Ariella benar-benar tidak ingin terlibat dengannya, dia masih duduk diam tidak bergerak: “Tapi aku tidak ingin mendengarnya.”
“Apa kamu percaya aku akan membuat Carlson keluar dengan cara merangkak malam ini?” Ivander mencibir dan mengeluarkan kalimat seperti itu, berbalik badan dan pergi.
“Kamu–” Ancaman Ivander membuat Ariella yang tadinya bersikap tegas seketika langsung runtuh, memikirkan Ivander bisa melakukan apa yang dia ucapkan, Ariella tidak bisa tidak membayangkan Ivander akan melakukan sesuatu pada Carlson, Ariella tidak berani membuat Carlson berada dalam bahaya, jadi dia hanya bisa mengikutinya.
Aula perjamuan ada di lantai dua, di sebelah ruang istrirahat ada balkon, cahayanya tidak terlalu bagus, Ivander sudah melihat tempat itu sejak awal, jadi dia membawa Ariella kemari.
Ariella melihat sekeliling, meskipun cahaya di balkonnya gelap, tapi dari waktu ke waktu masih ada orang yang lewat, Ivander seharusnya tidak berani berbuat apa-apa, jadi Ariella mengikutinya.
Ivander menoleh melirik sekilas pada Ariella, memandangnya dari atas ke bawah: “Ariella, kamu terlihat lebih baik dari sebelumnya.”
Berpikir bahwa itu adalah perkataan yang menyentuh, tapi Ariella yang mendengarnya malah merasa mual dan jijik.
Ariella benar-benar ingin berbalik dan pergi, tapi dia khawatir Ivander akan melakukan sesuatu pada Carlson. Jadi Ariella hanya menanggapinya dengan dingin, bahkan dia tidak mau menatap Ivander.
Melihat Ariella yang begitu acuh, amarah di dada Ivander berkobar, tidak bisa menahan diri untuk tidak mencibir: “Carlson hanyalah Presdir dari sebuah PT kecil, banyak orang yang dapat menginjakknya. Jangan naif mengira bahwa dia bisa membawamu datang ke jamuan malam ini maka dia adalah orang dari kalangan atas di masyarakat. ”
Ariella tidak pernah merasa bahwa orang-orang dari kalangan atas itu begitu baiknya, dia hanya ingin menjalani kehidupan yang tenang, menjauh dari segala macam trik, menjauh dari pengkhianatan, menjauh dari kenangan menyakitkan yang dialaminya, hidup tenang bersama dengan Carlson.
Melihat Ariella tidak membantah, Ivander berpikir bahwa dia sudah bisa membujuk Ariella, karena itu dia lebih yakin lagi berkata: “Kamu harusnya tahu setelah perusahaanku mengumumkan tidak lagi bekerja sama dengan Teknologi Inovatif, banyak perusahaan yang tidak mau lagi bekerja sama dengan Teknologi Inovatif. Itu karena apa? Karena Teknologi Inovatif selamanya tidak akan pernah menang dari perusahaanku, Carlson hanya akan kuinjak-injak di bawah kakiku.”
Ariella tidak peduli apa identitas Carlson, tidak peduli apa identitasnya di luar, dia hanya tahu bahwa Carlson adalah suaminya.
Bahkan jika apa yang dikatakan Ivander benar, kekuatan finansial Teknologi Inovatif tidak bisa dibandingkan dengan perusahaan milik Ivander, lalu memangnya kenapa?
Dalam hati Ariella, karakter dan pengetahuan Carlson, Ivander tidak bisa menandinginya.
Ariella masih tidak menjawab, Ivander juga menyadari bahwa Ariella bukanlah terkesan pada dirinya, tapi dia sama sekali tidak ingin mempedulikannya, Ivander mengepalkan tinjunya dengan erat, dengan dingin berkata: “Apa kamu tahu bahwa Kakakmu, Elisa datang ke Kota Pasirbumi, dan lagi Ayahmu yang memintanya untuk datang. ”
Tiba-tiba mendengar nama yang coba Ariella lupakan, hati Ariella masih merasa sakit, masa lalu tanpa terkendali muncul di hadapannya.
Ariella masih ingat hari itu, orang itu menangis dan berlutut di hadapan Ariella meminta maaf padanya, mengatakan bahwa dia tidak seharusnya memiliki hubungan dengan Ivander, dan tidak seharusnya membiarkan kedua orang tuanya tahu.
Orangtua Ivander dan Ayah mereka tidak bisa melihat kesedihan dalam hati Ariella, dan langsung melindungi orang itu.
Apa yang mereka katakan secara spesifik, Ariella sudah tidak dapat mengingatnya dengan jelas, dia hanya ingat kalimat yang Ibu Ivander katakan: “Elisa, kamu sedang hamil. Bahkan jika kamu tidak peduli pada tubuhmu, kamu juga harus memikirkan anakmu. ”
Pada saat itu, Ariella baru tahu ternyata Kakaknya dan tunangannya bahkan akan memiliki anak.
