“Hehehe??” orang itu lagi-lagi tertawa dengan tawa yang menyeramkan, “Apa yang menurutmu ingin kulakukan padamu?”
Suara itu baru saja mengecil, dia mulai mengeluarkan pisau yang ada di tangannya, lalu dia pun mengiris perutnya Efa.
Di perut Efa dapat terlihat ada darah yang mengalir, darah yang merah pun pelan-pelan menetes ke lantai.
Dari dulu sampai sekarang, Efa merasa sangat sedih karena selalu diperlakukan seperti ini.
Perasaan tidak terima, kesal, bersalah.. semua jenis emosi ini tercampur aduk di dalam hatinya. Saat penculik itu sedang lengah, dia dengan cepat menabrak penculik itu dengan kursi yang terikat ke tubuhnya: “Sial, pergilah kau ke neraka!”
Penculik itu tidak mengira bahwa Efa masih belum menyerah, mereka tidak mengira Efa masih ada tenaga untuk melawan.
Penculik tersebut terlalu meremehkan Efa, jadi ketika Efa menabrak mereka, mereka sama sekali tidak menyadarinya, sampai-sampai jatuh ke lantai.
Dengan tangan, kaki, dan seluruh tubuh yang terluka?? mata Efa sudah sangat merah, dengan sangat kesal berkata ke penculik itu yang ada di depannya: “Tadi nenekku sudah bilang, kalau kakekku yang sudah merusak rencana kalian, aku bersedia menerima hukuman untuk kakekku, kalian harusnya bersyukur, tapi kalian sekarang sudah keterlaluan, nenek hari ini akan melawan kalian.
Kalaupun kakek berhutang pada mereka, orang ini hanya ingin menggantikan kakek untuk membayar hutangnya. Kalau ingin mengambil nyawanya, dia pun sudah sangat siap. Akan tetapi ini sudah keterlaluan, Efa sangat tidak terima diperlakukan seperti ini.
“Aku cuman begini saja sudah keterlaluan? Hah ?” orang itu lalu berdiri dan berjalan mendekati Efa, “Aku cuman mengiris kamu dua kali, kamu bilang aku keterlaluan?
“Kalau begitu coba sini aku iris kamu dua kali, nanti kamu baru tahu rasanya.” kata Efa dengan sangat kesal, dia dari dulu bukanlah seseorang yang lunak.
Darah dari luka di tangan dan perutnya terus mengalir, kalau terus seperti ini, dia akan mati karena kehilangan terlalu banyak darah.
Penculik tersebut menggenggam kerahnya, kemudian menarik dia dan kursinya, lalu melempar dia kearah dinding.
Efa dengan kursinya pun menabrak dinding, sakitnya bagaikan seluruh tubuh terbelah-belah.
“Ah! Kamu tunggu saja, nenek tidak akan membiarkanmu.” kata Efa dengan sangat keras kepala, walaupun dalam kondisi ini Efa masih saja tidak menyerah.
Penculik itu lalu berjalan kearah Efa lagi, lalu menginjak pahanya Efa kuat-kuat. Seketika, wajah Efa langsung berubah pucat.
“Kamu sudah tahu sakitnya?” penculik itu lalu jongkok di depan Efa dan mengeluarkan pisau, kemudian sekali lagi mengiriskan pisau di perutnya yang putih itu.
Sekarang di perutnya ada 2 luka irisan pisau, sakitnya bukan main sampai-sampai tenaga untuk menjerit pun tidak ada. Efa hanya bisa mengingatkan diri sendiri untuk terus bertahan.
Sering kali, orang berpikir kalau kematian itu sangat sepele. Tapi saat menghadapi kematian, pasti aka nada naluri untuk bertahan hidup.
Efa berkata ke dirinya sendiri, harus mencari cara untuk bertahan hidup, harus menemukan cara untuk melarikan diri dari satu iblis ini.
Kalaupun dia akan mati, dia ingin mati terhormat. Pastinya tidak boleh mati semenderita ini, seperti ini sangat tidak terhormat.
Penculik itu lagi lagi dengan dingin berkata: “Kakekmu memotong perut orang lain, dan mengeluarkan bayi dari perut orang, memisahkan anak ibu ataupun suami istri selama bertahun-tahun. Mereka tentunya akan saling bertemu lagi tapi tidak akan mengenali satu sama lain. Dibandingkan dengan ini, kamu pikir mana yang lebih kejam?”
