Mục lục
NOVEL SUAMIKU TERNYATA SEORANG PRESDIR
Thiết lập
Thiết lập
Kích cỡ :
A-
18px
A+
Màu nền :
  • Màu nền:
  • Font chữ:
  • Chiều cao dòng:
  • Kích Cỡ Chữ:

Bab 112 Hilangnya Martabat





Setelah salju turun udara semakin terasa dingin, Ariella berbaring di dalam ruangan dengan penghangat, hatinya terasa jauh lebih baik dan cuaca dingin tidak mempengaruhinya. Ada beberapa hal yang kalau sudah diputuskan memang harus dilaksanakan, jangan lagi ada keraguan dan ketidakpastian. Sedangkan laki-laki yang berdiri di bawah menari itu, Carlson…. Mengingat Carlson Ariella segera meraih Hpnya dan ingin menelpn Carlson. Ketika dia meraih Hpnya dan hendak menelpon Carlson HP nya berdering, sebuah telpon masuk. Sebuah nomor yang tidak asing dan sangat dia benci, dia melihat layar Hpnya cukup lama kemudian dia memutuskan untuk tidak mengangkat telpon itu, dia tidak ada lagi memiliki urusan dengan keluarga Zeesha.





Ariella tidak ingin berhubungan dengan orang dari keluarga Zeesha akan tetapi Elisa tidak berpikir demikian. Melihat Ariella menolak telponnya dia mengirimkan pesan padanya.





Aku berada di cafe di lantai 3 di hotel tempat kamu tinggal, aku membawa sedikit barang yang ditinggalkan mama untukmu, keluarlah, kita bertemu sebentar.





Elisa tahu di mana kelemahan Ariella, setelah mengirimkan pesan itu dia duduk diam di dalam cafe dan menunggu Ariella datang, dia yakin Ariella pasti akan datang menemuinya. Seperti yang Elisa duga kurang lebih 10 menit kemudian Ariella muncul. Ariella takut dingin, dia tipe orang yang sangat takut dengan cuaca dingin. Ketika musim dingin dia tidak memperdulikan penampilannya lagi, dia mengenakan baju yang sangat tebal dan membungkus tubuhnya seperti sebuah bakcang akan tetapi itu tetap tidak bisa menutupi pesonanya.





Sering kali Elisa merasa iri hati pada Ariella. Dia iri Ariella bisa melawan setiap perintah papanya, iri Ariella mendapatkan cinta lebih dari mamanya, iri karena hasil prestasi Ariella selalu unggul di atasnya, iri karena banyak orang yang menyukai Ariella… Ada orang yang mengatakan iri hati merupakan cara seseorang menghukum diri menggunakan kelebihan yang dimiliki oleh orang lain. Hal ini Elisa sangat mengerti, akan tetapi dia tidak bisa lagi keluar dari lingkaran iri ini. Dia sangat ingin menghancurnya segalanya yang Ariella miliki, menginjak-injak Ariella dan membuat Ariella memandang tinggi dirinya dan iri padanya. Sudah beberapa tahun berlalu dan Ariella masih terlihat begitu hebat dan sekarang dia menikah dengan seorang yang memiliki uang, jabatan, laki-laki yang mencintainya. Sedangkan dirinya? Dia masih tetap mengejar mimpinya dari masih kecil mengejar Ivander berharap ketika Ivander membalikkan badannya dia masih bisa melihat Elisa yang selalu berada di sana diam-diam mendukungnya, dia berharap Ivander akan segera memakaikan baju pengantin kepadanya.





Ivander….





Mengingat nama laki-laki ini perasaan di dalam hati Elisa berkecamuk tidak tentram. Apakah dirinya mencintai Ivander? Elisa bertanya pada dirinya sendiri akan tetapi dia tidak bisa menemukan jawaban yang tepat. Mungkin ini semua karena sejak kecil papanya selalu mengatakan padanya bahwa dia akan menikahi Ivander, jadi dia terus menerus memiliki pemikiran ini di dalam dirinya bahwa Ivander adalah miliknya dan, dan ketika dia mengetahui Ivander bertunangan dengan Ariella rekasi pertama yang dilakukan Elisa adalah merebut kembali Ivander, laki-laki miliknya. Ketika masih kecil Ariella sudah mencuri semua perhatian teman-temannya, dan ketika dewasa Ariela masih juga merebut perhatian laki-laki miliknya. Memiliki seorang adik yang hebat seperti Ariella ini bagaimana dirinya bisa tidak iri hati? Elisa sekarang masih sama, dia tidak ingin melihat Ariella bahagia tanpa melakukan apa-apa.





“Ariella, kamu datang” ucap Elisa senyum merekah di wajahnya.





“Di mana benda yang ingin kamu berikan padaku?” tanya Ariella tanpa basa-basi, dia tidak ingin duduk bersama Elisa di cafe.





“Duduklah dulu,” ucap Elisa sambil mempersilahkan Ariella untuk duduk,” aku masih memiliki beberapa kata yang aku kira kamu tertarik untuk mendengarnya.”





