Disaat Ariella bersedih, sebuah tangan yang lembut merangkul pinggangnya, perlahan membawanya ke dalam pelukannya: “Kalau ingin menangis, menangislah dengan keras.”
Ariella tidak ingin menahannya, dia pun masuk ke pelukan Carlson dan menangis habis-habisan. Dia hanya keras kepala kali ini saja, setelah menangis, dia akan melewati hari-harinya dengan baik.
Carlson tidak begitu mengerti wanita saat menangis bisa betapa parah, paling tidak dulu dia tidak pernah tahu kalau wanitanya itu akan menangis hebat seperti itu-begitu menangis pun selama setengah jam.
Dan Ariella juga menangis begitu histeris, ucapan apapun tidak bisa dia dengar lagi, Carlson tidak bisa menasehatinya dan hanya menatap Ariella menangis seperti seekor kucing besar.
Setelah puas menangis, Ariella pun mengusap air matanya di kemeja Carlson, mengangkat kepala, matanya merah dan bengkak dengan sedikit malu menatap Carlson.
“Kalau aku menangkap pembunuh ayahku, apa yang akan kamu lakukan?”
Dia sedang ingin mengatakan sesuatu pada Carlson, ditelinganya pun mendengar suara Ferdian, Ariella memiringkan kepala dan melihat tatapan yang begitu dingin sedang menatapnya.
“Tentu saja harus membantu ayah balas dendam.” Membunuh orang harus membayar dengan nyawanys sendiri, itu sudah kuadratnya, pemikiran Ariella hanya begitu mudah.
“Tidak peduli siapapun pelalunya?” Ferdian bertanya.
“Tentu saja!” Ariella tidak merasa hal ini aneh.
“Masalah mencari pelakunya, aku sudah menyuruh orang menyelidikinya, sebentar lagi pasti sudah ada kabarnya. Masalah ini, aku yang menyelesaikannya saja.” Carlson tidak ingin Ariella ikut campur dalam masalah yang menyangkut darah.
“Kalau begitu kami kakak beradik duluan berterima kasih pada direktur Carlson.” Ferdian dengan mempermainkan berkata, menatapnya dengan dingin, membalikkan badan dan pergi.
“Ayah barusan meninggal, suasana hati kakakku sedang jelek, kamu jangan menyalahkannya yah.” Ferdian terus menyerang Carlson, Ariella juga mnyadarinya.
“Tidak akan.” Karena Ferdian adalah kakak Ariella, Carlson tidak akan menyalahkannya, kalau itu adalah orang lain….sepertinya tidak ada orang yang berani begitu sombong dihadapannya.
Carlson mengelus kepala Ariella: “Angin di gunung sangat besar, ayo kita pulang dulu.”
Cuaca di Kyoto tidak seperti di Pasirbumi, bulan 10 di Pasirbumi adalah cuaca terbaik sepanjang tahun, tapi cuaca di Kyoto sangat dingin, angin yang meniup di wajah benar-benar menusuk tulang.
“Apakah kamu dingin?” Ariella saat ini barusan menyadari cuaca yang begitu dingin, Carlson malah hanya memakai kaos putih dan sepertinya tidak terlihat dingin.
“Sedikit.” Carlson berkata.
Ariella ingin melepaskan mantelnya untuk Carlson, tapi langsung ditahan oleh Carlson, dia menggandeng tangan Ariella dan berdiri di depan batu nisan ayah dan ibunya Ariella, dengan serius berkata: “Ayah mertua, ibu mertua, Ariella ada aku yang menjaganya, kalian tenang saja.”
Dulu, Carlson tidak pernah mengatakan janji seperti ini, ini adalah pertama kali dan mungkin hanya saru kali ini saja.
Menyerahkan Ariella padanya, mereka berdua bisa pergi dengan tenang.
…….
Setelah mereka diam-diam datang ke Kyoto dan setelah selesai mengubur Fernando, mereka pun langsung kembali ke Pasirbumi.
Begitu tiba di bandara Pasirbumi, sudah jam 4 siang, dan juga adalah waktu pulang kerja.
Henry membawa orang datang menjemput mereka, barusan bertemu sudah ada begitu banyak pekerjaan yang harus Carlson urus, jadi Carlson langsung dikelilingi oleh segerombolan orang dan mendengar laporan mereka, Ariella dan Ferdian pun tersingkir di luar.
Ferdian langsung melihat Asisten Henry.
Dia menarik Ariella, menunjuk ke arah pria itu, berkata: “Ariella, apakah kamu pernah melihat orang itu?”
Ariella menganggukkan kepala: “Sering.”
Ariella sangat jarang berhubungan dengan bawahan Carlson, tapi dia selalu melihatnya dengan seksama, setiap orang yang pernah muncul di sisi Carlson, paling tidak Ariella pasti tahu.
