Mendengar suara yang tiba-tiba itu mereka bertiga menatap ke arah datangnya suara. Seorang perempuan mengenakan pakaian tidur dan sebuah mantel terlampir di pundaknya, rambut panjangnya diikat ke atas, wajahnya yang kurus dan lemah terlihat sangat kasihan, akan tetapi bisa terlihat ketegaasan dari matanya.
Carlson terkejut melihat kehadiran Ariella, dia sudah berapa lama berada di situ? Berapa banyak yang dia dengar?
“Ariella kamu pasti sudah salah paham terhadap papa, kita berdua bisa duduk bersama dan baik-baik mengobrol.” Zeesha sama sekali tidak mempedulikan berapa banyak yang sudah Ariella dengar dan apakah dia terluka, Zeesha terus berkata sambil memasang wajah baik seorang papa.
“Aku denganmu orang yang memaksa istrinya sendiri untuk mati sudah tidak memiliki pembicaraan yang bisa kita bicarakan lagi, lebih baik jika kamu segera angkat kaki dari tempat ini dan jangan pernah kembali lagi menemuiku.” Areilla merasa dia sudah tidak memiliki hal yang ingin dia bicarakan lagi degan orang seperti papanya ini. Melihat Zeesha di hadapannya saat ini pikirannya langsung penuh dengan wajah mamanya yang tertidur di dalam peti mati. Mamanya sebelum pergi dengan kondisi yang seperti itu dia masih menggunakannya dan tidak mengijinkanku menemuinya. Jika boleh Ariella benar-benar berharap dia tidak memilik darah monster ini di dalam tubuhnya, dia ingin dengan tangannya sendiri menghukum Zeesha untuk menghibur mamanya yang ada di surga.
“Ariella….” Zeesha hanya ingin merubah pikiran Ariella dan ingin menunjukkan pada Carlson bahwa dirinya masih memiliki tempat di hati anaknya. Asalkan Carlson melihat di hati Ariella masih terdapat dia seorang papa ini dengan begitu dia bisa menggunakan nama Ariella untuk meminta apapun dari Carlson.
“Pergi dari sini!” teriak Ariella, tubuhnya bergetar dan tangannya menunjuk ke arah pintu.
“Ariella, ini caramu berbicara pada papa? Apakah setelah kamu menemukan laki-laki yang memiliki banyak uang kamu tidak lagi mengakui papamu ini? Baru saja mama meninggalkan kita semua dan kamu berlaku seperti ini pada papa apakah kamu tidak takut dia sakit hati melihatnya?”
Jelas-jelas dia tahu mamanya merupakan luka terbesar di hati Ariella dan dia masih terus menerus menggunakan mama untuk membuka luka itu dan memaksanya seperti ini, dengan begitu dia akan merasa puas.
Carlson berjalan ke arah Ariella dan menggandenga tangannya kemudian berkata,” asisten, tolong selesaikan masalah ini dengan baik dan setuntas-tuntasnya.”
“Ariella, kamu selamanya tidak akan bisa mencabut statusmu sebagai anak keluarga, kamu tidak bisa lari dari kenyataan itu!” teriak Zeesha.
“Tuan Zeesha aku tidak pernah melihat orang tidak tahu malu seperti anda, ini pertama kalinya aku melihat orang yang tidak tahu malu dan menjijikkan seperti anda,” ucap Daiva tanpa rasa sungkan lagi.
“Heh, kamu hanyalah sebuah anjing bagi Carlson dan kamu sekarang menggunakan tuanmu untuk memakiku,” ucap Zeesha ringan.
“Iya memang benar aku adalah anjing tuanku akan tetapi setidaknya aku menghormati dan setia pada tuanku, bagaimana dengan anda? Semua hal yang kamu lakukan itu bukanlah perbuatan seorang manusia, kamu lebih menakutkan dari sebuah monster.” Selesai berkata, Daiva segera membungkuk dan mempersilahkan Zeesha pergi.
Melihat sikap Ariella tadi dia tahu dia tidak akan bisa menggunakan Ariella dan dia harus menemukan cara lain. Kemudian dia segera mengingat Elisa, dia tahu Elisa dan Carlson merupakan teman sekolah dulu dan keduanya pernah menjalin hubungan. Melihat Ariella yang memiliki emosi meledak-ledak seperti itu bisa menaklukkan seorang Carlson apalagi Elisa anaknya yang lemah lembut itu. Bagi Zeesha asalkan Elisa turun tangan sedikit saja Carlson bisa menjadi Ivander kedua.
……
Carlson menarik Ariella kembali ke kamar, dia terbatuk-batuk karena amarahnya memuncak, Ariella sangat membenci dirnya dia membenci dirinya tidak berguna dia benci dia tidak bisa mengapa-apakan Zeesha.
“Ariella….” Carlson merangkulnya dan menghiburnya akan tetapi Ariella sama sekali tidak mendengarkan perkataan Carlson dan dia menginjak kaki Carlson dengan keras.