Ariella tanpa sadar mengepalkan desain gaun pernikahan yang baru saja selesai tidak lama di tangannya. Dia awalnya ingin memberi Ivander sebuah kejutan, tidak menyangka yang didapatnya adalah “kejutan besar” dari mereka.
Kemudian, dia tidak tahu bagaimana caranya, Ariella menjadi orang tidak tahu malu yang merebut tunangan kakaknya di mulut orang-orang, dia dimaki dan juga diselidiki orang, sampai tidak berani keluar rumah.
“Aku tahu, kamu pasti tidak ingin menemuinya, tapi kalian adalah kakak adik, kamu tidak bisa tidak menemuinya sepanjang hidupmu.” Jelas-jelas tahu ini adalah sumber sakit di dalam hati Ariella tapi Ivander malah lagi dan lagi merobek bekas lukanya.
“Kakak? Kakakku sudah mati 3 tahun yang lalu.” Mereka melakukan hal seperti itu di belakangnya, dan pada akhirnya malah menjebaknya, bagi Ariella, orang-orang itu sudah tidak ada hubungannya lagi dengannya.
Dia tidak menganggapnya sebagai adik, untuk apa Ariella memanggilnya Kakak?
“Kakkamu sudah mati di hatimu?” Ivander melirik pada Ariella kemudian tersenyum dengan dingin, “Bagaimana dengan Ibumu? Apa dia sama dengan Kakakmu di dalam hatimu?”
Ivander berbicara dengan sangat pelan, setiap kata bagai racun, Ariella hanya merasa hatinya sakit, dia tidak bisa mengatakan sepatah kata pun.
Ivander kembali berkata: “Setelah kamu pergi, Ibumu sangat sedih, sakit dan tidak mampu bangun, berbaring di ranjang selama tiga tahun.”
Mendengar Ibunya berbaring di ranjang selama tiga tahun, dan berpikir sewaktu kecil Ibunya selalu mengelus kepalanya dan berkata: “Ariella yang paling patuh, merupakan kesayangan Ibu sejak kecil, ketika dewasa kamu pasti sangat perhatian.”
Ariella masih ingat bagaimana tidak berdaya dan tertekannya Ibunya ketika dirinya dijebak tiga tahun lalu.
Ibu benar-benar sayang padanya dengan tulus, tapi apa daya, Ibu yang lemah dan tidak kompeten itu hanya bisa duduk di sana dan menangis.
Sang Ibu memohon agar Ayah tidak memaksanya lagi, sang ibu juga memohon agar Ivander melepaskan anak-anaknya, memohon agar keluarga Ivander melepaskan Ariella.
Tapi bahkan jika Ibunya menangis hingga matanya bengkak, memohon hingga suaranya serak, tapi tidak ada yang bisa membantunya.
Ariella kemudian meninggalkan kota itu dalam kekacauan, pergi menjauh.
Mungkin Ibu bisa jatuh sakit karena dia merasa dia bahkan tidak bisa melindungi putrinya sendiri, merasa bahwa dirinya tidak berguna, jadi bisa seperti itu.
Ariella tidak ingin menangis, tapi dia sangat sakit hingga meneteskan air mata, itu adalah Ibunya, Ibu yang paling menyayanginya, meskipun waktu itu Ibunya tidak bisa menghentikan apa-apa, tapi Ariella tidka bisa menyalahkannya.
“Kamu juga tahu bagaimana kondisi keluargamu. Ibumu berbaring di rumah sakit selama tiga tahun, jika tidak ada bantuan dari keluargaku, apa keluargamu bisa membiayainya?” Ivander masih terus lanjut berkata, setiap kata yang diucapkan bagai pisau tajam yang menusuk di hati Ariella.
Dalam tiga tahun terakhir, Ariella sengaja tidak mempedulikan urusan keluarganya dan juga keluarga Ivander, hampir memutuskan semua kontak dengan mereka, karena itu dia bahkan tidak tahu jika Ibunya sakit.
Ariella bisa menyalahkan Ayahnya yang kejam, dan juga bisa menyalahkan Elisa, tapi dia tidak bisa menyalahkan Ibunya.
Ariella berusaha untuk menahan agar tidak menangis, tubuhnya bergetar pelan, Ivander kemudian merangkulnya ke dalam pelukannya, menepuk punggungnya dengan pelan: “Ariella, jangan sedih, bukankah kamu masih punya aku? Bagaimanapun, aku akan menjadi perisaimu. ”
Ariella dipeluk oleh Ivander, dia berjuang untuk mendorongnya menjauh, tapi Ivander malah memeluknya dengan makin erat, berkata mengancam: “Ariella, jika kamu tidak patuh, bagaimana dengan Bibi?”