Banyak masalah bisa dibagikan ke anak bawahannya untuk dikerjakan, tetapi Darwin malah mengerjakannya sendiri, dia menjadi seorang kakak juga tidak berdaya.
Atau, mungkin karena dia sudah terbiasa dengan kesibukan, sudah terbiasa dengan setiap saat sibuk akan pekerjaannya, jadi dia menjadi tidak suka menghadapi hal lain selain pekerjaan.
Mendengar ibu berkata begitu, muka Efa yang ceria sesaat berubah menjadi kecewa, sambil menundukkan kepalanya seperti tidak bersemangat dan berjalan kedepan, diapun tidak ingin banyak berbicara lagi.
Darwin dengan jelas pernah berjanji kepadanya, tahun ini akan sampai lebih awal, kenapa malah tidak datang?
Apakah dia benar tidak tahu Efa sedang menunggunya?
Efa mengejarnya kemanapun, sudah mengejarnya selama 13 tahun.
Akhirnya sekarang Efa sudah besar, mengapa Darwin malah menghindarinya?
Sebelum ini, Efa pernah mencoba untuk menyarinya, tetapi tempat militer melarangnya untuk masuk, bukan sembarang orang bisa masuk ke tempat militer itu.
Dia bahkan tidak bisa dari jauh melihatnya.
Efa sudah mencoba ratusan kali meneleponinya, tetapi setiap kali yang mengangkat teleponnya selalu anak bawahannya, selalu bilang dia sedang sibuk urusin masalah militer.
Dia hanya ingin berbincang kepadanya melalui telepon, hal tersebut malah menjadi sesuatu yang sangat langka.
Dia mendambakan bintang dan bulan, dengan susahnya dia mendambakan kedatangan imlek yang hanya terjadi setahun sekali, mendambakan saat mereka bisa bertemu.
Tetapi dia malah tidak datang.
Hal ini seorang Efa bisa dikatakan seperti disambar oleh petir dan diapun jatuh terluka.
Membuatnya merasakan selama satu tahun ini apa yang diperbuatnya, apa yang ditunggunya, semuanya juga menjadi sia-sia.
Dia menggenggam tangannya dengan erat, giginya dengan kuat menggigit bibirnya, mukanya yang menjadi pucat.
“Efa, ada apa? Apakah kamu kurang enak badan?” karena Efa yang jarang memunculkan ekspresi seperti ini membuat ibu sangatlah cemas, langsung mengulurkan tangannya merasakan suhu tubuh Efa.
“Aku tidak sakit.” demi membuat ibunya tidak khawatir, Efa pun berusaha untuk memaksa dirinya tersenyum, menarik ibu lagi “Pesta akan segera dimulai, hari ini abang akan memperkenalkan kakak ipar ke semua tamu, ayo kita cepat masuk.”
Carlson meminjam kesempatan ini saat semua orang berkumpul untuk memperkenalkan Ariella, jadi pemeran penting hari ini adalah mereka.
Efa memang kurang senang, tetapi disaat dia harus dewasa dan pengertian, dia juga pasti tidak akan menimbulkan masalah.
Bilangnya sih pesta, tetapi tidak seperti pesta yang formal, cuman dengan kerabat dan teman dekat ketemuan dan makan bersama, mendahulukan kenyamanan diatas semuanya.
Hari ini cuaca sangat bagus, lokasi pesta pun diadakan di taman kecil yang berada di depan villa, melalui dekorasi yang bagus oleh asisten rumah tangga, lokasi pesta pun terlihat romantis dan hangat.
Seluruh lokasi pesta dipenuhi dengan buket bunga, sepuluh meja yang berbentuk persegi panjang dipenuhi dengan serpihan bunga yang berwarna putih dan ditata ke bentuk persegi yang besar, setiap meja pun disediakan makanan dan alkohol yang mewah.
Ada makanan ringan yang sangat enak, juga bermacam-macam buah, ada beberapa jenis buah yang sudah melewati proses rumit, dan diukir menjadi bentuk yang unik dan spesial.
Hanya dengan melihat pun muncullah rasa ingin makan.
Pestanya dipenuhi dengan laki-laki yang sangat ganteng dan perempuan yang sangat anggun.
Laki-laki kebanyakan memakai jas seperti apa yang dipakai Carlson, sedangkan perempuan mempunyai bermacam-macam dandanan, ada yang memakai rok, ada yang memakai jaket, berwarna-warni, ini pun merupakan pemandangan yang indah di sebuah pesta.
Kakek dengan gengsi yang tinggi memakai setelan tunik Cina, gengsi dan bijaksana juga bermunculan di mukanya, tetapi itu tidak bisa membuat semua orang merasa kakek terlalu berlebihan.
Dia adalah senior paling tua, semua tamu yang hadir akan duluan mengucapkan hari raya imlek ke dia, dan dia juga sambil tertawa membagikan amplop merah ke semua juniornya, dengan berbahagia menyuruh semua orang untuk lebih rajin dalam belajar dan bekerja.
