Salju turun 1 hari 1 malam tanpa henti. Ariella selama dua hari berturut-turut terkena angin dingin ditambah lagi dengan kepergian mamanya yang membuatnya hatinya sedih, kemarin sepulangnya dari pemakaman dia terjatuh sakit. Dia demam tinggi, 39,2 derajat, karena itu dia kehilangan kesadarannya dan semalaman dia terus bergumam tidak jelas. Dia terus menerus meneriakkan mama dan menangis di dalam tidurnya….
Melihat Ariella seperti ini Carlson merasa sedih, hatinya seakan tersayat belati, dia sangat berharap Ariella bisa segera membuka hatinya padanya dan membiarkannya menanggung beban bersama-sama. Akan tetapi Ariella tidak melakukannya dia terus menerus menyimpan semua kesedihan dan kesakitan seorang diri, Ariella membiarkan dirinya terus menerus menderita tanpa mau Carlson menariknya keluar dari penderitaannya itu. Pada awalnya Carlson mengira setelah mereka saling bersentuhan satu sama lain hubungan di antara mereka akan semakin baik dan dekat akan tetapi pada kenyataannya tidak demikian.
“Ariella….” Carlson membelai lembut kepala Ariella dan memandang wajah pucat pasi di hadapannya dengan pandangan galau sambil berkata, “Kamu harus ingat tidak peduli apa yang terjadi padamu, kamu memilikiku, ada aku di sini.”
Carlson sama sekali tidak bisa membayangkan kepergian mama Ariella yang tiba-tiba ini membawa pukulan sebesar apa bagi diri Ariella, karena bagi Carlson yang tumbuh di keluarga hangat sejak kecil tidak akan tahu bagaimana rasa yang dirasakan Ariella. Carlson selalu merasa di dunia ini sepasang suami dan istri itu memiliki hubungan seperti yang dimiliki oleh mama dan papanya, rukun dan harmonis, saling membutuhkan satu sama lain. Tidak peduli di antara suami istri ada cinta atau tidak, asalkan keduanya saling berjanji satu sama lain, keduanya akan terus bersama sepanjang masa tanpa adanya orang ketiga dan maksud lain di antara mereka.
Kondisi kesehatan mama Carlson tidak bagus, akan tetapi papanya tidak pernah mengeluh dan merendahkannya, dia bahkan melepas semua pekerjaannya dan menemani mamanya berjalan-jalan keliling dunia. Dia bahkan pernah mendengar papanya berkata, seorang laki-laki baik terhadap seorang perempuan itu gampang akan tetapi untuk baik seumur hidup terhadap seoarng perempuan itu tidak mudah. Bisa dibilang papa Carlson sudah menemukan perempuan yang akan dia cintai dan sayangi seumur hidupnya sejak dini, dan bagi Carlson Ariella adalah perempuan yang ingin dia cintai.
“Carlson….” Ariella sayup-sayup membuka matanya dan menatap Carlson yang sedang bengong. Ariella sudah tersadar sejak tadi akan tetapi Carlson tidak menyadarinya, dia seakan sedang berpikir hal lain.
“Kamu sudah sadar,” ucap Carlson sambil mengulurkan tangannya dan meletakkannya di atas dahi Ariella, sepertinya demam Ariella sudah turun hanya saja wajahnya masih terlihat pucat pasi dan Ariella masih terlihat lemah.
Ariella mengangguk dan berkata.” Napa yang sedang kamu pikirkan sampai kamu bengong seperti itu.”
“Tidak ada apa-apa,” jawab Carlson sambil memapah tubuh Ariella untuk bangkit dan duduk, kemudian dia mengambil mantel untuk Ariella,”Kamu harus makan sedikit.”
“Iya,” jawab Ariella dengan senyum merekah di wajahnya,” maaf aku telah membuatmu khawatir semalaman, aku sungguh merasa sungkan padamu.”
Carlson tersentak mendengar perkataan Ariella itu dan dengan perasaan tidak puas menatap Ariella dan berkata,” Apa yang kamu katakan? Sudah sepantasnya.”
Ariella menatap Carlson dan tertawa.
Carlson memutar tubuhnya dan berjalan keluar dari kamar, baru saja dia membuka pintu dia melihat Daiva berdiri di depan kamar. “Ada apa?”
“Direktur Carlson, Zeesha datang beliau bilang beliau ingin bertemu nyonya,” jawab Daiva dengan suara pelan dan rendah.
Karena hal ini merupakan permasalahan keluarga Ariella, Daiva sungkan untuk mengusir pergi Zeesha pergi, dia harus menunggu jawaban dan perintah dari Carlson atasannya.
“Oke, biarkan dia masuk dan tunggu di ruang rapat,” jawab Carlson.
Di mata Carlson Zeesha adalah seekor binatang buas, dia tahu maksud Zeesha menemui Ariella bukanlah sebuah maksud yang baik, Carlson harus segera mencabut bibit racun ini dari hati Ariella.
