Ferdian tidak pernah berlatih taekwondo, tetapi tubuhnya tinggi, sekali tonjokkan ini menguras hampir seluruh tenaganya, tonjokkan ke wajah Carlson tidak pelan.
Dan dalam seketika, wajah gantengnya Carlson berubah menjadi biru.
Tetapi Ferdian tidak puas, dia ingin menonjoknya hingga mengambil nyawa Carlson, hanya melukai sedikit kulit Carlson, bagaimana bisa ia puas?
Ferdian kembali ingin menonjok Carlson, tetapi kali ini Carlson tidak membiarkannya.
Carlson segera meraih pergelangan tangan Ferdian, memutarnya dengan keras, dan dengan kuat menahan Ferdian.
Dia dengan berat berkata: “Ferdian, mau kamu apa? Orangnya sudah ngga ada, kamu pukul aku, apakah dia bisa hidup kembali?”
Sifat Carlson sejak awal memang dingin, dan sangat rasional, orangnya sudah tiada, maka kita harus menguburnya, agar orang yang meninggalpun dapat beristirahat dengan tenang.
Orang yang masih hidup seharusnya dapat melanjutkan hidup dengan baik-baik, mencari pembunuhnya, dan mencari keadilan untuk korban, inilah yang harus dilakukan oleh putra dari Fernando.
“Sampah! Kamu masih bisa beraninya ngomong hal bijak kayak gini, aku mau kamu pergi menemani pemakamannya.” Ferdian menendang dan berteriak, tetapi karena dia tidak memiliki dasar taekwondo, dia bukanlah lawan Carlson.
Dia melihat “Pembunuh ayahnya” didepan mata, ditempat yang bisa ia jangkau, tetapi dia malah tidak bisa melakukan apapun terhadapnya.
Carlson berteriak: “Ferdian, kamu gila ya?”
Ferdian tersenyum dengan sinis: “Aku gila? Oh benar, kenapa aku ngga kepikiran, selama Bapak Direktur Carlson sudah membuka suara, kamu bilang aku gila, berarti aku benar-benar akan berubah menjadi orang gila.”
Disaat ia melihat sekujur tubuh ayahnya penuh dengan darah, Ferdian sudah kehilangan akal sehatnya, otaknya sudah tidak dapat berpikir jernih lagi, ia hanya percaya dengan apa yang didengar dan dilihat dengan kepala matanya sendiri.
Ayah dapat mengatakan hal seperti itu sebelum kepergiannya, dia pasti mengetahui rahasia motif tersembunyi Carlson, dan justru karena hal ini Carlson membunuh ayah.
“Ferdian, kamu tenang dulu. Dengan tenang kamu baru bisa mencari pembunuhnya, setelah menemukan pembunuhnya, ayah baru bisa pergi dengan tenang.” Carlson tak tahan dan akhirnya memukul Ferdian, siapa tahu dengan pukulannya, dia tidak akan ribut tidak jelas lagi.
He – –
Didalam hati Ferdian tertawa dingin.
Pria seperti Carlson yang bermuka dua, dia dengan tidak malunya berani berkata padanya untuk tetap tenang dan mencari pembunuhnya.
Carlson mungkin tidak tahu, kalau saja dirumahnya ia memasang kamera CCTV yang telah merekam semua kejadian penculikan ayahnya, bahkan terakhir ayahnya juga menitipkan pesan padanya.
Jadi Carlson masih berusaha terlihat baik didepannya dan berakting bahwa dia menantu yang baik, adik ipar yang baik, suami yang baik dan ayah yang baik.
Ferdian menggertakan giginya, ingin sekali rasanya ia menghancurkan seluruh tubuh Carlson, tetapi apa daya ia ditahan oleh Carlson.
Terlintas dipikiran Ferdian, jikalau Carlson tahu bahwa dia mengetahui semua kenyataannya, ia khawatir jika ia akan langsung dibunuh, dan kedepannya, Ariella akan dibohongi Carlson seumur hidup dan hidup selamanya dengan pembunuh ayahnya.
Tidak!
Ini bukan yang diinginkan oleh ayah, dan ini juga bukan hal yang ingin ia lihat.
Dia tidak boleh emosi, dia harus tenang, dia harus mencari cara untuk membongkar sifat asli Carlson, demi menolong Ariella dan anaknya Ariella.
Setelah memahami situasi, Ferdian akhirnya jauh lebih tenang, ia tidak boleh keras ketemu keras dengan Carlson, karena dia bukanlah lawan Carlson.
Dia menatap Carlson dan menyembunyikan kemarahannya dan kebenciannya.
Dia berkata: “Kalau aku menemukan pembunuhnya, aku akan membuat keluarganya hancur.”
