Memang, kakek Efa telah menyakiti kakek asli keluarga Carlson, bahkan tulang belulang Beliau pun tak bisa ditemukan oleh keluarga besarnya.
Tak hanya itu, kakek Efa juga menyakiti keluarga Ariella, membuatnya dilahirkan tanpa ibu, serta membiarkan keluarga mereka terpisah selama beberapa tahun lamanya.
Penderitaan kecil yang dialaminya sekarang benar-benar tidak sebanding dengan penderitaan yang pernah mereka alami dulu, oleh sebab itu ia bersedia menanggungnya.
Hal yang sudah berlalu biarkan berlalu, ia hanya berharap bahwa keluarga Carlson akan selamanya baik-baik saja dan dapat melalui hari dengan bahagia.
“Kau tidak ingin mengejarnya lagi?” Suara Darwin tiba-tiba terdengar. Ia seperti angin berjalan menuju ke tempat tidur Efa dan berdiri di sampingnya. “Kapan Efa kita menjadi begitu baik hati? Bahkan orang yang menculiknya pun ia tidak mau mengejarnya lagi?”
“Darwin, ini bukan urusanmu, kau tidak perlu bicara.” Sangat kebetulan Efa barusan tidak tahu bagaimana mengalihkan topik pembicaraannya dengan Carlson. Darwin benar-benar datang disaat yang tepat, pas untuk dijadikan sasaran.
“Tutup mulutmu!” Darwin tampak tidak senang, dan membalas. “Kasus ini sedang ditangani oleh kakakmu dan aku, masih belum giliranmu berbicara.”
“Darwin, kau kira berapa umurmu? Sejak kapan kau menangani urusanku? Kau pikir kau ini siapa?” Yang benar saja! Bagaimanapun Efa tidak bersedia Darwin menangani kasusnya.
Darwin membalas: “Efa, penyakitmu kambuh lagi?”
“Darwin, seberapa jauh jarak matahari dari bumi, sejauh itu jugalah kau pergi dari hadapanku. Lebih baik lagi kalau kau pergi ke saat nenek moyangmu baru lahir dan jangan kembali lagi.”
“Kalian bicaralah baik-baik” Carlson berpaling ke Darwin, “Yang senior haruslah berpenampilan seperti layaknya seorang senior. Coba lihat kau ini, dimana penampilanmu yang seharusnya sebagai seorang paman?”
Darwin: “Dengarkan aku dan lihatlah dengan jelas, orang yang berdiri di depanmu adalah saudara ibumu, aku pamanmu, pantaskah kau berbicara kepadaku dengan sikap seperti itu?”
Carlson: “Kau lihatlah sendiri apakah kau bersikap seperti seorang paman?”
Darwin: “…”
Darwin memang selalu melakukan sesuatu sesuai keinginannya sendiri. Hal-hal menyangkut posisinya sebagai orang yang dituakan dalam keluarga, tak pernah dipermasalahkannya dengan siapapun. Tetapi Carlson, bocah ini, baru saja ia diberi perintah untuk memberinya pelatihan ternyata sudah berani membantah pamannya itu.
Efa menimpali dengan mata yang dibuka lebar: “Kau memang pantas!”
Carlson menambahkan: “Masalah ini serahkan padaku, kalian tidak perlu mengurusnya lagi.”
Darwin: “Aku …”
Carlson memotongnya: “Kau rawat saja Efa, jangan biarkan dia mendapat masalah lagi.”
Efa berteriak: “Aku bisa mengurus diri sendiri. Siapa yang sudi dirawat olehnya?”
Carlson: “Kau bersikap manislah sehari saja.”
Efa: “Aku sudah bersikap manis. Setiap hari berbaring di tempat tidur, tidak keluar sedikitpun dari pintu itu. Apa kau pernah bertemu dengan orang yang bersikap semanis ini selain aku?”
“Saat orang yang lebih tua memberi nasihat sebaiknya kau dengarkan saja, jangan membalas!” Carlson sekali lagi mengeluarkan auranya sebagai seorang kakak.
Setelah berkata seperti itu, Carlson berbalik dan pergi, meninggalkan Darwin dan Efa berdua.
Efa melirik Darwin dengan pandangan penuh kebencian, menarik selimut dan menutupi tubuhnya dengan selimut itu sambil berbisik: “Banyak orang menjengkelkan, walaupun sudah kusuruh pergi, masih saja ia kembali lagi.”
“Efa!” Darwin menarik selimut Efa, melemparkannya ke samping dan bertanya, “Bisakah kau memberitahuku baik-baik, alasan mengapa kau tidak ingin mengejar pelaku itu lagi?”
Bahkan jika Efa berubah temperamennya karena insiden Sandoro, ia tidak akan pernah berubah sepenuhnya. Pasti masih ada sesuatu yang terjadi selama jangka waktu ini.
