“Bibi, aku sangat merasa kulitmu bagus sekali, seperti kulit umur 18tahun.” Meskipun perkataannya terdengar berlebihan, tapi hanya sedikit saja, Oriella adalah anak yang bisa di andalkkan..
Bibinya melanjutkan, “Meskipun perawatanku sangat bagus, tidak tua kalau dibandingkan dengan seumuran ku, tapi kulitku ini sedikit kendor, umur 18 tahun tak mungkin sebagus ini.”
Oriella, “??..”
Dia tak tau masih mau atau tidak untuk merayu Bibinya itu.
Berdasarkan pengenalannya akan Bibinya, dia harus sadar sendiri, kalau tidak orang lain merayu seperti apa jugapercuma, lebih baik tidak merayu sama sekali.
Efa menjulurkan tangan mengelus wajah Oriella dan memujinya, “Oriella, dulu aku 18 tahun juga seperti ini, wajahnya putih mulus, kulitnya segar, harus indah dan cantik.”
Oriella dengan pasrah menggelengkan kepala dan berkata, “Bibi, sifatmu ini sungguh luar baisa. Aku sangat kagum dengan mu.”
Diego menjawab, “Setuju.”
Efa segera menatapnya, “Anak kecil, kamu pergi jauh sedikit, di sini tak ada topic yang cocok untukmu. Kalau kamu ikut campur, hati-hati aku akan memukul pantatmu.”
Diego akhirnya duduk diam menutup mulu, karena mereka adalah satu keluarga, apapun yang di bahas dan seberapa lama, berargumen seberapa lamapun, pada akhirnya akan mnegambil keputusan adalah Ibu yang tidak bisa diandalkan itu.
Seringkali, dia sedikit curiga, Ayahnya sedang lagi membunuh diri sendiri kah, kenapa bisa memanjakan Ibunya hingga sedemikian tak masuk di akal?
Ah sudahlah, hati Ayahnya tak usah di tebak, tak perduli bagaimana tebaknya juga tak tepat sasaran.
??????.
Rumahnya kedatangan tamu membuat Oriella bahagia, ia ingin memasakkan kedua orang ini makanan, tapi ia waktu itu memasakkan untuk Abang Hansel hingga hampir saja membakar dapurnya sendiri, dia pun segera menghapus kan ide tersebut dari otaknya.
Diri sendiri tak bisa masak, masih menolak bantuan kiriman ??assisten rumah tangga?? dari ayahnya, oleh karena itu, ia menyambut mereka dengan makanan adalah memesan makanan dari luar.
Oriella barusan makan belum lapar lagi, tapi Efa dan Diego terbang selama 10 jam dan di tambah jarak dari bandara ke rumah, pasti sangat lapar.
Karena lapar, Efa tidak pilih-pilih makanan lagi, meskipun pesan di luar pasti akan di makan dengan lahap.
Melihat mereka makan dengan lahap, Oriella tentu kaget, tidak tenang berada dirumah sendiri, memaksakan kehendak dengan membawa anak kabur dari rumah hanya Bibinya yang memiliki ide “Kabur dari Rumah” begitu.
“Bibi, aku ingin ngomong sesuatu tak tau enak di bicarakan atau tidak?” Ia berfikir lama, setelah itu ia memutuskan untuk membicarakannya.
“Anak kecil, ketika kamu lahir, aku juga sebesar kamu. Aku melihat mu dari kamu masih baru lahir sebesar boneka dan terus bertumbuh, kamu jangan berpura-pura di depanku, katakan saja apa yang ingin kamu katakan.” Efa sambil makan nasi bisa mengatakn demikian, Anak kecil itu masih bisa main pura-pura, padahal ia masih terlalu muda.
Oriella mengumpulkan keberanian dan berkata, “Aku masih tak tau mulai dari mana, karna perasaan tak bisa coba-coba. Kamu tak bisa merasakan paman tak cukup mencintaimu, kamu pun seringkali kabur dari rumah, mengetes dia sabar atau tidak denganmu. Misalnya kesabaran dia sudah lenyap, sungguh tidak mencarimu untuk pulang, kamu gimana?”
