Beberapa hal telah terjadi, selalu khawatir tapi juga tidak bisa membantu, Ariella lebih baik tidak memikirkan sebenarnya apa yang ingin Ivander lakukan, lebih baik memikirkan bagaimana dia ingin melewati hidupnya sendiri.
Keluar dari toko makanan anjing, Carlson bertanya pada Ariella: “Masih ingin pergi ke mana?”
Ariella tahu Carlson sangat sibuk, tetapi dia juga ingin egois sesekali, ingin menjadi gadis kecil yang egois di depan suaminya.
Dia mengambil tangan Carlson dan mengguncangnya: “Aku ingin pergi ke pusat perbelanjaan di zona bebas pajak, apa kamu bersedia menemaniku?”
Carlson tidak mengatakan mau atau tidak, membuka pintu mobil: “Naik.”
Ariella sudah berpikir tidak mungkin, tapi malah melihat bahwa Carlson memasukkan pusat perbelanjaan bebas pajak di dalam GPS.
Dulu Carlson tidak mungkin meluangkan waktu untuk mengunjungi pusat perbelanjaan seperti ini, semua yang dia pakai dan gunakan ini dibuat oleh desainer pribadi keluarganya.
Bahkan hingga hal kecil seperti bahan pakaian dalam, harus melewati berkali-kali pemilihan, setelah melewati berbagai prosedur yang teliti, akhirnya baru dikirim ke lemarinya.
Jadi ketika melihat Carlson menemani Ariella untuk pergi berbelanja bersama, Henry dan Daiva yang terus mengikuti mereka sangat terkejut bahkan mata mereka berdua hampir keluar.
Henry yang terlebih dulu tenang kemudian berkata: “Kak Daiva, ketika saat penting dalam rapat video call lintas samudera, sewaktu Presdir Carlson selalu mendengar Ariella dihubungi oleh Ivander, dia segera meninggalkan pihak petinggi Amerika sana dan bergegas pergi ke kafe. Sekarang juga menemani membeli makanan anjing dan berbelanja. Menurutmu apakah hal ini bisa dilakukan oleh Presdir Carlson yang tidak pernah beristirahat sepanjang tahun?”
Daiva menghela nafas tanpa daya: “Ini bukanlah hal yang bisa dilakukan oleh Presdir kita yang pekerja keras itu. Tapi dia sudah sibuk selama bertahun-tahun, dan sekarang ada orang yang bisa membuatnya meluangkan waktu untuk keluar berbelanja dan jalan-jalan, itu juga tidak buruk.”
Henry menatapnya: “Kak Daiva, menurutmu mengapa Presdir kita bisa tiba-tiba memutuskan untuk menikahi Ariella?”
Daiva menggelengkan kepalanya: “Pemikiran Presdir Carlson, aku mana tahu.”
Pemikiran Carlson selalu sangat dalam, jika dia ingin membiarkan mereka mengerti maka mereka bisa memahaminya. Tapi jika dia tidak ingin mereka mengerti, mereka tidak akan bisa melihat apa-apa.
Hal mengenai dia yang menikahi Ariella ini merupakan hal yang tidak bisa ditebak dan dimengerti oleh Daiva dan yang lainnya.
Henry berkata: “Ketika Carlson memutuskan untuk menikahi Ariella, kamu menemani di sampingnya. Kupikir kamu seharusnya tahu.”
Daiva berkata dengan polos: “Ketika dia memutuskan untuk melakukan hal ini, dia menyuruhku untuk melakukan hal lain, ketika aku kembali, mereka sudah mendaftarkan pernikahan mereka dan juga sudah tinggal bersama.”
Henry berpikir kemudian berkata: “Menurutmu apakah kita harus mengatakan hal ini pada Tuan besar? Tuan besar sudah tua, tidak boleh dibuat terkejut, kalau-kalau … ”
Daiva memandang Henry, berkata dengan tegas: “Carlson memiliki rencana sendiri mengenai hal ini, urusan pribadinya tidak butuh kita untuk campur tangan. Kamu dan aku sudah mengikutinya selama bertahun-tahun, batas kesabarannya tidak perlu kuperingatkan lagi padamu.”
Henry juga tahu bahwa dia tidak seharusnya terlalu banyak ikut campur, dia tutup mulut dan tidak lagi menyebutkan masalah agar memberitahu hal ini pada Ayah Carlson, kemudian melihat ke depan ke arah Ariella: “Menurut pengamatanku selama ini, Ariella memang seorang gadis yang baik, tapi sebelumnya Presdir juga pernah bertemu yang lebih baik lagi, tapi tidak pernah melihat Presdir memiliki pemikiran untuk menikah dengan wanita-wanita itu, mengapa dia bisa menikahi Ariella? ”
Daiva berkata dengan lemah: “Kurasa itu seharusnya karena rasa kasihan.”
Tiga tahun lalu, ketika Carlson bertemu dengan Ariella, kebetukan itu merupakan saat Ariella yang paling terpuruk, dia juga terkena muntahan Ariella yang waktu itu sedang mabuk.
