Jika Carlson harus melakukan sesuatu, Ariella memang akan merasa bosan sendirian di rumah.
Dia menonton drama serial di TV untuk sesaat, tetapi dia tidak bisa menemukan siaran TV yang bagus. Mungkin karena pikirannya tidak tertuju pada siaran tv itu, sehingga dia merasa siaran itu tidak bagus.
Dia mematikan TV, dia ingin melakukan sesuatu yang lain, tetapi dia tidak tahu apa lagi yang bisa dia lakukan.
Ketika dia berhenti melakukan sesuatu,pikiran Ariella akan kembali membayangkan ayahnya Zeesha, dan akan bertanya-tanya mengapa dia memberikan racun padanya.
Dia akan bertanya-tanya mengapa ayahnya tidak memberi tahu dirinya bahwa dia adalah istri Carlson walau ayahnya sudah melihat Carlson?
Semakin dia berpikir, Ariella merasa bahwa hal-hal ini makin membingungkan, seperti jaring, menjebaknya dengan erat, sehingga dia tidak bisa bernapas.
Jika ingin mendapatkan jawaban untuk pertanyaan ini, tentu saja tidak mungkin bertanya langsung kepada ayahnya Zeesha, dan dia juga ragu apakah jawaban yang diberikan oleh ayahnya benar.
Dia tahu bahwa dia tidak memiliki ingatan tentang masa lalu, jadi jika Zeesha mengarang sesuatu, mungkin akan membuatnya percaya.
Jadi sekarang Ariella merasa dia hanya memiliki satu jalan, yaitu dia harus menemukan cara untuk memulihkan ingatannya. Hanya dengan memulihkan ingatannya, baru bisa menjawab semua pertanyaan dalam hatinya.
Dengan niat yang kuat untuk memulihkan ingatannya, tentu saja Ariella tidak akan duduk diam tanpa melakukan apa-apa.
Sudah ada sebuah ide di benaknya, agar bisa lebih mengerti dengan masa lalunya dia harus banyak berinteraksi dengan orang dan hal yang pernah berhubungan dengan masa lalunya. Harus menyentuh setiap aspek dan mungkin dengan itu akan lebih mudah membantunya memulihkan ingatannya.
Dari beberapa orang yang harusnya dia kenal akrab dulu, Ariella memilih Puspita sebagai pilihan pertamanya.
Puspita adalah teman baik “Ariella” selama bertahun-tahun. Dia harusnya adalah orang yang paling jelas mengenai masa lalu Ariella.
Ketika berjalan-jalan bersama terakhir kali, Puspita meninggalkan sebuah nomor telpon untuk Ariella dan memberi tahu dia alamat studionya, sehingga tidak sulit bagi Ariella untuk menemukan Puspita.
Ariella keluar dan naik taksi menuju studio Puspita.
Melihat Ariella muncul di pintu studio, Puspita tidak percaya apa yang dia lihat, dia menggosok matanya dengan keras dan memastikan beberapa kali sebelum dia yakin bahwa Ariella benar-benar berdiri di depannya.
Dia memeluk Ariella dan dengan gembira berkata, “Gadis sialan, mengapa kamu tiba-tiba datang untuk menemui aku? Apakah Kamu merindukanku? ”
Mengenai ingatan tentang Puspita, Ariella tidak mengigatnya sama sekali. Hanya saja ketika dia melihat Puspita, dia merasa sangat akrab. Rasanya seperti bertemu teman yang telah dikenal selama bertahun-tahun, dan sudah sangat akrab sampai ke tulang-tulang.
Jelas-jelas dia tidak mengingat apapun, tetapi Ariella malah mengangguk, “Puspita, apakah kamu benar-benar merasa bahwa aku adalah sahabatmu dulu Ariella?”
“Apa yang kamu maksud dengan merasa?” Puspita menyeret Ariella ke kantornya dan berkata dengan keras, “Kamu memang adalah sahabatku. Kita adalah teman sekelas di sekolah menengah. Kita adalah teman sekelas di univertas. Setelah lulus, kita datang bersama-sama ke Pasirbumi dari Kyoto. Kami membuka studio bersama dan mengalami banyak hal bersama. Hubungan kita berdua tidak akan bisa digantikan oleh siapa pun, termasuk Tuan Carlsonmu dan Tuan Gustiku. ”
“Tapi -” Ariella sedikit merasa bersalah. “Tapi aku tidak memiliki ingatan sama sekali tentang kenangan kita bersama. Aku tidak tahu apakah aku masih adalah orang yang kamu kenal.” Aku bahkan merasa asing dengan nama Ariella. ”
“Tidak masalah jika kamu tidak ingat.” Puspita menggengam tangan Ariella dengan erat dan berkata tanpa berhenti, “Riella, selama aku masih ada, kamu bisa menanyakan apapun kepadaku. Aku berjanji akan membantumu memulihkan ingatan masa lalumu. ”
Ariella: “Puspita, aku benar-benar berterima kasih kepadamu, tetapi aku tidak tahu bagaimana harus berterima kasih padamu.”
