalan kearah Vanessa, dan semakin berjalan semakin mendekat.
Ketika ia hampir sampai disampingnya, akhirnya Vanessa memberinya respon, ia pun menjulurkan tangannya dan meraba-raba matanya lalu membuka matanya dan melihat laki-laki yang ada didepannya.
Wajah yang sama persis, suara saat ia berbicara, gaya saat ia berjalan, semuanya sama persis dengan Lourdes, sama persis, ia tidak bisa menemukan satu saja perbedaan antara dia dan Lourdes.
Benar-benar mirip sekali!
Tetapi Vanessa tahu, kalau laki-laki ini bukan Lourdes.
Laki-laki yang ada didepannya ini terlihat sangat sempurna, ia sama sekali tidak bisa menemukan satu keburukan dari laki-laki ini, tapi ia bisa memastikan bahwa laki-laki ini bukan Lourdes.
Kalau mau nanya alasannya apa, ia sama sekali tidak bisa menjawabnya.
Kalau benar-benar mau mendapatkan sebuah jawaban dari dia, mungkin ia akan memberikan sebuah alasan yang sangat tidak masuk akal— Feeling seorang wanita!
Laki-laki ini sangat sempurna, sempurna sampai seperti ceplakan dari Lourdes, setiap kali ia berbicara dan setiap gerakan yang ia muat membuat Vanessa tidak bisa mengyiakannya.
Vanessa yakin kalau dia bukan Lourdes.
Laki-laki itu menarik Vanessa dan memeluknya, dan memeluknya dengan sekuat tenaga, dan menggunakan suara yang lembut: “Vanessa, aku sudah kembali, kamu senang tidak?”
Jelas-jelas tahu kalau laki-laki itu bukan Lourdes, tetapi Vanessa tidak mengelaknya, ia dengan nurut berdiam didapam pelukannya: “Aku tidak bilang aku tidak senang, aku hanya takut aku senang terlalu terburu-buru. Dalam satu tahun ini, aku sudah membuat mimpi seperti ini beratus-ratus kali, setiap kali aku terbangun, kamu sudah tidak ada disisiku.”
Dari dalam pelukannya Vanessa mengangkat kepalanya dan melihat kearahnya, dan dengan sepenuh hatinya ia melihat kearahnya: “Bolehkah aku memegangmu? Supaya aku tahu kalau kamu ini nyata.”
Laki-laki itu menganggukkan kepalanya, laki-laki itu langsung menggenggam tangan Vanessa dan mengarahkannya kewajahnya sendiri: “Vanessa, bagaimana rasanya? Aku benar-benar sudah kembali.”