Dia tahu dia tidak seharusnya menyalurkan amarahnya pada Carlson akan tetapi mengingat wajah Zeesha dia tidak bisa menahan emosinya.
“Ariella tenangkan dirimu,” Carlson menepuk pelan punggung Ariella dan berkata,” mama mertua pasti tidak berharap melihatmu seperti sekarang ini, kamu harus bangkit kembali.”
Mendengar Carlson membahas mamanya Ariella mulai merasa tenang dan menatap Carlson sambil tersenyum, “Aku pusing, aku ingin tidur.”
Carlson menarik Ariella yang ingin pergi dari situ dan dia menatap Ariella dengan tatapan dalam kemudian dia memeluk Ariella erat-erat dan berkata,”Ariella, ucapkan semua hal yang membuatmu sedih.”
Ariella hanya menunduk dan tidak mengucapkan satu kata pun.
Carlson menyentuh dagunya dan menariknya agar dia menatap Carlson akan tetapi Ariella memejamkan matanya dan berkata,”aku sangat ngantuk.”
Carlson tahu Ariella tidak ingin mengeluarkan seluruh isi hatinya di hadapan Carlson, Carlson tidak berdaya kemudian melepaskan Ariella sambil berkata, “Pergilah, tidurlah.”
“Iya” jawab Ariella pelan dan dia kembali ke atas tempat tidur dan matanya menatap lurus langit-langit.
“Ariella….” Carlson duduk di sampingnya, memanggil namanya dan dia tidak memberikan reaksi apa-apa meskipun dia belum tertidur dan sedang menatap langit-langit.
Carlson mengulurkan tangannya dan menarik kepala Ariella agar tatapan matanya tertuju pada Carlson,” Ariella jangan takut, aku ada di sini, jangan takut.”
“Aaa…..” Ariella sedikit terkejut dan dia tersenyum memandang Carlson dan berkata,” aku tidak apa-apa, kamu tenang saja jangan khawatir.”
Selesai berkata tatapan matanya lagi-lagi tertuju pada langit-langit kamar, dia menatap lurus langit-langit tanpa berkedip dan Carlson tidak lagi berkata apa-apa karena Ariella tidak akan mendengarnya.
Meskipun Ariella mengatakan dia tidak apa-apa akan tetapi Carlson tahu dia sedang berbohong, dia lagi-lagi menarik kepala Ariella dan mengecup bibir Ariella.
Ariella memejamkan matanya dan berkata pelan, “Aku capek.”
Carlson menghela nafas tidak berdaya dan kemudian menarik selimut menyelimuti Ariella dan berkata, “Tidurlah.”
……
Setelah menemui kesulitan ketika bertemu Ariella tadi, Zeesha terus menerus memikirkan cara untuk mengatakannya pada Elisa agar dia mau mendekati Carlson. Yang paling terpenting Elisa masih terus mempertahankan Ivander tunangannya ini dan menunggu persetujuan pihak Ivander mengenai hal ini, dengan begitu Zeesha baru bisa menjalakan rencananya. Tentu saja dia tidak bisa langsung mengatakannya pada Elisa untuk merayu Carlson, dia harus memiliki cara agar Elisa bersedia pergi dengan begitu dia bisa mengontrol dan menggunakan Elisa. Ketika Zeesha sedang berpikir banyak Ivander datang.
Ivander menatap Zeesha dan tertawa, “Paman, bagaimana? Apakah kamu sudah pergi mencari Carlton? Apakah Ariella masih mengakui anda sebagai papanya?”
Zeesha menatap Ivander cukup lama kemudian menjawab, “Semua ini adalah ulahmu, kamu seharusnya paham bagaimana akhir pembicaraanku dengannya.”
Ivander duduk, dia mengambil gelas dan menuangkan teh untuk dirinya, kemudian meminumnya dan berkata, “Aku dengar Elisa dan Carlson dulunya adalah teman sekolah di Amerika, dan keduanya memiliki hubungan, biarkan Elisa pergi mendekati Carlson dan aku rasa tidak ada orang lagi yang bisa melakukannya selain Elisa.”
“Berarti kamu setuju jika Elisa pegi mendekati Carlson?” Pada awalnya dia tidak tahu harus bagaimana mengatakannya pada Ivander, akan tetapi mendengar Ivander sendiri berkata menyetujui cara ini, hal itu membuat Zeesha lebih mudah menjalankan rencananya sekarang.
“Kenapa tidak?” jawab Ivander.
Bagi Ivander Elisa hanyalah sebuah alat pemuas nafsunya, jika sekarang Elisa masih bisa lebih berguna dari sekedar pemuas nafsu kenapa dia tidak memperdayakannya lebih lagi? Saham Group Primedia masih berada di titik terbawah dua hari belakangan ini, jika tidak mencari cara agar Carlson merubah pikirannya itu akan menjadi jalan yang sulit bagi Group Primedia ke depannya. Group Primedia tidak memiliki waktu banyak lagi jadi dia harus dengan cepat menjalankan rencana ini.