Melihat punggung Carlson Ariella berpikir meskipun semalam dirinya tidak sadarkan diri akan tetapi dia bisa merasakan keahdiran Carlson yang selalu berada di sisinya, mendampinginya dan menjaganya, dan Carlson tidak tidur semalaman. Ariella sering terserang flu akan tetapi sangat jarang sampai sakit demam tinggi seperti ini oleh karena itu sekalinya dia sakit dia akan terjath sakit separah ni dan tidak sadarkan diri.
Tidak lama kemudian Carlson masuk sambil membawa nampan di tangannya dan meletakkannya di hadapan Ariella kemudian berkata, “Semua ini makanan yang ringan dan gampang untuk dimakan.”
Meskipun bukan merupakan makanan berat akan tetapi banyak dan bisa dilihat semua ini dia sediakan dengan sepenuh hati. Melihat makanan terhidang dihadapannya itu dia teringat mamanya menyuapinya dan memberinya obat ketika dia sakit dulu saat masih kecil, mamanya juga akan membuatkannya makanan ringan untuk dimakan.
Ariella mengerjapkan matanya dan menahan air mata agar tidak mengalir turun dan berkata di dalam hati.” mama lihat, sekarang ada orang yang berlaku baik pada Ariella, aku pasti bahagia, jadi mama juga harus baik-baik di surga sana dan jangan lagi khawatir terhadap Ariella.”
“Makanlah.” Melihat ekspresi di wajah Ariella itu Carlson tahu dia sedang merindukan mamanya akan tetapi dia tetap saja tidak tahu dia harus berkata apa untuk menghiburnya.
Ariella mengangguk kemudian mengambil sendok dan melahap bubur.
Setelah selesai menemani Ariella makan Carlson segera menuju ruang rapat di hotel.
Bisa dilihat Zeesha terlihat tidak sabar menunggu, dia berjalan mondar mandir di dalam ruang rapat dan ketika melihat kedatangan Carlson itu dia tertawa dan berkata,”Carlson, menantuku….”
“Tuan Zeesha, waktu yang dimiliki oleh direktur kami tidak banyak tolong segera katakan tujuan anda datang kemari,” ucap Daiva memotong perkataan Zeesha.
Zeesha memasang ekspresi tidak senang di wajahnya dan berkata dengan marah,” aku berkata pada tuanmu ada hak apa kamu memotong pembicaraanku.”
“Tuan Zeesha mungkin anda salah paham,” ucap Carlson sambil berdiri tegap, baju tuxedo nya yang berwarna abu-abu itu semakin memerikan kesan dingin padanya,”Daiva, dia adalah keluargaku.”
Perkataan yang diucapkan Carlson ini seperti petir yang menampar pipi Zeesha akan tetapi dia tidak berekasi apa-apa dan masih bersikap seperti biasa, sepertinya kulit wajahnya sangat tebal dan dia tidak tahu malu.
“Menantuku….” ucap Zeesha.
“Tuan Zeesha jika anda tidak memiliki hal yang ingi dibicarakan, ijinkan aku pergi dari sini,” potong Carlson segera ketika mendengar Zeesha lagi-lagi menyebut kata menantu.
Zeesha merasa sedikit canggung dan dia tertawa sambil berkata,”Itu, mama Ariella dia baru saja meninggal, dia pasti sangat sedih dan sakit hati, sebagai papanya aku ingin menemaninya ngobrol, bagi dia aku adalah satu-satunya orang yang paling dekat, keluarganya.”
Carlson menatap Zeesha dengan tatapan dingin sambil berkata,”Aku bisa menjaga baik istriku, aku tidak ingin orang yang tidak ada hubungannya dengan Ariella datang dan menemuinya lagi.”
“Carlson, bagaimanapun juga adalah papa Ariella dan kamu adalah suaminya, kamu bagaimana boleh berkata seperti ini di hadapan mertuamu? Aku adalah papanya dengan hak apa kamu melarangku menemui anakku?” Zeesha mengira Carlson tidak mengetahui apa-apa, meskipun hubungannya dan Ariella tidak baik akan tetapi Carlson tidak berhak melarangnya bertemu Ariella jadi dia berusaha menekan Carlson menggunakan status seorang papa.
Sayang sekali Carlson tidak termakan umpan Zeesha. Cralson menatap Zeesha dengan tatapn mata dingin dan berkata,”Tuan Zeesha perbuatan yang telah anda lakukan, seharusnya anda sendiri menyadarinya.”
“Apa yang telah aku lakukan, jangan bicara sembarangan ya kamu,”jawab Zeesha marah, di dalam hatinya dia bertanya-tanya apakah Carlson mengetahui hal itu?
“Daiva, antar tamu keluar!” Selesai mengatakannya Carlson berbalik badan dan pergi keluar dari ruang rapat.
“Carlson kamu tidak mengijinkan Ariella untuk bertemu keluarganya apakah kamu ingin memenjarakan Ariella?” Zeesha berteriak dan dia tidak akan dengan mudah membiarkan Carlson pergi, tujuan dia datang kemari belum juga terlaksana.
“Zeesha jangan kamu sebut-sebut nama Ariella lagi sebagai keluargamu, aku dan kamu sudah tidak memiliki hubungan apapun,” ucap sebuah suara yang tiba-tiba terdengar dari pintu ruang rapat.