Ketika berbicara, Ferdian terus memperhatikan ekspersi Carlson, berusaha untuk melihat perubahan yang ada diwajah Carlson.
Dan sekali lagi, ia sudah berusaha berkali-kali berusaha mencoba membaca dan mengerti hati Carlson, tetapi tetap saja ia tidak dapat membacanya.
Carlson selalu begitu tenang dan bijaksana didepannya, dia tidak dapat membaca dan menebaknya.
Carlson adalah pembunuh dibalik semua ini, tetapi dia masih begitu tenang, bahkan Ferdian tidak bisa melihat ekspresi sedikitpun diwajahnya.
Carlson menganggukkan kepalanya: “Kita harus membawa ayah kembali terlebih dahulu, mengenai masalah lain serahkan saja padaku, aku janji akan memberikan jawaban yang puas untukmu.”
Carlson yang pergi memeriksa dan memberikannya jawaban yang puas.
Jadi Carlson sudah merencanakannya sejak awal, berencana untuk bohong agar Ferdian dapat terbuai oleh “kenyataan yang ada”.
Melihat Carlson begitu ingin membantu, ia sebagai kakak iparnya tidak boleh melarang, biarkan saja dia mengeceknya, ia ingin tahu apa yang akan diperbuat Carlson selanjutnya.
Ferdian terus berkutat dikegalauannya dan tidak merespon perkataan Carlson. Carlson kembali berkata: “Masalah ayah, aku berharap bisa kita selesaikan secara diam-diam, jangan sampai Ariella tahu.”
“Kamu begitu takut Ariella mengetahui masalah ini?” Kata Ferdian dengan suara dingin.
Ternyata!
Carlson pasti melakukan sesuatu kejahatan, makanya ia tidak ingin jika ketahuan oleh Ariella.
Tetapi kertas tidak dapat menahan api, cepat atau lambat Ariella pasti mengetahuinya, dan Ferdian pasti akan membongkar semua kebusukkan Carlson.
“Kamu harus berjanji, jangan beritahu Ariella.” Carlson bukan takut Ariella mengetahuinya, tetapi kematian Fernando sudah menjadi sebuah kenyataan, ia tidak ingin Ariella sekali lagi merasa sedih.
Biasanya kalau Ariella bersedih, lambat laun akan berlalu begitu saja, tetapi kali ini Ariella baru hamil tidak lama, apalagi masih tahap tiga bulan awal yang masih cukup rentan, dokter bilang ia tidak boleh terlalu banyak tekanan, jadi dia tidak mau mengambil resiko.
Ferdian bertanya: “Maksudmu ngga mengizinkan dia bertemu dengan ayah untuk terakhir kalinya?”
Carlson menganggukkan kepalanya: “Dimatanya, ayah sudah lama tiada, dan dia sudah menerima kenyataan itu. Sekarang ayah baru saja kembali tidak lama, ia sudah pergi lagi, kalau saja Ariella tahu semua ini, akan semakin membuatnya sedih dan terluka.”
“Apa yang kamu ngomong benar, kamu ngomong gimana ya gimana.” Ferdian menganggukan kepalanya tetapi nyawanya tidak tahu pergi kemana.
……
Carlson selalu cepat setiap kali menyelesaikan masalah, anak buahnya dengan cepat sudah mengantarkan mayat ayahnya kerumah duka terdekat.
Melihat Carlson berusaha melakukan yang terbaik untuk pemakaman ayahnya, Ferdian mulai merasa ragu apakah semua ini ada kesalahpahaman.
Karena dia benar-benar tidak kepikiran tujuan Carlson membunuh ayahnya itu apa?
Apakah hanya untuk membalaskan dendam Efa, jadi dia merencanakan hal seperti ini, lalu diam-diam membunuhnya dan kemudian menyalahkan orang lain?
Setiap kali keraguan yang muncul dihatinya, membuat Ferdian kagum dengan akting Carlson.
Akting Carlson terlalu bagus, terlalu mirip dengan kenyataan yang ada, sangking bagusnya ia bahkan tidak bisa membedakan antara kenyataan dengan akting.
Setelah semuanya beres, Carlson berkata kepada Ferdian yang sedari tadi hanya terdiam : “Kita pergi mencari pembunuhnya dulu.”
Ferdian mengangguk: “Baik.”
Lalu tidak ada satupun dari mereka yang tahu, ketika perjalanan mengantarkan Fernando ke rumah duka, berita pembunuhan yang terjadi kemarin malam di Pelabuhan sudah tersebar luas.
Kemarin malam ada orang tanpa sengaja memfoto orang yang menjadi korban pembunuhan, dan di sebarluaskan diinternet, kabar ini begitu disebarkan, dalam waktu singkat langsung menjadi trending topik bahkan yang pertama di Internet.