“Kenapa Carlson yang ingin meminta rekaman itu padamu? Kalau kamu menemukan pelaku yang membunuh ayah, apakah kamu tidak seharusnya menyerahkannya?” Ariella semakin tidak mengerti dengan Ferdian, tidak tahu apa yang sebenarnya dia pikirkan.
Ferdian mempelajari psikologi, membaca pemikirkan orang lain adalah keahliannya, dulu tidak peduli orang yang betapa dia benci muncul di hadapannya, dia tetap akan menghadapinya dengan senyuman.
Menggunakan ucapannya mengatakan, tidak peduli orang seperti apa, mereka tidak akan memukul orang yang tersenyum.
Lagian banyak tersenyum juga tidak akan kekurangan apapun, tersenyum juga ada banyak keuntungan, kenapa tidak tersenyum menghadapi semua orang?
Tapi beberapa hari ini, Ariella dengan jelas merasakan kebencian Ferdian pada Carlson, berkata ataupun melakukan sesuatu selalu melawan Carlson.
Saat mereka mengubur ayahnya, Ferdian juga tidak mengizinkan Carlson mengikuti mereka, namun karena dia bersikeras, Ferdian barusan mengizinkannya.
Ferdia melihat keluar jendela berkata: “Aku tidak memiliki rekamana yang kamu katakan itu.”
“Kak, sebenarnya apa yang kamu sembunyikan?” Ariella menyodorkan tangan dan menariknya, dengan marah berkata: “Aku ada adik kandungmu, ayah adalah ayah kita berdua, masalah yang kamu ketahui, kenapa tidak boleh memberitahukannya padaku? Dan aku percaya, kalau bawahan Carlson tidak 100% yakin kamu memiliki rekamana itu, mereka tidak akan memberitahukannya pada Carlson.”
Ferdian menjerit: “Carlson! Carlson! Setiap hari dari pagi sampai malam kamu hanya tahu Carlson, apakah kamu tahu, kalau dia lah…..”
Hanya sedikit lagi Ferdian sudah akan mengatakan kalau Carlson lah pelaku pembunuhan ayahnya, tapi melihat tatapan Ariella, dia pun berhenti.
Begitu dia mengatakannya, maka semua kebahagiaan yang mereka miliki sekarang, tidak peduli yang nyata atau tidak, semuanya akan hancur, dan tidak akan kembali lagi.
Dan dia adalah orang yang menghancurkan kebahagiaan keluarga mereka!
Ariella dengan gegabah bertanya padanya, “Ada apa dengan Carlson?”
Ferdian menarik nafas, berkata: “Kamu benar-benar ingin melihat rekaman itu?”
Mendengar nada Ferdian seperti itu, hati Ariella pun menjadi kacau, dia juga tidak tau kenapa, tapi dia tetap menganggukkan kepala: “Aku ingin lihat.”
“Baik, kalau begitu aku akan menunjukkannya padamu.” Ferdian mengeluarkan ponselnya, membuka rekaman itu dan memberikan ponselnya pada Ariella, “Kamu lihat sendiri saja.”
Ariella mengambil ponselnya dan membukanya, video mulai berputar.
Di dalam video itu muncul pria tua yang menutup mukanya, dia menghadap kamera dan duduk dengan lurus, seperti sedang menghadapi interview yang penting.
Dari video itu terdengar suara Ferdian: “Ayah, kamu tenanglah, di sini hanya kita berdua, jangan khawatir.”
Fernando langsung merasa tenang, tapi segera, tubuhnya pun membeku, dia berkata: “Ferdian, kamu jangan rekam dulu, tunggu aku siap dulu.”
Karena ingin merekam sebuah video untuk putrinya, Fernando pun terlihat sangat tegang, sedikit kesalahan juga tidak boleh ada.
Setelah sejenak, dia sudah menengakan diri, duduk dengan lurus menghadap kamera, tersenyum penuh kasih sayang berkata: “Ariella, aku adalah ayah. Sangat maaf, dari kamu lahir ayah tidak bisa menemani di sisimu, setelah kamu mulai besar, ayah tetap tidak bisa menemanimu. Setelah ayah siap pergi menjemput kamu dan ibumu, malah terjadi sebuah kecelakaan.”
Mengatakan sampai di sini, Fernando pun mendesah, lalu berkata: “Ayah dengan beruntung bisa hidup, tapi mengalami luka yang berat dan hampir saja mati. Kalianlah, anakku, membuatku bisa bertahan dan hidup sampai sekarang, dan juga menemukan Ferdian.”