“Aku tidak tertarik dengan setiap perkataan yang kamu ucapkan, aku datang hanya untuk mengambil benda peninggalan dari mama,” jawab Ariella jujur, dia tahu ucapan yang akan diucapkan Elisa bukanlah ucapan yang enak untuk didengar lebih baik jika dirinya tidak mendengarnya.





“Hal yang ingin aku ucapkan ada kaitannya dengan Abraham, kamu benar tidak tertarik?” tanya Elisa lembut sambil menatap Ariella.





“Semua hal yang menyangkut dirinya dia akan memberitahukannya padaku secara langsung, aku tidak perlu orang luar mengatakan hal yang tidak-tidak tentang dirinya,” jawab Ariella segera setelah mendengar perkataan Elisa.





“Apakah dia pernah memberitahumu bahwa kami berdua pernah tidur bersama?” tanya Elisa dengan tatapan menggoda dan senyum di wajahnya.





“Aaa…ternyata kalian pernah tidur bersama,” jawab Ariella sambil mengangguk menandakan dirinya mengerti.





“Kamu tidak percaya?” Elisa merasa caranya ini akan berhasil membuat Ariella terpukul akan tetapi Ariella menghadapinya dengan tenang tanpa perlawanan.





“Elisa, apa gunanya kamu mengatakan ini semua padaku? Meskipun kamu sudah tidur dengannya, kenapa?” jawab Ariella sambil tersenyum dingin,” itu semua adalah masa lalu, istrinya yang sekarang adalah aku.”





“Memangnya kenapa kalau kamu itu istrinya? Kalian sudah menikah begitu lama dan dia tidak menyentuhmu, apakah kamu tidak memiliki pikiran lainnya?” tanya Elisa terus menerus.





Semalam ketika Ivander menginginkan dirinya Ivander mengatakan bahwa Ariella dan Carlson masih belum pernah melakukan hubungan suami istri. Carlson tidak seperti seorang laki-laki tidak normal, Ariella juga tidak terlihat tidak normal, keduanya bersama cukup lama akan tetapi hubungan suami istri pun mereka berdua tidak pernah melakukannya, hal ini membuat orang yang mengetahuinya merasa aneh.





Mendengarnya Ariella benar-benar tidak ingin mengatakan apa-apa lagi, hubungnnya dan Carlson tidak perlu orang luar mengetahuinya dan mengatainya.





Melihat Ariella yang diam saja Elisa merasa kali ini dia telah menggunakan kartu yang benar untuk menyerang Ariella, dia lanjut berkata,” kamu tidak tahu seberapa ganasnya suamimu ketika di atas tempat tidur. Saat pertama kami berdua dia membuatkau dalam waktu 3 hari tidak bisa turun dari tempat tidur.”





“Elisa, kamu juga seorang perempuan tahu malu lah sedikit,” ucap Ariella memperingatkan Elisa, dia tertawa kemudian berbalik badan berencana untuk pergi dari hadapan Elisa.





“Ariella apakah kamu tidak merasa bahwa Carlson memperistrimu itu hanya karena kamu mirip denganku. Baginya kamu hanyalah pengganti diriku.”





Mendengar perkataan Elisa itu Ariella menghentikan langkahnya kemudian berbalik badan menatap Elisa. Elisa masih terlihat sangat cantik, dia terlihat lembut dan anggun hanya saja di matanya tidak ada lagi kehormatan yang harus dimiliki oleh seorang wanita. Wajahnya terlihat mempesona akan tetapi perkataan yang keluar dari mulutnya hanya seperti ini, membosankan dan sangat mengesalkan. Ariella tidak bisa menahan tawanya. Perempuan ini adalah kakaknya, kakaknya yang begitu cantik dan penuh rasa percaya diri, kakaknya yang telah menyakiti hatinya. Ariella tahu Elisa tidak bisa melakukan apa-apa, dia hanya bisa menggunakan perkataan yang membosankan dan kekanak-kanakan ini untuk menyerangnya, Ariella tidak tahu dia ini harus dibenci atau dikasihani. Sebenarnya sebelum Ariella menemui Elisa dia sudah mengetahui bahwa Elisa menggunakan benda milik mama sebagai umpan agar Ariella mau menemuinya, bagaimanapun juga Elisa merupakan anak mama dan dia tidak perlu berlaku seperti ini. Hal ini membuktikan bahwa dirinya masih sangat polos dan bodoh, dia bisa dengan mudahnya percaya bahwa Elisa masih memiliki sedikit hati nurani.





Keluar dari cafe Ariella meraih HP dan menelpon Carlson. Baru saja nada dering berbunyi satu kali Carlson sudah mengangkat telponnya dan berkata dengan suara seksinya, “Ariella?”

Danh Sách Chương:

Bạn đang đọc truyện trên website TruyenOnl.COM
BÌNH LUẬN THÀNH VIÊN
BÌNH LUẬN FACEBOOK