Mục lục
NOVEL SUAMIKU TERNYATA SEORANG PRESDIR
Thiết lập
Thiết lập
Kích cỡ :
A-
18px
A+
Màu nền :
  • Màu nền:
  • Font chữ:
  • Chiều cao dòng:
  • Kích Cỡ Chữ:

Bab 224 Gadis Kecil Berpura-Pura Menyedihkan





Merasa dirinya keceplosan, Efa dengan cepat berkata :”Oh, salah, maksud bibi apakah kamu tidak membantu Ayah mengejar kakak Riella?”





“Kakak Riella sedang marah, marah dengan Ayah, bukan marah dengan Riella.” Riella menjelaskan dengan sangat serius.





Pagi itu ketika bangun Kakak Riella sudah tidak kelihatan, pergi dengan diam-diam, mungkin malam itu dia menangis tersedu-sedu, hingga membuat Kakak kaget dan kabur.





Tapi, kejadian yang memalukan seperti ini tidak mungkin diceritakan ke orang-orang, pasti akan ditertawakan.





Dua hari ini, Riella menelepon Kakak Riella, suaranya tetap enak didengar, kedengaran senang berbicara dengannya, hanya saja tidak memperdulikan Ayah, dia menebak Kakak pasti sedang marah dengan Ayah, tidak ada hubungannya dengan nangis tersedu-sedu.





Dia tahu dirinya lucu dan sangat menggemaskan semua orang, Kakak Riella juga pasti menyukainya.





Bola mata Efa berputar sembari berkata :”Adik kesayangan, apakah kamu ingin bertemu dengan Kakak Riella?”





Riella mengangguk dan berkata :”Riella ingin, Riella mau!”





Dia terlalu merindukan Kakak Riella, tetapi Kakak Riella tidak setuju untuk pulang dan menemaninya, dia juga bingung harus bagaimana.





Efa berkata :”Kamu sekarang coba telpon Kakak Riella, beritahu dia kamu sedang di rumah sakit, dia pasti akan kemari untuk bertemu kamu.”





“Kakak akan datang menemui Riella?” Riella merasa curiga, Kakak Riella sudah berhari-hari tidak ingin menemui dia, apakah dengan menelpon saja dia akan kemari?”





….





Hari itu ketika meninggalkan rumah, Ariella memfokuskan diri di dunia kerja dan tidak memikirkan segala urusan di keluarga Carlson lagi.





Tetapi, semakin tidak ingin dia pikirkan, semakin terpikirkan olehnya.





Terutama Carlson yang ingin berkata tapi selalu mengurungkan niat, kepasrahan dalam ekspresinya, setiap gerak geriknya membuat Ariella ingin mencari tahu, apa yang sebenarnya terjadi dengan Carlson di masa lalu.





Dalam hidupnya, Ariella bukan orang yang ribet, Ayahnya tidak memberitahu masa lalunya pun dia tidak peduli, tidak tahu kenapa dia penasaran sekali dengan latar belakang Carlson.





Kerja di perusahaan PM sudah cukup lama, kinerja Ariella juga perlahan semakin baik.





Setelah orang-orang bagian desain yang dipimpinnya melihat karya dia, tidak lagi menganggapnya masuk ke posisi ini dengan modal muka, mereka pun mengakui pekerjaannya, dan sikap terhadapnya pun menjadi jauh lebih baik.





Sekarang, kehidupan dan karir Ariella bisa dibilang lancar, hanya saja tiba-tiba sangat merindukan Riella, merindukan suaranya yang lemah lembut, ingin melihat pipinya yang merah merona.





Weng.. weng…





Ariella sedang memikirkan kenapa Riella tidak meneleponnya hari ini, dan saat ini juga telepon bordering.





“Kakak…”





Ariella mengangkat telepon dan langsung mendengar suara si adik kecil yang lembut itu. Mendengar suara itu, Ariella selalu merasa hatinya penuh kehangatan.





“Riella, kamu sudah makan siang belum?” Ketika bertanya, Ariella dengan tidak sadar langsung tersenyum dan matanya terlihat penuh kebahagiaan.





“Jatuh rusak nih, Riella lagi di rumah sakit, sakit sekali.. Ayah tidak disini.” Riella mengikuti arahan bibi kecil, sengaja membuat orang yang mendengarnya kebingungan.





“Riella, kamu di rumah sakit mana?” Belum mendapat jawaban, Ariella sudah mengambil tas dan keluar dari pintu rumah, dia harus cepat kesana menjaga Riella, jangan sampai Riella merasa ketakutan.





Memikirkan malam itu Riella menangis sendirian di koridor, seperti dunia ini telah mengucilkannya, Ariella sampai sekarang pun merasa sedih.