“Ariella, untuk sementara ayah tidak bisa pergi menemuimu, tunggu sampai ayah dan kakakmu pergi ke luar negri untuk melakukan operasi, tunggu wajah ayah sudah sembuh, pasti akan pergi mencarimu.”
“Ariella…..” berkata sampai di sini, Fernando tiba-tiba berhenti, setelah sejenak dia berkata lagi, “Ariella, ayah mencintaimu!”
Suara Fernando serak dan sudah tua, satu kata demi kata menyentuh hati Ariella, membuatnya dia menangis saat mendengar ini.
“Ayah, Ariella juga mencintaimu. Walaupun tidak pernah bertemu denganmu, tapi aku tahu, kamu adalah pahlawan, selamanya adalah pahlawan di dalam hati putrimu.”
Tidak peduli ayahnya menjadi seperti apa, dia tetap adalah ayahnya, adalah pahlawan di dalam hatinya.
Ferdian mengambil tisu dan menyeka air mata Ariella: “Jangan menangis lagi. Ayah paling tidak tahan kamu menangis, dia ingin melihatmu bahagia setiap hari.”
“Kamu juga, sudah menemukannya, kenapa kamu tidak memberitahukannya padaku, walaupun menyuruhku bersembunyi darinya untuk melihatnya saja juga tidak apa-apa.” Hati Ariella begitu sakit dan memukul Ferdian, “Kalian selalu begitu, masalah apapun juga tidak tanyakan padaku dan langsung membantuku membuat keputusan.”
“Aku kira….aku kira kita membawa ayah pergi melakukan operasi plastik diluar negri, aku kira dia bisa kembali dengan selamat dan bertemu denganmu.” Ferdian dengan tangan gemetar mengeluarkan passport dan KTP Fernando dari tasnya, “Lihatlah, semua nya sudah lengkap, kalau tidak terjadi hal itu, kita sekeluarga sudah bisa berkumpul.”
Memikirkan hal ini, Ferdian bahkan ingin sekali membunuh Carlson, kalau bukan karena Carlson, mereka sekeluarga akan segera berkumpul.
“Kak, tunjukkan video saat ayah ditangkap padaku yah.” Ariella menyeka air mata dan berkata, “Kita harus menemukan pelakunya, aku ingin membunuhnya dengan tanganku sendiri.”
“Dirumahku memang ada CCTV, tapi hari itu komplek mati lampu, sama sekali tidak terekam saat pelaku menangkap ayah.”
Ucapan itu tidak sepenuhnya palsu, hari itu semua CCTV komplek yang ditinggali Ferdian rusak, jadi CCTV komplek tidak terekam siapa yang menanggkap Fernando.
Perumahan yang dibangun Grup Aces, komplek yang begitu mewah, orang yang bisa membelinya tentu memiliki posisi yang tinggi, biasanya manajemen properti juga bekerja dengan sangat baik, orang asing yang keluar masuk pasti mendaftar, namun malam malam itu orang yang masuk tidak mendaftar, dan semua CCTV juga rusak.
Orang yang bisa melakukan semua ini dengan sempurna, selain Carlson, Ferdian tidak bisa memikirkan siapa yang bisa melakukanya lagi.
Sayangnya bawahan Carlson tidak menduga kalau dirumahnya juga memasang CCTV, awalnya demi memudahkan ayahnya untuk melihat putrinya, tidak menduga malah berguna.
Dan karena bawahan Carlson tidak menduga hal ini, maka dia memiliki waktu yang cukup untuk menyembunyikan bukti ini.
“Ferdian, apakah kamu ingin membuatku marah? Kamu kira dengan begitu aku akan percaya?” Ariella benar-benar ingin menamparnya hingga sadar.
Kakaknya dulu yang begitu pintar dan bisa membaca perasaan orang lain itu sudah pergi kemana?
Apakah karena kematian ayahnya, membuatnya begitu tertekan hingga menjadi bodoh?”
Kalau Ferdian tidak menyerahkan rekaman itu, maka Ariella sama sekali tidak ada petunjuk, bagaiamana dia bisa menemukan pelakunya?
Weng Weng??
Ponsel Ferdian yang ada di kantong tiba-tiba berdering.
Dia mengambil ponsel dan melihat, adalah nomor yang tidak dikenal, mengangkat: “Halo!”
Dari ponsel terdengar suara pria yang nyaring: “Ferdian, ini aku!”