Tepat saat Ivan sedang menatap Ariella, Carlson tiba-tiba memukul bahunya. Meskipun hanya pukulan ringan, namun dapat terdengar suara “klik” dari tulangnya.
Carlson menghampiri Ivan, mengangguk kecil, lalu berbisik di telinganya: “Kalau kau masih ingin kedua bola matamu tetap berada di rongga matamu, sebaiknya kau jangan sembarangan melihat!”
“Kau jelas-jelas tahu siapa orang yang kusukai??” Ivan tersenyum penuh arti, lalu tiba-tiba menaikkan nada bicaranya, “Carlson, wanitamu, mana berani aku sembarangan berpikir mengenainya.”
Ivan adalah desainer yang paling dikagumi Ariella. Kepribadiannya, semua tingkah lakunya, Ariella sudah memahaminya dengan jelas sejak lama. Bahkan saat Ivan memperhatikannya lebih sering, ia tidak merasa aneh. Hanya saja, senyum Ivan terhadap Carlson barusan, membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.
Namun Ariella sedang tidak mau ambil pusing mengenai kedua pria itu. Sesampainya disini, hal yang memenuhi otaknya hanyalah mengenai desain pakaiannya.
Carlson dengan nada suara yang mendalam berkata, “Seperti pepatah, obat boleh sembarangan diminum, tetapi ucapan jangan sembarangan diucapkan. Sebelum kau berkata atau bertindak sesuatu, ada baiknya kau berpikir terlebih dahulu.”
Alasan Carlson membawa Ariella kesini untuk belajar kepada Ivan adalah karena ia melihat belakangan ini Ariella begitu cemas.
Ariella mencemaskan Carlson, Efa dan orang misterius. Ia cemas sampai-sampai kehilangan nafsu makan dan selalu terbangun di malam hari. Setengah bulan berlalu, ia pun banyak kehilangan berat badannya.
Jika Carlson tidak berbuat sesuatu untuk mengalihkan perhatian Ariella dan membiarkannya selalu mencemaskan ini dan itu, ia khawatir dalam setengah bulan selanjutnya Ariella akan terus bertambah kurus sampai ia pun tidak dapat mengenali Ariella lagi.
“Carlson, kau ini, apakah kau sedang memperingatkanku, atau sedang menyarankanku?” Ivan berkata sembari jemarinya berusaha mencengkeram leher Carlson. Carlson mundur dengan cepat dan menghindarinya.
“Ivan!” teriak Carlson tak dapat menahan amarahnya lagi.
“Anda berdua silakan masuk!” Ivan juga sangat mengerti keadaan, ia tahu bahwa jika ia bergurau terlalu jauh, ia tidak akan selamat.
Carlson manusia ini, Ivan sudah sejak bertahun-tahun yang lalu mengenalnya, bahkan seberapa kejam tangannya, banyak orang sudah mengetahuinya.
Terutama saat di depan wanitanya, barangsiapa berani menyentuh batas maksimum kesabarannya, diperkirakan ia tidak akan bertahan sampai hari esok.
Bahkan meskipun mereka telah berhubungan sejak lama, dan Ivan bisa dikatakan sebagai sahabat Carlson, pun tidak ada pengecualian.
Disaat keduanya sedang ribut dengan panasnya, Ariella malah tidak mempedulikan dan masih memiliki suasana hati untuk melihat tempat, bahan pakaian, sampai melihat bagaimana lingkungan tempat perancang busana top dunia bekerja.
“Kantorku di lantai 3, kalau Nyonya Carlson tertarik, aku akan mengizinkanmu untuk melihatnya.” Ivan sebenarnya sejak awal sudah dapat menebak maksud hati Ariella, terlebih wanita ini memiliki bakat dalam mendesain busana, hanya saja beberapa tahun ini keberuntungan belum berpihak kepadanya dan membuat bakatnya itu terus terkubur.
Meskipun ia berbakat dan telah berhasil merancang serangkaian pakaian dalam yang populer, serta telah memenangkan penghargaan sebagai desainer pendatang baru di ajang penghargaan tertinggi di dunia, namun karena belakangan tidak ada karya yang bagus yang dipublikasikan, terlebih lagi ia sangat jarang muncul di lingkaran pertemanan orang-orang tersebut, tak heran apabila ia sebagai pendatang baru mudah dilupakan oleh banyak orang.
“Benarkah aku boleh melihatnya?” tanya Ariella bersemangat.
Sudah bukan rahasia lagi jika desainer seperti Ivan ini tidak akan membiarkan sembarangan orang masuk ke tempat kerjanya. Selain karena akan menghancurkan inspirasi mereka, juga karena mereka takut orang lain tersebut akan mencuri ide karya mereka.
“Ya, pergilah.” Carlson menepuk tangan Ariella sambil tersenyum hangat, “Perhatikan ruangannya baik-baik, terserah kau ingin sebagaimana detail memperhatikannya, aku menunggumu di bawah.”
“Ya.” Ariella membalas senyuman Carlson, lalu memeluk dan menciumnya sebelum akhirnya ia membalikkan badan dan berlari ke atas.
