Setelah keliling sekitar setengah jam di taman, Ariella keringatan jadi dia balik kamar untuk mandi.
Perut besar Ariella membuat Carlson takut dia jatuh atau terpeleset. Jadi belakangan ini, dia memandikannya.
Awal-awal Ariella sangat malu, saat Carlson membantu dia mandi, badan dia akan jadi merah semua.
Tapi lama-lama pun terbiasa, karena saat Carlson memandikan dia, tidak ada pikiran lain.
Ariella berdiri di depannya tanpa pakaian, tapi dia tidak pernah berpikir yang lain, kemampuan menahan diri pria ini sangat kuat.
Karena dia tidak tahu, setiap selesai memandikannya, dia akan mandi air dingin.
Karena setiap bantu Ariella mandi, dia akan menunjukan ekspresi yang sangat dingin, padahal dia sedang berusaha menutupi nafsunya.
Saat memegang perutnya, Ariella tarik nafas dan berkata: “Tuan, kata dokter kandungannya sangat stabil
“Iya aku tahu.” Carlson mengangguk, menunjukkan kalau dia sudah tahu.
“Kamu benaran tahu?” Ariella menanya balik.
Melihat muka serius Carlson, Ariella merasa dia sedang bicara dengan tembok.
Belakangan ini Carlson memang lebih bawel, tapi EQ nya sangat rendah, takutnya dia bahkan tida mengerti apa yang dimaksudnya.
Dan ternyata benar, Carlson tidak mengerti maksudnya. Carlson mengambil handuk dan membungkusnya lalu bawa dia ke kamar.
Setelah Ariella duduk di kasur, Carlson langsung mau pergi, tetapi ditahan, “Tuan, dokter bilang kandungan sangat stabil, boleh…”
“Cepat tidur.” Carlson memotong omongannya dan melepas jarinya lalu ke kamar mandi.
Ariella: “…”
EQ nya benar-benar rendah, kelihatannya Ariella harus memberi tahu dia baru dia akan mengerti.
Ariella berbaring di kasur dan pikir bahwa nanti harus jatuhkan dia, agar dia tidak ada kesempatan menolak.
Setelah tidak lama kemudian, Carlson keluar dari kamar mandi, dan seperti biasa dia hanya melingkari handuk di pinggangnya. Otot perut yang membuatnya terlihat sangat seksi.
Tunggu dia duduk di kasur, Ariella langsung memeluknya tapi tidak berani melihatnya, dan bertanya: “Tuan , kamu tidak merasa ingin sedikitpun?”Sejak Ariella hamil, dia tidak pernah minta permintaan di hal ini, beberapa bulan tanpa kehidupan suami istri untuk seorang pria yang normal pasti sangat susah.
“Ingin apa?” Carlson dengan serius bertanya, tetapi dia sedikit tersenyum, hanya saja Ariella tidak sadar.
“Kamu tidak ingin aku?” Ariella memberanikan diri bertanya, tetapi mukanya sudah sangat merah.
“Jangan ribut.” Carlson berkata
Bagaimana dia tidak ingin, tetapi dibanding dengan keinginannya sendiri, dia lebih memikirkan istri dan anaknya.
Walaupun kata dokter kalau janinnya sudah stabil hal seperti itu boleh dilakukan, asalkan seminggu tidak lebih dari 2 kali, tetapi dia tidak berani.
Ariella jelas tahu apa yang dikhawatirkan Carlson, tetapi justru karena itu dia tidak mau Carlson menderita.
Ariella saking cemasnya menelan ludah dan berkata lagi: “Tetapi aku ingin..”
Ariella tidak bisa melanjutkan kalimatnya karena malu, lalu dia melepas tangan yang sedang memeluknya dan baring di sebelahnya.
Saat Ariella melepasnya, Carlson merasa sangat hampa.
Lalu dia memeluknya balik, dan mencium tangannya: “Kalau beneran ingin, kita hati-hati.”
“Iya.” Muka Ariella yang merah mengumpat di pelukannya, tangannya sudah menyentuh handuk itu, dia yang bodoh ingin langsung menariknya.
Dia ingin menariknya langsung tetapi dia terlalu panik, jadi dia tidak melepas handuknya, malahan mukanya merah sekali karena malu.
Carlson menarik tangannya, dengan lembut berkata: “Kamu baring saja, ini biarkan aku.””Oh…” Ariella mengangguk, dan mukanya sudah sangat merah.
Carlson tidak buru-buru sepertinya, dia menciumnya dan pelan-pelan menurun.
Ciuman dia sangat lembut, seakan-akan dia barang paling penting dan rapuh.
Ciuman dia yang lembut membuat Ariella ingin selamanya merasakan kelembutan ini.
Tidak tahu beberapa lama, setelah selesai, Ariella berkeringat. Carlson mau memandikan dia tetapi dia malah baring didepan dadanya dan tidak ijinkan dia gerak.
Jari Ariella melingkar di dadanya lalu dia bertanya: “Tuan , kamu pasti tidak puas.”Sudah begitu lama tidak ada kehidupan suami istri, tetapi dia masih berusaha menahan diri, tidak memikir kepuasan diri sendiri dan lebih mejaga istrinya.
“Jangan asal gerak.” Carlson menangkap tangannya yang terus bergerka, dan berkata: “Ariella, mari kita pikirkan nama untuk anak kita.”Ariella bertanya: “Bukankah anak keluarga diberikan nama oleh orang tua?”
Carlson berkata: “Peraturan itu mati, sedangkan orang itu hidup, tidak ada hal yang tidak akan berubah.”
Ariella ingat Efa pernah dihukum Carlson karena tidak taat peraturan. Tapi tak disangka perkataan seperti ini bisa keluar dari mulut seorang yang begitu taat peraturan.
“Kamu mau beri anak kita nama apa?” Ariella bertanya lagi
“Selama ini aku kepikiran banyak tetapi tidak ada yang memuaskan, jadi kita pikirkan sama-sama saja.” Sebenarnya, dia memang ingin beri nama kepada anaknya bersama-sama.
“Besok baru kita pikirkan saja, aku sudah ngantuk, ingin tidur.” Sudah lama tidak olahraga, dan ditambah perut besarnya, Ariella memang sudah capek.
“Tidurlah.” Carlson menyelimuti dia dan memegang perutnya yang bulat itu.
“Iya.” Ariella mengangguk dan tidak lama kemudian tertidur.
Setelah Ariella tertidur agak lama, Carlson baru turun kasur dan pergi ke balkon, ia menelfon: “Besok kamu datang ke kota Pasirbumi.”
“Tiba-tiba menyuruh aku datang kesana, apakah adikku mau mengakui aku?” Dari telfon terdengan suara Ferdian.
“Iya.” Carlson menjawab dengan singkat.
Ariella ingin mengakui keluarganya, ingin merasa lebih aman, kalau begitu dia akan mengabulkan permintaannya.