Mục lục
NOVEL SUAMIKU TERNYATA SEORANG PRESDIR
Thiết lập
Thiết lập
Kích cỡ :
A-
18px
A+
Màu nền :
  • Màu nền:
  • Font chữ:
  • Chiều cao dòng:
  • Kích Cỡ Chữ:

Bab 162 Terlantar





Terpikir seperti begini, Ariella melotot kepadanya: “Aku tidak perlu kamu temanin, kamu kerjain kerjaan kamu saja.”





Carlson: “…..”





Sebenarnya Carlson tidak ingin berpisah dengannya, namun juga tahu sifat Ariella yang selalu mementingkan pekerjaan.





Jika Carlson memaksanya untuk jangan pergi kerja, Ariella pasti akan tidak senang. Melainkan hal yang dia tidak suka adalah membuatnya tidak senang.





Berpikir semalaman, Carlson baru kepikiran ide yang menurut dia bagus, dia temanin Ariella pergi kerja saja, kalau begitu dia bisa melihatnya setiap saat.





Ariella menarik selimutnya dan duduk, juga mendengar Carlson berkata: “Ariella, pelan-pelan.”





Tangan Carlson juga segera menahan pinggangnya, melarang dia untuk bergerak sembarangan.





“Tuan Carlson, mengenai hal tentang punya anak sebenarnya tidak mengerikan seperti yang kau bayangkan.” Ariella merasa dia menjadi dungu.





Ariella bergerak sedikit saja dia sudah panik seperti itu, bagaimana beberapa bulan ke depan?





“……” Carlson membuka mulutnya namun tidak berbicara apapun.





Ariella turun kasur dari sisi lain, kemudian pergi ke kamar mandi, baru saja melangkah beberapa langkah Carlson langsung mengikutinya, mengikuti dia sampai depan kamar mandi, dan dia masih tetap tidak bermaksud untuk berhenti mengikutinya.





Ariella menghadap balik menatapnya: “Tuan Carlson, aku ingin cuci muka dan gosok gigi.”





“Kamar mandi licin, aku temani kamu.”





“Aku juga mau ke toilet, kamu juga mau ikut?”





“Ya.” dia mengangguk kepalanya.





“Kamu masih iya?” Ariella merasa nyesal untuk memberitahunya tentang kabar ini, seharusnya tunggu beberapa bulan lagi, tunggu sampai tidak bisa disembunyikan lagi baru beritahu dia.





Ariella menghirup nafas dengan dalam, mencoba untuk menjelaskan padanya: “Tuan Carlson, hamil betul tidak mengerikan seperti yang kau bayangkan. Kamu juga seharusnya percaya pada aku, aku pasti berhati-hati, tidak akan membiarkan sesuatu terjadi pada anak kita.”





“Kalau begitu aku tunggu di depan pintu.” Ariella tidak mau mundur, jadi Carlson yang mundur saja.





Ariella menatapnya sekali lagi dan menggelengkan kepalanya sambil berjalan masuk ke kamar mandi, pria ini betul seperti orang dungu.





Setelah Ariella selesai, dia benar-benar masih menunggunya di depan pintu, melihat Ariella keluar, dia langsung segera merangkulnya: “Ariella—”





“Tuan Carlson, kamu kalau begini bisa membuat aku merasa terbebani.” Ariella menepuk dadanya, dan berkata, “Tenang, yang melahirkan itu aku, bukan kamu.”





Carlson: “……”





Karena tahu yang melahirkan itu Ariella, makanya dia begitu panik, jikalau yang melahirkan adalah Carlson, dia juga tidak akan peduli.





“Cepat ganti baju, lalu makan sarapan, dan lakukan apa yang harus dilakukan.” Ariella mengatakannya sambil jalan, namun setiap kali dia berjalan satu langkah, Carlson mengikutinya juga.





Ariella berdiri diam, menghadap balik melotot kepadanya: “Carlson, kamu kalau ikuti aku sekali lagi, kita udahan.”





Ariella dibuat kesal olehnya sampai ingin memukulnya hingga pingsan, supaya dia bisa tidur saja, tidak mengikuti setiap langkahnya lagi yang tidak ada lepasnya sama sekali.





Carlson berdiri diam tidak bergerak sama sekali, yang sudah bersiap untuk mengikutinya setiap kali Ariella melangkah.





Ariella sudah selesai mengganti baju, turun ke bawah untuk makan, sudah tidak mau melihat pria dungu yang masih berdiri di sana.





Melihat tampangnya yang dungu, sunggu sulit untuk dibayangkan kalau dia sangat tegas waktu bekerja.





Namun setelah dipikirkan lagi, itu juga karena dia sudah membedakan dengan jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, tidak akan pernah membawa kehidupan pribadinya ke dalam pekerjaan.