“Kalau begitu, ya aku pulang sendiri. Kaki ku ada di badanku, masa mau menunggu dia menyuruh ku pulang baru aku pulang? Efa mengatakan dengan penuh logika, sama sekali tidak merasa dirinya salah.
Oriella mengangkat ibu jarinya dan berkata, “Bibi, kalau di tanya siapa yang orang paling hebat, pasti aku menjawab kamu.”
Ini adalah permainan yang mengajak perkelahian natural, tapi Pamannya bersedia mengajaknya berantem.
Hubungan suami istri antara Darwin dan Efa ini, Oriella menyadari sesuatu, bahwa laki-laki yang lebih tua 12 tahun dari nya itu bisa di andalakn dan lebih dewasa, bisa untuk memanjakan diri sendiri.
Misalnya, Abang Hansel tercinta yang lebih tua 12 tahun, bapak-bapak modern yang keren, apakah kedepannya Abang Hansel tidak akan memanjakannya seperti ini lagi?
Kalau difikir-fikir jadi tidak sabar.
Wajah Diego tidak senang, ayahnya benar, wanita di keluarga Tanjaya ternyata adalah pembohong.
Efa di dalam ruangannya berputar sana sini, ia melihat kamar sebesar 200m2 itu sangat indah dan luas, iapun berkata, “Ternyata ayahmu sungguh memanjakanmu, segalanya sudah disiapkan untukmu. Yah, ketika itu dia tidak memperbolehkan ku melakukannya.”
Oriella tertawa dan berkata, “Kalau itu tidak sama, karena setelah ayahku punya ibuku, hatinya lebih lembut, jadi dia bersedia memanjakanku.”
Efa, “Dia itu memang begitu.”
Oriella melanjutkan, “Kamu tak ingin paman memanjakanmu kah? Aku tak pernah melihat dia memperlakukan wanita lain sebaik ia memperlakukkanmu.”
Efa, “Mana berani dia memperlakukan wanita lain baik, aku akan membunuhnya.”
“Bu, perhatikan kata-katanya.” Diego memperingatkannya.
Efa, “Ada perkataan yang tidak benar kah?”
“Tidak, perkataanmu benar??. Tentu saja karena di depan Ayah.” Diego sangat tidak sungkan mengatakan demikian.
Melihat mereka berdua berkelahi, Oriella tau mereka tidak akan dengan mudah berhenti, ia bersiap untuk meninggalkan mereka, “Bibi, kalian nikmati perkelahian kalian, kamar tamu di sebelah sana, silahkan pilih sendiri, aku ingin istirahat.”
Efa, “Kamar ini aku suka duluan.”
Diego, “Kamar ini aku pilih duluan.”
Efa, “Sebagai anak yang baik, kamu tidak mengalah untuk Ibumu kah?”
Diego, “Sebagai Ibu yang baik, kamu tidak mengalah untuk anakmu yang baru 7 tahun kah?”
Efa, “Kamu jago ngomong juga yah, mana mirip dengan anak umur 7 tahun? Jelas-jelas kamu orang tua, masih perlu mengalah untukmu.”
Diego, “Kamu bisa berlari, tentu saja tak perlu mengalah untukmu.”
Efa “Kalian dua orang lelaki ternyata sama saja, tak mengerti artinya mengalah untukku, setiap hari membuat ku sedih.”
“Jangan mulai lagi Bu, siapapun tak akan terpancing.”
Efa, “??????”
Dia kira mereka akan terpancing.
Diego, “Kamar tamu yang paling gede kasi Ibu aja. Seharian lelah bisa segera istirahat, Ibu juga pasti cape, Ayah dan aku akan khawatir.”
Efa, “Dasar anak kecil, jangan tiba-tiba berubah aneh begitu bisa gak? Bukan khasmu.”
Diego, “Ayah sedang tidak berada di sampingmu, kalau aku tidak menjagamu siapa yang akan menjagamu.”
Sebenarnya yang paling masuk akal adalah, apabila Ibunya bermasalah, ketika pulang pasti akan di pukul oleh ayahnya, demi tidak terhukum, lebih baik ia menjaga Ibu nya saja.