Pria yang ditunjuk Ferdian itu, Ariella pernah melihat dia muncul beberapa kali di sisi Carlson, tidak pernah berbicara, tapi dia ingat dengan wajahnya.
Ferdian berkata lagi: “Orang itu adalah bawahan Carlson, adalah orang yang membantu Carlson menyelesaikan masalah, apakah kamu yakin dengan hal ini?”
“Tentu saja!” Ariella menjawab dengan sangat yakin.
Bawahan Carlson sangat banyak yang sudah mengikutinya dalam waktu yang lama, semuanya sangat setia dan tidak akan ada perselisihan.
Tentu saja juga ada pengecualian seperti Daiva, tapi hal diluar dugaan seperti itu hanya cukup sekali untuk memperingati Carlson.
Dengan sifat dan kemampuan Carlson, dikhianati hanya cukup sekali saja, dia tidak akan membiarkan orang seperti itu berada di sisinya.
Ariella berkata lagi: “Kak, sebenarnya apa yang ingin kamu tanyakan?”
“Tidak apa-apa.” Ferdian tidak ingin banyak berkata dan melangkahkan kakinya.
Ariella melihat bayangan kakaknya berkata: “Ada apa dengan orang ini? Kenapa beberapa hari ini dia selalu terlihat begitu aneh.”
“Ariella, perusahaan ada urusan, aku suruh supir mengantarmu pulang ke rumah dulu yah.” Ada banyak hal yang harus di urus di Grup Acess dan juga harus mencari pelaku, Carlson pun tidak bisa menemani Ariella.
“Kamu sibuk dulu saja, tidak perlu mempedulikanku.” Ariella mengerti dengan pekerjaan Carlson, dia pun berusaha untuk membuat masalah untuknya.
Diperjalanan pulang, Ferdian tidak berbicara, memiringkan kepala dan melihat keluar jendela, tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan.
Ariella menarik bajunya Ferdian: “Kak, masalah ayah sudah berlalu, kamu jangan terlalu sedih, kita berusaha bersama untuk mencari pelakunya, dan menghukumnya.”
Ferdia pun mendesah: “Emangnya kenapa kalau kita sudah menemukan pelakunya?”
Pelakunya ada di sisi mereka, adalah pria yang setiap malam tidur bersama dengan Ariella, tapi mereka bisa melakukan apa pada Carlson?
Melihat Ferdian yang begitu putus asa, Ariella pun marah: “Kamu bilang emangnya kenapa kalau menemukan pelaku? Tentu saja menyuruhnya membayar nyawanya.”
“Kalau begitu mudah akan sangat baik.” Kalau benar-benar begitu mudah membuat Carlson membayar nyawanya, dia juga tidak akan begitu ragu, begitu ragu harus melakukan apa.
“Kak, kamu tahu siapa pelakunya kan? Rumahmu ada CCTV, kamu pasti sudah melihat siapa yang menangkap ayahkan?” Ariella teringat kalau Henry pernah mengatakan ditangan Ferdian ada rekaman CCTV.
“Siapa yang memberitahumu di rumahku ada CCTV?” Ferdian terkejut, apakah Carlson yan menyuruh Ariella menanyakan hal ini padanya?”
“Aku tanpa sengaja mendengar Carlson dan yang lainnya mengatakan itu.” Ariella tidak tahu apa yang dipikirkan Ferdian, tentu saja mengatakan dengan jujur.
Ternyata, ternyata benar adalah Carlson!
Ferdian tersenyum dingin, dan mendengar Ariella berkata: “Kak, tunjukkan rekaman itu pada Carlson, kita bisa mencari pelakunya bersama.”
Walaupun tidak seharusnya terus menerus merepotkan Carlson, tapi Ariella sangat jelas, dengan menyuruh Carlson mebantu mereka mencari pelakunya, maka kesempatan menemukannya akan lebih besar.
“Apakah Carlson yang menyuruhmu datang menanyakan masalah rekaman padaku?” Ferdian mengepalkan tangan.
Dia sudah tahu kalau Carlson mengatakan masalah ayahnya pada Ariella pasti ada tujuannya, ternyata Carlson mengetahui di tangannya ada bukti, jadi Carlson duluan memberitahukan hal ini pada Ariella lalu menyuruhnya untuk menanyakan bukti itu pada dirinya.
Begitu bukti itu diambil oleh Carlson, maka walaupun dia mengatakan Carlson adalah pelakunya, Ariella juga tidak akan percaya, siapapun tidak akan percaya.
Carlson si serigala itu, dia benar-benar licik, semua hal dia rencanakan dengan begitu baik.