Dia berdiri untuk beberapa saat, tatapannya melewati seisi ruangan, dan akhirnya jatuh ke arah Carlson dan Ariella yang sedang menyambut kedatangan tamu.
–Ariella!
Nama yang sangat simpel dan enak didengar, dengan karakternya sangatlah cocok, dia berdiri di samping cucunya yang sangat hebat pun tidak kalah.
Tanpa harus dipertanyakan lagi, hanya dari penampilan mereka, mereka berdua sangatlah cocok,tetapi—-
Teringat ini, mata kakek pun menyipit sedikit, pandangan mata yang tegas dan jelas pun bergetar sedikit.
Mungkin merasakan ada tatapan yang sedang mengamatinya, Ariella pun menoleh, berpas-pasan dengan tatapan mata kakek yang setajam elang, tetapi dengan cepat, tatapan mata kakek berubah menjadi bijaksana nan tenang, sambil mengangguk kepala dan tersenyum.
“Carlson, selamat ya kamu mendapatkan cewek yang cantik menjadi istrimu.”
Orang yang maju dan berbicara adalah orang yang ditemui Ariella pada saat pesta amal itu – Paman Liu.
Carlson mengangguk kepala: “Paman Liu, apa kabar.”
Ariella sambil tersenyum: “Paman Liu, apa kabar.”
Paman Liu mengangkat gelas, sambil tersenyum berkata: “Cowok berkemampuan cewek cantik, sungguh pasangan yang sempurna. Aku doakan kalian langgeng sampai tua! Sekalian mendoakan kalian cepat memberikan keluarga Tanjaya keturunan.”
Carlson tersenyum menerima berkat, dengan sopan membalas: “Terima kasih Paman Liu!”
Mendengar ucapan tentang memberikan keturunan untuk keluarga Tanjaya, Ariella pun menggigit bibir, mukanya pun langsung berubah merah.
Di mata Ariella, bukan hanya tetua di keluarga mudah didekati, semua kerabat dekat keluarga juga mempunyai sifat yang baik.
Siapapun tidak menanyakan kelahirannya, tidak ada yang bertanya kepadanya tentang pekerjaanya, cuman dengan sepenuh hati memberi ucapan selamat kepada mereka.
Ataupun orang yang keluarganya kaya, seperti keluarga Tanjaya, sangat mengerti kesopanan, baik luar maupun dalam, bahkan teman mereka juga mempunyai sifat yang sama.
Mengingat kembali keluarga Ivander dan keluarganya, begitu dibandingkan, siapa yang diatas dan dibawah pun sudah jelas hasilnya.
Tiga tahun lalu, Zoro pernah membawa Ariella mengikuti acara pesta seperti ini.
Pada waktu itu, Zoro sangat sibuk untuk menjaga dan menjilat semua orang, ataupun asyik menyodorkan anaknya untuk berkenalan ke orang lain.
Ada saat dimana Ariella merasa sangat malu, tetapi saat itu dia harus memikirkan Zoro, memikirkan dia menggunakan segala cara untuk mempertahankan keluarganya, dia barulah bisa melakukan hal-hal yang sangat memalukan ini.
Tetapi kemudian—-
Kemudian diapun bertemu dengan Carlson, menjadi suaminya, saat dia merasakan penderitaan gosip yang bukan-bukan dari banyak orang, dia berdiri disampingnya untuk mendukungnya.
Disaat ibunya dipaksa untuk bunuh diri dan hari yang paling susah dihidupnya, Carlson selalu ada disampingnya, memberikan dia bantuan dan kehangatan.
Dia sangat berterima kasih, sangat berterima kasih telah bertemu dengannya, berterima kasih telah bertemu dengan kebahagiaan seumur hidupnya.
“Ada apa? Apa yang lagi kamu pikirkan?” Carlson dengan suara rendah dan tegas menanya dia, tidaklah sulit untuk tahu bahwa dia sedang perhatian kepadanya.
“Tidak apa-apa.” dia menggeleng-gelengkan kepala, tersenyum kepadanya, “Aku hanya merasa aku sangat sangat bahagia, bahagia sekali.”
Carlson mengulurkan tangan untuk mengelus kepala Ariella, menjatuhkan ciuman di dahinya, dan berkata dengan lembut: “Kamu akan selalu bahagia.”
Didepan pandangan semua orang dia menciumnya, muka Ariella langsung merah, menundukkan kepala tidak berani untuk melihatnya.
“Ikuti aku.” Carlson menarik tangan Ariella dan berjalan.
“Kemana?” sambil mengikuti langkah Carlson dia pun bertanya.
“Ikuti saja aku.” dia berkata.
“Emm.” Ariella mengangguk-angguk kepala.
Asalkan dia mengikuti langkahnya, dia juga akan bersamanya mencari kebahagiaan milik mereka.