Sekarang Riella jatuh dan terluka, Ayah juga tidak di sisi-nya, juga tidak ada Ibu, anak sekecil dia, jika disuruh menanggung beban sebanyak ini, pasti tidak akan kuat.





Saat ini, Ariella tidak lagi memperdulikan harus menjauhi keluarga Carlson, dalam hatinya hanya ingin mendampingi Riella, jangan membiarkan si kecil merasa kesepian dan takut.





Setelah Riella memberitahu Ariella dia ada di rumah sakit Aces, Ariella langsung memanggil taksi dan menuju lokasi tersebut, ketika turun dari taksi dia tergesa-gesa berlari memasuki rumah sakit, tidak menyadari bahwa ada seseorang turun dari mobil sebelah dan menuju ke tempat yang sama.





Ketika memasuki lift, orang tersebut juga ikut masuk, Ariella mengangkat kepala dan baru melihatnya, dengan kaget berkata :”Tuan, Tuan Carlson…?”





“Nona, kebetulan sekali, kamu juga datang ke rumah sakit.” Carlson menganggukkan kepala, sopan tapi kaku, seperti malam itu Tuan Carlson tidak melakukan apapun ke dia.





“Iya..” Ariella mengangguk, dan segera memalingkan muka ke tempat lain.





Carlson masih sama seperti dulu, berdiri tegak, pandangan selalu kedepan, kelihatan seperti tidak asyik sedikitpun, hanya dua tangan di samping badan menggenggam dengan erat.





Lantai ruang inap untuk pasien telah sampai, pintu lift terbuka, Carlson tidak bergerak, tujuannya menunggu Ariella jalan terlebih dahulu. Tetapi Ariella juga tak kunjung bergerak.





Dia datang menjenguk Riella, Carlson juga disini, dia lebih baik memilih berpura-pura ada urusan lain, tidak ingin berurusan lebih banyak dengan Carlson.





“Nona, kamu hendak ke lantai berapa?” Dua-duanya tidak bergerak, setelah waktu berlalu Carlson memulai pembicaraan.





“Lantai 10″ Ariella menjawab dengan sembarang





” Oh, OK.” Carlson menekankan tombol 10 pada lift, kemudian menutup kembali pintu lift, berencana ikut dia naik hingga lantai 10.





Ariella :”Bukannya kamu ke lantai 8?”





Carlson :”Aku juga ke lantai 10.” Ariella ke lantai berapapun, Carlson juga ke lantai yang sama.





Ariella :”…”





Riella jelas-jelas di lantai 8, dia ke lantai 10 untuk apa?”





Atau mungkin semua gara-gara dia?





Memikirkan hingga disini, Ariella diam-diam melihatnya sejenak, pembawaannya kalem, pandangan matanya tertuju pada pintu lift, seperti tidak ada pemikiran apapun.





Baiklah, Ariella mengakui dirinya yang berpikir berlebihan, atau memang Carlson kebetulan ignin ke lantai 10.





Lantai 10 sudah sampai, kali ini Ariella juga lagi diam di tempat, langsung berjalan di depan, Carlson juga mengikutinya dari belakang.





“Tuan Carlson, apa lebih baik kamu jalan duluan? Ariella sungguh tidak mengerti dengan Carlson, satu kalimat pun tidak diluncurkan, hanya berjalan mengikuti di belakang, juga tidak jelas apa yang ingin dia lakukan.





“Kenapa kamu menghindari Aku?” Tuan Carlson bertanya dengan nada bicara yang serius dan tegas.





Ariella tidak pernah bisa mengerti perasaan Carlson, yang mati—matian menunggu seseorang hingga kembali ke sisinya tetapi malah tidak dapat mendekati atau menyentuhnya.





Beberapa waktu lalu, dia juga pernah berpikir, apapun tidak diperdulikan lagi, tidak perduli dengan Aces, tidak perduli apa yang ingin dilakukan Ariella, dan tidak perduli apakah Ariella bisa mengingat semua masa lalunya lagi… …





Carlson melepaskan segala hal, membawa Riella dan Ariella mencari suatu tempat yang tak seorangpun mengenal mereka.





“Aku tidak menghindar dari kamu.” Ariella menghindar dari Carlson, tapi tidak mungkin mengakui hal tersebut, tidak mungkin membuat orang merasa dirinya sensitif.





“Kejadian malam itu……”





“Tuan Carlson, aku sudah lupa.” Ariella memotong pembicaraan Carlson, melihat ke arah yang jauh dan berkata :”Kamu pergi menjaga Riella saja, kamu tidak disampingnya akan membuat dia merasa takut.”

Danh Sách Chương:

Bạn đang đọc truyện trên website TruyenOnl.COM
BÌNH LUẬN THÀNH VIÊN
BÌNH LUẬN FACEBOOK