Tadinya berpikir bahwa tidak akan mungkin bertemu lagi dengannya, siapa tahu hari pertama setelah kembali ke Kota Pasirbumi tiga tahun kemudian, dia bertemu dengan Ariella.
Saat itu Daiva tidak mengenali Ariella, orang yang hanya dilihatnya sekali tiga tahun lalu, benar-benar tidak begitu mudah untuk diingat. Namun Carlson yang tidak pernah mengingat orang malah langsung mengenali Ariella.
Mereka hari itu melakukan janji temu dengan penanggung jawab Teknologi Inovatif untuk membicarakan masalah pembelian PT itu, kebetulan bertemu dengan Ariella yang sedang kencan buta.
Pria yang melakukan kencan buta dengan Ariella itu berwajah sangat biasa, temperamental, mengobrol dan ingin melakukan hal macam-macam pada Ariella. Ariella memiliki temperamen panas di dalam tulangnya, dia mengangkat tangannya dan menampar orang itu.
Siapa yang tahu orang itu tidak hanya tidak tahu bagaimana harus bertobat, tetapi malah memaki kata-kata kasar, mengatakan bahwa Ariella seorang pelacur tapi masih bersikap suci. Dan juga mengatakan sekali lagi masalah yang terjadi tiga tahun lalu itu.
Henry tidak berpikir begitu: “Ada begitu banyak wanita yang patut dikasihani di dunia ini, mengapa tidak pernah melihat Presdir mengasihani wanita lain?”
Daiva berkata: “Mungkin ini yang kita sebut sebagai takdir.”
Henry berpikir dan kemudian bertanya: “Menurutmu, Presdir kita dalam hal kemampuan mengenali orang sangatlah bururk, hanya pernah bertemu 1 kali 3 tahun yang lalu, bagaimana bisa dia langsung mengenalinya dalam sekali pandangan?”
Daiva berkata: “Carlson adalah orang yang menyukai kebersihan, membiarkan seorang pemabuk muntah di atas tubuhnya, menurutmu apa dia tidak mungkin mengingatnya?”
Berbicara mengenai Carlson yang terkena muntahan di sekujur tubuhnya ini, Henry sedikit senang di atas penderitaan orang lain.
Masalah Ariella yang mabuk dan muntah di atas tubuh Carlson ini, bisa dibilang itu merupakan hal paling menyedihkan dari Carlson dalam 20 tahun terakhir ini.
Henry dan Daiva yang terus berada di belakang Carlson dan Ariella terus mengobrol sepanjang jalan, namun Ariella dan Carlson yang berjalan di depan malah tidak mengatakan sepatah kata pun.
Carlson telah memulihkan keadaan normalnya, kembali ke sosok dingin yang membuat orang lain segan mendekatinya, juga tidak bisa dibilang orang tidak bisa mendekat padanya, tapi dia biasanya memang jarang berbicara.
Sepanjang jalan hanya Ariella yang berbicara, Ariella bertanya, Carlson menjawab, setelah bertanya dengan sangat banyak Ariella sudah tidak bisa menemukan topik untuk dibicarakan.
Carlson tidak berbicara tapi dia tidak pernah melepaskan tangannya dari Ariella, memegangnya dengan erat sepanjang jalan, menggandengnya berjalan perlahan bersama-sama.
Ariella biasanya bukan orang yang suka berjalan-jalan, dia juga tidak punya banyak waktu untuk berjalan-jalan, biasanya ketika ingin membeli apa yang perlu dibeli, dia akan langsung pergi ke toko dan membelinya.
Hari ini dia tidak ingin membeli apapun, jadinya sekarang menjadi berjalan-jalan tanpa tujuan.
Setelah berkeliling beberapa saat, ketika berjalan ke sebuah toko syal bermerek, ini adalah merek yang biasanya ingin Ariella beli tapi dia tidak rela untuk membelinya.
Di toko ini syal yang paling murah saja sudah beberapa juta, jika yang baru rilis sudah puluhan juta, ini biasa disebut barang mewah.
Carlson membelikan sarung tangan pada Ariella beberapa hari yang lalu, Ariella sedang berpikir mengenai apa yang harus dibeli Ariella untuknya, kesempatan akhirnya datang.
Musim dingin akan segera tiba, syal sangat berguna. Syal dengan harga begini, jika dia beli untuk Carlson, seharusnya tidak akan mempermalukan Carlson.
Dia menarik Carlson: “Ayo kita masuk dan berbelanja.”
Carlson mengangguk.
“Selamat da…” Kata itu belum selesai diucapkakan, ekspresi ramah dari staf itu tiba-tiba membeku, mulutnya tergagap. “Pres, Presdir Carlson.”
Ternyata staf itu adalah Madonna yang baru-baru ini dipecat olehnya. Setelah keluar dari perusahaan, dia memilih menjadi sales.
“Apa kamu mengenalku?” Carlson melihat sekilas, dia sama sekali tidak ingat dia mengenal wanita seperti ini.
Ekspresi Madonna yang tadi maish sedikit gembira seketika datar, terutama setelah dia melihat Ariella dan Carlson saling menautkan jari mereka satu sama lain, sangat mesra dan intim, yang membuat Madonna marah.