“Jangan berterima kasih padaku. Jika Kamu benar-benar ingin berterima kasih kepadaku, cepat pulihkan ingatan masa lalumu, lalu kembali ke sisi tuan Carlson, dan juga kembali sisi Riella kecil.” Ketika dia mengatakan nama Carlson dan Riella kecil, raut wajah Puspita menjadi sedih , “Riella, tahukah Kamu? Selama ini aku tidak pernah tahu, seorang pria … ”
Sampai di situ, kata-kata Puspita seperti tersangkut, dia tidak tahu kata-kata apa yang bisa digunakan untuk menggambarkan perasaannya ketika dia pertama kalinya melihat Carlson setelah dia sembuh dari cederanya.
Dia cuma merasa bahwa dengan kepergian Ariella, dampaknya terhadap Carlson jauh lebih besar daripada yang dia bayangkan, bahkan sampai mengerikan, sampai-sampai tidak bisa diungkap dengan kata.-kata.
Dalam benak Puspita, sosok Carlson selalu seperti dewa, sosok yang tak terjangkau, tetapi setelah Ariella pergi, dia menyadari bahwa Carlson adalah seorang manusia, hanya seorang manusia biasa.
Dia memiliki darah dan daging, memiliki perasaan, memiliki cinta, dan seperti orang biasa, tidak ada perbedaan sama sekali.
Tentu saja, tidak ada perbedaan yang dimaksud Puspita mengacu pada perasaan Carlson, tetapi dalam hal karir dan status, Carlson masih adalah sebuah bintang besar yang dapat menutupi langit dengan satu tangan, seorang BOSS besar yang disegani banyak orang.
Ariella menambahkan: “Puspita, jika ada yang mau kamu katakan, katakan saja langsung kepadaku.”
“Tentu saja, Tuan Carlson benar-benar suami yang sangat baik, jadi aku tidak tahu kata-kata apa yang harus digunakan untuk menggambarkannya.” Puspita menghela nafas dan berkata, “Pertama-tama aku mengira dia cuma adalah orang aneh yang menggantikan orang lain untuk kencan buta denganmu. Aku selalu curiga kalau dia mempunyai maksud tersendiri untuk mendekatimu, dan diam-diam mengawasinya.”
Setelah jeda, Puspita melanjutkan: “Setelah beberapa saat, dia mengatakan sepatah kata padaku, baru membuat pandanganku kepadanya berubah.”
Ariella bertanya: “Apa yang dia katakan?”
Puspita berkata setelah memikirkannya sebentar: “Aku lupa apa yang dia katakan secara spesifik. Tetapi intinya adalah dia adalah suamimu dan dia akan melindungimu dengan baik dan tidak akan membiarkanmu terkena bahaya.”
Ariella: “…” Ini memang adalah kata-kata yang akan diucapkan Carlson.
Puspita berkata: “Riella, kamu tidak tahu, setelah aku melihat Tuan Carlson, aku baru merasa betapa beruntungnya kamu ketika Ivander mengkhianati perasaan di antara kalian. Jika sampah itu tidak mengkhianati kamu, mana mungkin kamu bisa bertemu dengan orang baik seperti Tuan Carlson dalam hidupmu? ”
Membicarakan tentang Ivander, raut Puspita masih penuh dengan ketidakpuasan: “Ivander dan Elisa, mereka berdua baru adalah pasangan yang paling cocok, memang sudah sepantasnya Ivander mati di tangan Elisa.”
Puspita makin mengingat hal itu makin marah, dan tidak memperhatikan raut wajah Ariella dan pandangan Ariella.
Dia hanya ingin cepat-cepat membantu Ariella mengingat kembali ingatan masa lalunya, tetapi dia tidak tahu bahwa cara pendekatan yang terlalu bersemangat seperti ini malah mempunyai efek yang terbalik.
Puspita melanjutkan: “Riella, sebenarnya hal-hal seperti ini sudah tidak penting lagi. Yang paling penting adalah ketika aku mendengar kamu tinggal bersama Zeesha, dan aku pada saat itu kaget setengah mati, aku khawatir dia akan menyakitimu. Dan yang paling penting adalah bagaimana kamu bisa bersama dengan seseorang pembunuh yang secara tidak langsung membunuh ibumu? “