“He??” Efa tertawa sejenak. “Kamu seperti ini memangnya lebih baik daripada kakekku?” Tidak usah mengucapkan ini seakan-akan kamu peduli dengan orang lain. Lihat saja, kamu sedang menindas wanita lemah yang tidak bersenjata, bagaimana orang lain akan memandangmu?”
Mendengar kalimat ini, penculik itu pun terdiam sejenak, lalu: “Aku tidak akan membiarkan orang lain tahu, mereka tidak akan tahu untuk selamanya, karena di mata mereka, aku sudah lama mati.”
Efa bertanya: “Kamu sebenarnya siapa?”
Penculik itu lalu menyayat tangan Efa lagi, sambil tertawa mengatakan: “Aku adalah orang yang akan mengambil nyawamu.”
“Brengsek!” Efa menggigit bibirnya dan mencoba untuk tetap tenang. Setelah beberapa saat dia berkata: “Apakah kamu orang yang membunuh kakekku di kawasan militer kota Pasirbumi?”
“Iya.” Penculik itu menganggukkan kepala, lalu berkata: “Hanya saja aku tidak mengira dia begitu tidak berguna. Aku hanya mencampur sedikit obat, lalu dia minum sedikit dan dia pun mati.
Efa sekali lagi bertanya: “Kamu sebenarnya siapa?”
Penculik itu tertawa sinis, “Tidak peduli siapa aku, kamu tidak bisa kabur dari aku. Bahkan jika ada Carlson, ataupun Darwin , mereka tidak akan bisa menemukan tempat ini.”
“Ini dimana?”
“Tidak usah repot-repot, kalaupun kamu tahu kamu bisa apa? Ponsel kamu sudah aku buang, sekarang kamu lagi terikat, menurut kamu kamu bisa apa?”
“Kamu tidak berani bilang?” kata Efa memprovokasi.
“Setelah kasitahu terus gimana?” penculik itu sambil menunjuk ke atas, “Beberapa meter diatas kita adalah Moonriver. Ayah dan ibu angkatmu, kakak adik, mereka sebenarnya sangat dekat dengan kamu. Tapi justru karena kamu sangat dekat dengan mereka, mereka tidak akan mengira kamu ada disini.”
“Sepertinya kamu sudah merencanakan ini bertahun-tahun.”
“Tempat ini sebenarnya aku siapkan untuk kepala keluarga Tanjaya. Sambil menunggu suatu saat untuk menghancurkan dia.” Kalimat terakhir itu diucapkan oleh si penculik dengan penuh kebencian, “Tapi siapa kira, aku belum melakukan apapun, keluarga Tanjaya sudah bertengkar duluan, hahaha?? Aku benar-benar tidak kepikiran kalau orang tua itu yang sudah sangat lama berpura-pura menjadi orang tua idaman, pada akhirnya juga menunjukkan sifat aslinya. Dia harusnya sampai mati pun tidak mengira kalau Carlson terlepas dari didikan dan asuhannya selama bertahun-tahun pada akhirnya pun membalas dendam ke kakeknya. Benar-benar imbalan yang tidak sesuai.”
Efa tertawa dan bertanya, “Apa yang kakekku pernah lakukan kepadamu? Sampai kamu sangat ingin menyingkirkan dia?”
“Dia hampir membunuhku. Nyawaku masih ada, tetapi wajah ini sudah dihancurkannya.” Penculik itu lalu melepas handuk di wajahnya, Efa pun melihat muka penculik itu dan terlihat ada luka bakar yang sangat menjijikkan.
“Kecelakaan mobil, mobil itu meledak setelah jatuh dari tebing, didalam mobil ada tiga orang, 2 orang mati karena ledakan, hanya aku yang selamat.”
Penculik itu dengan makin semangat berkata: “Aku tahu itu bukanlah kecelakaan, setelah cedera itu aku pergi mencari tahu yang apa sebenarnya terjadi. Setelah mencari tahu, aku tahu siapa yang melakukannya, tapi aku tidak bisa mendekati orang itu. Dia menetap di Amerika, dia hanya pulang setiap tahun baru, tiap kali dia pulang selalu ditemani banyak pengawal. Mau melihat dia pun tidak bisa, apalagi mendekati dia.”
Dia lanjut berkata: “Selama beberapa tahun, aku terus mencari cara mendekati dia, tapi semuanya gagal. Pada saat aku terpikirkan cara ini, saat aku sudah hampir merealisasikannya, keluarga Tanjaya dengan tidak terduga menyadari identitas palsunya dia.