“Pikirkan saja urusanmu sendiri!” Efa mengangkat kakinya dan berusaha menendang ke arah Darwin. “Gadis ini tidak mau melihatmu. Ke mana kau seharusnya pergi, pergilah ke sana.”
Darwin meraih kaki Efa: “Ayolah, kau bisa memberitahuku dengan baik, mengapa kau tidak ingin mengejarnya lagi? Apakah penculik itu mengancammu?”
Efa mengulurkan kakinya dan berusaha menyerang Darwin dengan penuh kebencian, sambil berteriak: “Darwin! Aku menyuruhmu pergi, apakah telingamu sudah rusak?”
Melihat Efa sudah seganas ini, Darwin tiba-tiba tersenyum nakal: “Efa, lukamu sudah sembuh?”
Efa menatapnya dengan melotot: “Lepaskan!”
Darwin: “Kau bukannya berkata ingin membintangi film aksi cinta denganku?”
Efa: “Tenang. Aku telah menemukan seseorang yang akan menemaniku berakting dalam film aksi cinta ini. Orang itu jelas bukan kau, jadi kau sebaiknya menyingkir jauh-jauh.”
“Hehe …” Darwin tiba-tiba tersenyum dingin, mendengarnya membuat Efa merinding.
Efa menatapnya dengan penuh kewaspadaan: “Apa yang kau ingin lakukan?”
Darwin tiba-tiba tersenyum nakal dan berkata: “Selain kau, apa lagi yang bisa kulakukan?”
Orang yang berani mengatakan di depan Darwin bahwa ia ingin bermain film aksi cinta tetapi pasangannya bukan dirinya, maka orang itu harus berani menanggung konsekuensinya.
“Kau tidak tahu malu!” Kata Efa dengan wajah merah, tetapi sepertinya ia menyukai pria ini bersikap demikian terhadapnya.
Dahulu oleh karena masalah orangtuanya, ia memang benar-benar memiliki dendam di hatinya, tetapi di saat ia menghadapi hidup dan mati, yang memenuhi pikirannya hanyalah pria ini, membuatnya semakin memahami hatinya, bahwa selain Darwin, selamanya ia tak akan menginginkan siapapun lagi.
“Baru saja aku bertanya pada dokter dan katanya lukamu sudah sembuh. Asal kau bersedia, kita bisa meninggalkan rumah sakit kapan saja.” Darwin berkata sambil pergi menuju ke pintu, dengan sekuat tenaga membanting pintu dan menguncinya, kemudian kembali ke samping Efa dengan langkah cepat.??
“Darwin, kau …” Efa sangat gembira sehingga ia menelan air liur, sampai-sampai ia tidak bisa menyelesaikan kalimatnya.
Darwin si bajingan ini, setelah bersabar begitu lama, tampaknya akhirnya ia tak dapat menahannya lagi.
Lihat saja bagaimana Efa sebentar lagi akan membereskannya!
Darwin belum memulai, tetapi Efa dengan pikirannya yang telah berkembang itu, telah dapat membayangkan tentang apa yang mungkin terjadi satu menit berikutnya.
Darwin perlahan mendekati Efa dan berbisik di telinganya: “Terakhir kali kita menonton film aksi cinta bersama, kita telah mendiskusikan posisi yang dilakukan kedua pemeran film itu. Kau mengatakan bahwa kau ingin mencobanya. Jadi hari ini aku ingin memenuhi keinginanmu itu. ”
“Darwin, kalau kau bersikap lebih jauh lagi, gadis ini akan memukulmu sampai gigimu rontok.” Dulu saat Efa mengejarnya, di saat ada kesempatan pun Darwin tidak menanggapinya. Sekarang Efa pun telah berubah pikiran, pria ini apa hanya dengan mengatakan bahwa ia ingin “berolahraga” dengannya, lantas ia harus menurutinya?
Meskipun Efa benar-benar ingin bersama Darwin, tetapi ia sadar bahwa ia adalah seorang gadis yang seharusnya tidak blak-blakan menunjukkan perasaannya. Lagipula, ia tidak boleh segampang itu termakan rayuan si bajingan ini. Ia telah memutuskan, ia tidak akan mudah dikalahkan.
“Efa, kau benar-benar tidak ingin? Kuberitahu, kalau kau melewati kesempatan ini, maka tidak akan ada kesempatan kedua. ”
Dasar si bajingan itu!
Efa diam-diam bergumam dalam hatinya, kalau mau lakukan, lakukan saja. Sudah berjam-jam lamanya ia berbicara tanpa alur yang jelas, apakah pria ini masih ingin membiarkan Efa untuk melawannya?
Sering kali, ia meragukan apakah Darwin benar-benar pria?
Apakah ia baik-baik saja?
Dengan kepala yang dipenuhi pikiran ini, tatapan Efa tanpa sadar memerhatikan salah satu bagian tubuh Darwin, sial! … Orang ini benar-benar masih dapat menahannya!