Ariella seharusnya menyukainya karena ini. Meskipun tidak bisa berucap kata manis, namun dia selalu peduli dengannya.





Ariella sebenarnya ingin menolak dia mengantarnya pergi kerja, namun melihat Carlson yang khawatir dengannya, dia akhirnya setuju untuk diantarkan olehnnya.





Ariella tidak ingin dia khawatir.





Namun pada saat bekerja, dia setiap satu jam pasti menelpon Ariella menanya tentang kabarnya, Ariella kesal hingga ingin membanting hpnya.





Pada akhirnya karena tidak ingin diganggu oleh Carlson, Ariella mematikan ponselnya.





Melihat layer ponselnya gelap, Ariella menggigit giginya dengan erat sambil berpikir: “Tuan Carlson, aku lihat kamu gimana ganggu aku lagi.”





Akan tetapi, tidak berapa lama kemudian, Ariella langsung menyesal dengan apa yang diperbuat olehnya, tidak dapat menghubungi Ariella, Carlson langsung mendatangi ke kantornya.





Ketika Carlson sampai, Puspita sedang menjemput tamu lainnya.





Dia mengenakan jas silver dan kacamata berbingkai emasnya, mencari keberadaan Ariella, dan langsung melihatnya.





Kemunculan dia mengumpulkan pusat perhatian semua orang kepadanya.





Pengantin baru yang sedang melihat gaun pernikahannya juga fokus dengan Carlson, membuat pasangannya merasa tidak senang, hingga memutar kepalanya dan berkata: “Kamu sudah mau nikah dengan aku, masih lihatin apa?”





“Hanya lihat saja tidak boleh?” dibalasnya.





“Tuan Carlson datang untuk melihat nyonya?” Puspita dengan tersenyum menyapanya, dan juga memberitahu yang lainnya bahwa pria ini sudah ada yang punya.





“Ya.” Carlson menggangukkan kepalanya, melihat Ariella yang sedang sibuk desain gambar di dalam ruang kantornya.





Ariella mengangkat kepala dan melihatnya, mencubit dirinya dan berkata dalam hati: “Pria ini maunya apa? Apakah dia tidak tahu kalau begini aku tidak bisa bekerja dengan baik?”





Tidak hanya hari ini, beberapa hari selanjutnya, Carlson masih panik seperti ini.





Sampai satu minggu kemudian, memastikan kalau Ariella tidak selemah seperti yang dibayangkan, dia baru kembali normal.





Waktu satu minggu yang pendek dilewati seperti itu setiap hari, kalem dan hangat.





Sama seperti mereka, Elisa yang mukanya cacat juga menjalani kehidupannya dengan damai, hari ini di saat dia sedang bersiap untuk makan siang, mendadak datanglah seorang tamu.





Ivander yang duduk di seberangnya, dengan tampangnya yang seperti bos: “Ambilkan sup untuk aku.”





Elisa hanya mengangkat kepala dan melihatnya dengan dingin, kemudian menundukkan kepalanya lanjut makan, bahkan tidak ingin berurusan dengannya.





“Pura-pura tuli?” Ivander memukul meja makan, dan berkata, “Pura-pura tuli kan? Percaya tidak kalau aku buat kamu tuli beneran.”





Ivander adalah orang seperti apa, Elisa sudah menghabiskan banyak waktu untuk mengertinya, pastinya dia percaya kalau Ivander akan membuat dia menjadi tuli beneran, namun dia tidak akan memberinya kesempatan lagi.





Elisa bangkit, melihat-lihat Ivander, dan kemudian menghadap balik pergi ke dapur.





Group Primedia bangkrut, Marsh ditangkap, semua warisan Group Primedia sudah diblokir, Ivander saat ini sedang kemana-mana mencari bantuan orang, namun ditolak, bahkan sekali makan sampai kenyang pun tidak ada, lebih parah daripada anjing liar.





Elisa sekali melangkah ke depan, Ivander mengambil sumpit dan makan sayur yang ada di meja dengan lahap yang besar, sambil makan sambil marah berkata: “Dasar perempuan jalang, aku menderita di luar sana, kamu malah enak-enak di sini.”





Setelah beberapa saat, Elisa jalan keluar dari dapur, dia mengambilkan Ivander satu mangkok penuh sup.





Ivander mengangkat kepala dan melihatnya: “Mukamu hadap ke sebelah, jangan sampai aku lihat mukamu, nafsu makan jadi hilang.”





Ivander meminta Elisa untuk menghadapkan mukanya ke sebelah, Elisa pun turuti dia untuk menghadapkan ke sebelah, lagi pula Elisa juga tidak ingin melihat muka Ivander juga, supaya tidak mimpi buruk.

Danh Sách Chương:

Bạn đang đọc truyện trên website TruyenOnl.COM
BÌNH LUẬN THÀNH VIÊN
BÌNH LUẬN FACEBOOK