Setelah Ariella berlalu, Carlson perlahan mengangkat tangannya dan dengan lembut menyentuh tempat di mana wanita itu baru saja mencium wajahnya.
Melihat Ariella begitu gembira, Carlson tiba-tiba merasa apa yang selama ini dikerjakannya untuk wanita itu tidaklah sia-sia.
Ariella memang dari dulu sangat menyukai desain. Carlson sadar, selama ini keegoisannyalah yang telah memenjarakan wanita itu di dalam rumah, membuatnya tak dapat mengejar apa yang diimpikannya.
Carlson berjanji pada dirinya sendiri, mulai saat ini ia akan belajar untuk melepaskan Ariella dan membiarkannya melakukan apa yang ia sukai.
Ariella merasa takjub begitu memasuki ruangan tempat kerja Ivan. Seluruh perhatiannya langsung tertuju pada naskah-naskah yang berserakan memenuhi ruangan.
Seluruh lantai 3 ini adalah studio Ivan, lantainya penuh dengan bola kertas besar dan kecil, dan manuskrip desain Ivan memenuhi dinding.
Berjalan di ruangan ini membuat Ariella merasa seperti sedang benar-benar berada di sebuah museum rancangan desain, dimana setiap rancangan desain yang ada begitu berharga dan bernilai.
Pemandangan ini sungguh membuat Ariella merasa seperti ada kobaran api dalam hatinya. Hati yang telah lama memendam keinginan untuk menjadi perancang top dunia tampaknya telah sepenuhnya tersulut oleh api ini.
Ia yakin, asalkan dirinya bekerja lebih keras lagi, suatu hari ia juga akan menjadi desainer yang hebat seperti Ivan, mampu merancang berbagai pakaian busana yang bagus dan disukai orang banyak.
“Ya!” Ariella mengepalkan tangannya dan memberi semangat pada dirinya sendiri, bahwa ia pasti bisa mencapai cita-citanya.
Di tengah tumpukan manuskrip tersebut, Ariella tiba-tiba melihat manuskrip yang dilukis dengan tangan mirip dengan pakaian Butterfly Love. Manuskrip itu masih setengah jadi. Gambarnya sangat mirip dengan Butterfly Love, tetapi ada beberapa detail yang berbeda. Setiap orang yang melihatnya pasti akan merasa ada sesuatu yang hilang, begitu juga dengan Ariella, hanya saja ia tidak tahu apa itu.
“Apakah kau tahu mengapa kau dipisahkan dari Carlson selama lebih dari tiga tahun?” Sebuah suara yang lembut tiba-tiba mengagetkan Ariella yang sedang fokus sepenuhnya melihat manuskrip-manuskrip itu.
Ariella menoleh ke belakang, matanya berkaca-kaca menyiratkan rasa penasaran yang mendalam.
“Di kota kecil kami, ada legenda mengatakan, Butterfly Love, sehidup semati?? ” Ivan terdiam sesaat, lalu kembali berkata, “Kupu-kupu yang cantik, apabila dikenakan pada tubuhmu, tetapi akhirnya robek, itu bukan pertanda baik.”
“Ah, kukira manusia zaman sekarang telah berpikir secara ilmiah dan modern, tak kusangka Ivan, ternyata kau masih percaya dengan rumor seperti itu.” Ariella tertawa.
Ia masih belum percaya, jika bertahun-tahun yang lalu pada pesta makan malam amal itu ia tidak membuat Ivander merusak suasananya, dan Carlson tidak marah padanya, pasti Sandoro tidak akan melakukan operasi caesar untuk mengeluarkan anaknya.
Ivander adalah orang yang telah membunuh ayah kandungnya dan menggantikan posisi kakek asli Carlson. Kejadian ini terjadi lebih dari 20 tahun yang lalu, dimana saat itu Ariella masih belum mengenal Carlson, terlebih belum menggunakan Butterfly Love, rancangan Ivan itu.
Semua ini, mungkin dapat ia lupakan secepat mungkin, tetapi Ariella sama sekali tidak percaya takhayul.
“Bercanda denganmu sungguh membosankan.” Ivan bersandar pada pintu, “Oke, aku akan menerimamu sebagai muridku, tidak perlu membayarku dengan jumlah yang besar, katakan saja pada Tuan Carlsonmu untuk memberiku rumah di Aces Group Skycraper, itu sudah cukup.”
Benar-benar keterlaluan!
Tetapi siapa suruh Ivan memiliki kemampuan sehebat ini, membuat Ariella benar-benar ingin berguru padanya. Terlebih Carlson sangat mencintai istrinya ini, jangankan hanya sebuah rumah, satu real estate pun akan diberikan Carlson demi Ariella.
“Baiklah, aku setuju. Besok akan kusuruh orang untuk mengantarkan kuncinya kepadamu. Kalau begitu, kapan saja Ariella ingin berguru denganmu, kau harus menerimanya.”
Yang terakhir berbicara ini adalah Carlson, demi membuat istrinya merasa senang, dengan tekadnya yang bulat apapun akan dilakukannya.