Dia masih belum melihat cucu perempuan kesayangannya menikah, masih belum sempat menunggu cucunya kembali berkumpul sekeluarga, lebih tidak rela meninggalkan pasangan tua yang telah menjaganya seumur hidup.
Dia dan Irfan berdua dari bertemu sampai menikah dan melahirkan anak, awalnya adalah cinta yang membara, lalu perlahan berubah menjadi kedekatan yang tidak bisa dipisahkan, kemudian lagi menjadi pasangan jiwa.
Dia selalu tahu, asalkan dia ada, dia tidak perlu mengkhawatirkan semua hal, tidak perlu mengurus hal apapun, dia selalu menghadang angin dan hujan untuknya, menghadang seumur hidup
“Yenny, apakah sudah lebih baik?” Tidak perduli sudah berlalu berapa tahun, dari muda rambut masih hitam sampai sekarang sudah memutih, Irfan tidak pernah mengubah panggilan pada istrinya.
“Abang Irfan, aku tidak apa-apa, jangan khawatir!” Dia barusan melewati bahaya, masih sangat lema, harusnya masih harus banyak istirahat, tapi dia bersikeras mau bertemu dengan suami dan anak-anaknya.
Dia takut, takut dia sekali memejamkan mata maka selamanya tidak akan terbangun lagi, takut mereka akan mengkhawatirkan dia, ketakutan yang masih banyak lagi
“Aku tahu, kamu pasti tidak apa-apa.” ayah Tanjaya memegang erat tangan dia yang bertulang kecil kedalam tangannya, “Kamu istirahatlah sebentar, aku menemanimu disini.
“Aku ingin melihat kalian.” Pandangan ibu Tanjaya perlahan terangkat, menyapu satu per satu semua orang yang ada didalam ruangan, suami, anak laki-laki, menantu perempuan, cucu perempuan…… Semua orang rumah ada, hanya kurang cucu laki-laki tertuaSebastian .
“Sebastian……” Dia memanggil nama cucunya, pandangannya melihat ke arah Carlson, suasana hatinya ada sedikit naik turun, “Apakah dia akan kembali?”
Cucu laki-laki sudah pergi, Carlson yang menjadi ayah ini juga tidak mungkin tidak tahu posisinya dimana, dia pasti tahu keberadaanSebastian . Ibarat pepatah ayah selalu mengerti anak lelakinya, nyonya besar Tanjaya begitu yakin.
Awalnya Carlson tidak ingin mengungkit masalah Sebastian pulang ke Pasirbumi, namun sekarang kondisi ibunya tidak begitu baik, dan yang dia rindukan adalah cucunya yang tidak ada disampingnya.
Dia berkata: “Ibu, aku akan membiarkan dia datang menemuimu.
……
Ting Tong—-
Muncul suara dering sebuah pesan berita terbaru, ibu dari kepala perusahaan Aces Group, Carlson, sedang sakit parah, sedang diselamatkan di rumah sakit Aces di Pasirbumi, samai sekarang jiwanya masih belum melewati bahaya.
Melihat sebuah berita ini, Sebastian terkejut sampai seluruh orangnya terpaku, terlalu banyak kenangan indah ibarat mata air yang mengalir memasuki pikirannya.
Nyonya tua yang baik dan lembut memegang tangan kecil seorang anak lelaki kecil, berkata dengan lembut: “Sebastian, nanti kamu adalah salah satu dari anggota dari keluarga kita. Kamu senang atau tidak, kamu bisa katakan pada kakek dan nenek, tidak perduli hal baik atau tidak, kakek dan nenek akan bersedia membaginya bersama denganmu.”
Saat itu, anak lelaki kecil baru datang ke dalam keluarga kaya yang asing ini, melewati kehidupan mewah yang sebelumnya bahkan tidak berani dia mimpikan.
Kehidupan mewah sama sekali berbeda dengan kehidupan dia sebelumnya, mereka tidak hanya tinggal di rumah besar, orang didalam rumah juga banyak, masih bertemu dengan orang yang berbeda.
Dulu, dimata orang miskin mereka, orang yang berstatus adalah tidak dapat diraih, namun dimata orang rumah keluarga Tanjaya, orang yang dulunya tidak dapat diraih sedang menggeluti orang rumah keluarga Tanjaya.
Keluarga yang asing sama sekali, lingkungan yang asing, keluarga yang asing, awal dia datang, pasti akan merasa takut, akan diam-diam bersembunyi, banyak hal yang tidak berani dibicarakan. Disaat dia ketakutan, nenek akan berdiri dan memberitahu padanya, jangan takut, keluarga adalah sandaran yang paling kuatnya.
