Oriella diperhatikan oleh orang di sebelahnya, ternyata itu adalah Abang Hansel.
Ayahnya dan Abang Hansel adalah laki-laki yang tidak mudah marah, bagaimana bisa dia dengan mudah membangunkan singa.
Dia hanya bisa tertawa kepada Abang Hansel, seakan-akan tidak pernah bilang apa-apa, kemudian ia melanjutkan berbicara dengan ayahnya, “Yah, jangan diam aja dong, ayah ngomong dong, hatiku deg-degan nih aku merasa tak ada yang mencintaiku. Ayah, aku adalah anakmu yang lucu dan imut, lihat aku dong.”
Apabila dibandingkan, tentu saja ayah lebih penting, Oriella memutuskan untuk menenangkan ayahnya itu, untuk Abang Hansel dia ada cara untuk merayunya, jadi ia pinggirkan saja dulu.
“Ya.” Oriella menjawab demikian, ia tak tau apakah Abang Hansel mengerti dan percaya akan penjelasannya atau tidak..
Oriella tak tau bagaimana caranya menghadapi ayahnya yang harga dirinya tinggi, sangat bersyukur ia punya ibu yang cantik dan lemah lembut.
Kalau Abang Hansel seperti ayahnya, dia pasti lelah juga.
“Ayah??..”
“Bilang ke orang sebelahmu, apapun yang aku sampaikan sama sekali bukan bercanda.”
“Perkataan apa?”
Lalu, tak ada jawab lagi, ia langsung menutup telpnya.
Tut tut tut??????
Dia sangat menyedihkan, dia seperti anak perempuan yang tidak di sayangi, beberapa hari berlalu, ayahnya tetap marah dengannya.
Ayahnya tidak ada bilang selamat tinggal langsung menutup telpnya.
Dengan sedih ia menatap Miguel, “Abang Hansel semua gara-gara kamu!”
“Dengar-dengar aku selingkuh dengan wanita lain?” Miguel juga pendendam, dia tidak seperti yang dikatakan Oriella.
“Abang Hansel, kamu sangat cinta dengan ku, aku juga mengerti lah mana ungkin kamu selingkuh dengan wanita lain. Sekarang kasi tau akusiapa yang kasi tau kamu, akan ku urus dia.” Oriella tertawa ia bersiap-siap terlihat bodoh tak tau apa-apa. Asalkan dia genit-genit dengan Abang Hansel pasti tak mungkin dihukumnya.
“Tak butuh bantuanmu, aku akan ??membereskan?? sendiri wanita yang bilang aku begitu.” Miguel sengaja menekankan kata??membereskan?? ini, agar Oriella takut, ketika Oriella belum paham dirinya takut atau tidak, Miguel menggunakan tindakan untuk memberi tahunya.
Pada akhirnya Abang Hansel melepaskannya, Oriella pun malu-malu, menundukkan kepala tak berani melihatna.
Dia berjanji tak akan membuat Abang Hansel marah algi.
Abang Hansel seperti serigala berbulu domba!
Dia hanya anak kecil yang polos, mana bisa menggunakan cara ??membereskan??nya seperti itu!
“Suka gak?”
Tiba-tiba ia mengatakan sesuatu ke telinga Oriella, berharap Oriella mengangguk, kemudian Oriella merasa tak benar ia menggelengkan kepalanya, “Gak, aku gak suka.”
Dia tidak liar seperti itu, mana bisa ia suka dangan Abang Hansel yang memperlakukannya demikian.
Barusan tangannya sudah??????.
Tak bisa berfikir lagi.
Detik itu juga wajah Oriella memerah, hampir seperti kepiting rebus.
“Tak suka?” Miguel bertanya lagi.
Oriella merasa Abang Hansel mendekat padanya, mendekat hingga dia bisa mencium parfumnya.
Ia merasa wajahnya semakin meerah padam.
Kalau begitu kan lucu.
Detik kemudian, Miguel menggendongnya ke pahanya, Miguel dengan tenaga kuat ingin memberitahunya betapa ia cinta padanya.
“Abang Hansel jangan begitu!” Oriella kaget, tangannya menutupi dadanya, ia kaget hingga tak bisa bergerak.
Dari dulu hingga sekarang ia sangat memandang rendah laki-laki yang menggunakan cara kasar kepada perempuan, kasar hingga tak bisa menolak, ia merasa seluruh tenaga nya di hisap oleh Abang Hansel.
“Anak kecil.. tak ada lain kali lagi.” Hatinya, badannya, setiap detil tubuhnya berteriak menginginkan Oriella, Abang Hansel menginginkan Oriella menjadi miliknya.
Terakhirnya, logikanya lebih menang di banding dengan tindakan gegabanhnya, dia tidak memberikan tindakan yang sangat jelas, bagaimana bisa dengan sembarangan ??memakan?? anak kecil ini.
Oriella kaget dan takut, untungnya Abang Hansel tidak seganas itu, tapi Oriella ada sedikit penyesalan dalam hatinya.
Dia tak tau mengapa.
????
Pada saat itu juga, direktur yang mematikan telefon dari anak perempuannya pun tidak enak hati.
Ketika ia mematikan telp anaknya itu, siapa yang tau istrinya berdiri di depan pintu ruang bacanya sambil menatapinya.
Dia melihat istrinya dan bertanya, “Udah malam, gak pergi tidur kah?”
Ariella masih tidak menjawab, hanya melihatnya.
Carlson meletakkan dokumennya dan berjalan ke arahnya, “Ariella, kenapa? Terjadi apa? Kenapa tidak bicara?”
Ariella menggigit bibir, masih tak bersuara.
Carlson memeluknya kemudian ia mundur satu langkah, “Aku tak bersuara, menurutmu bisa terjadi apa? Hatimu gusar kan?”
“Ya.” Carlson menjawabnya dengan jujur.
“Kamu udah tau hal seperti ini tidak enak, kenapa kamu tak perdulikan anak kita Oriella? Dia di luar negeri, ayah ibu tak di sampingnya, kamu telp pun tak menjawab dengan baik, kamu tau dia sesedih apa?”
Ariella banyak kali dengan tegas menegur lelaki yang EQ nya rendah itu, jelas-jelas ia sangat mencintai anak perempuannya, tapi masih begitu memperlakukan anaknya, kalau suatu hari anaknya benar-benar tak perdulikannya, ia pasti akan sembunyi di toilet dan menangis kemudian anaknya pasti tak akan mengasihani dia.
“Aku????.” Carlson terdiam.
Ariella menatapnya dengan kesal, “Kamu tau gak? Dia kira dia sudah punya Abang Hansel trus gak perduli sama kamu ayahnya? Menurut ku yah Direktur Carlson, kamu kekanak-kanakkan banget sih? Anak kita Oriella itu darah daging kita, kita besarkan dia, mana mungkin dia tak menyayangimu lagi?”
“Aku sudah tak suka dengan laki-laki itu, atas dasar apa dia bisa mendapatkan kasih sayang anak ku?” Hanya karena Oriella bersama-sama dia hingga dewasa, dan ketika dewasa langsung mencari cowok itu, setiap kali dibayangkan, Carlson merasa dirinya tenggelam dalam kecemburuan.
Ariella tak setuju dengan pendapat suaminya, “Hansel mana tak baik? Aku lihat dia anak yang baik. Dari kecil menyayangi anak kita, waktu itu ketika kita melihat dia sungguh mencintai anak kita. Beberapa hari ini dia juga tambah menyayangi anak kita, aku semakin lihat semakin puas.”
Carlson tak puas sambil menatap Ariella.