Karena memiliki keluarga yang menjadi sandaran, lalu dia perlahan memasuki lingkaran keluarga mewah, perlahan menjadi tuan muda keluarga Tanjaya yang bercahaya.
Dia masih ingat, saat bertemu terakhir kalinya dengan nenek, nenek juga memegang tangannya dengan erat: “Sebastian, kamu sudah berumur dua puluh tahun lebih, apakah sudah ada gadis yang ingin kamu nikahi? Jika ada, beritahukan pada nenek, nenek akan pergi membantumu pergi melamar.”
Dia tidak bisa berbohong didepan nenek, dan menganggukan kepala dengan jujur: “Nenek, aku menyukai seorang gadis.” Namun gadis ini tidak menyukainya.
Nenek sangat gembira mendengarnya: “Sebastian, katakan pada nenek, gadis dari keluarga mana?”
Dia bertanya: “Nenek, kamu tidak takut pilihan aku tidak bagus kah? Atau tidak khawatir kamu tidak suka dengan gadis yang aku pilih?”
Nenek memukul tangannya: “Anak bodoh, kamu adalah cucuku, bagaimana mungkin aku bisa tidak menyukai gadis yang kamu sukai? Hanya berharap gadis yang kamu pilih bisa menerima aku seorang wanita tua yang sakit-sakitan baru benar.”
Suara nenek yang lemah lembut dan baik masih berdengung ditelinga, namun ini adalah suara dalam kenangan, dia sudah lama sekali tidak memanggil nenek, sudah sangat lama tidak mendengar nenek memanggilnya.
Berpikir sampai disini, Sebastian membuka dan melihat lagi berita terbaru itu, tahu nenek tinggal di ruang perawatan nomor berapa.
Dia kembali ke kamar tidur, mengganti baju, pergi ke rumah sakit dengan tergesa-gesa, dia harus cepat sedikit, harus bertemu dengan nenek.
……
Sesampai di rumah sakit, Sebastian langsung pergi ke lantai dimana nenek berada, dia sudah tidak perduli akankah bertemu dengan orang keluarga Tanjaya, sudah tidak perduli dirinya sudah bersiap diri menghadapi keluarga Tanjaya.
Saat ini, hanya ada satu pemikiran didalam pikirannya, dia harus bertemu dengan nenek, memberitahukan padanya, dia sangat merindukannya.
Juga tidak tahu kebetulan atau karena kondisi apa, Sebastian tidak menemui ada orang keluarga Tanjaya yang lain yang menemani nenek, dia dengan mulus masuk kedalam ruang perawatan nenek.
Nenek terbaring diatas ranjang pasien, makin kurus lagi dari terakhir kali dia menemuinya, kurus sampai seperti hanya tersisa kulit.
“Nenek……” Dia memanggilnya.
Mendengar suaranya, orang tua yang berbaring diatas ranjang terbangun, saat melihat jelas orang didepan matanya, matanya tiba-tiba lebih bercahaya.
“Sebastian?” Dia memanggil namanya dengan dalam, sangat khawatir semua ini hanyalah mimpi belaka, seperti yang sebelum-sebelumnya, dia akan menghilang setelah dia terbangun.
“Nenek, ini aku. Aku Sebastian, aku sudah pulang melihatmu.” Sebastian memegang tangan orang tua, memegang dengan erat, namun merenggangkan sedikit karena takut menyakitinya.
“Sebastian, akhirnya kamu sudah pulang.” Air mata mengalir dari sudut mata nenek tua yang berkeriput, “Sebastian, apakah kamu tahu nenek begitu merindukanmu.”
Sebastian menjawab dengan sadar: “Nenek, maafkan aku! Aku seharusnya lebih cepat kembali melihatmu.”
Nenek malah tertawa: “Sebastian, jangan meminta maaf pada nenek, kamu bisa pulang melihat nenek, membiarkan nenek masih bisa melihatmu selagi masih hidup, jika nenek meninggal juga akan pergi dengan tenang.”
“Nenek……”
“Sebastian, kamu masih belum beritahu nenek, siapa gadis yang kamu sukai? Nenek masih terus menunggu, menunggu kamu membawa pulang gadis yang kamu sukai dan perlihatkan pada nenek. Tapi nenek sudah menunggu banyak tahun, masih belum tercapai.”
“Gadis yang aku sukai……” Didalam pikiran Sebastian muncul bayangan seseorang yang kabur, namun perlahan bayangan orang ini makin jelas, kemudian perlahan menjadi seseorang.
“Sebastian, boleh membawa dia dan perlihatkan pada nenek?”