” Nenek, aku……”
“Sebastian, jika tidak bisa, tidak apa-apa…… Nenek dapat melihatmu saja sudah sangat gembira sekali.” Nenek dapat melihat Sebastian serba salah, lebih baik mengerti dia, tidak memaksanya.
“Nenek, aku tidak masalah, besok aku akan membawanya menemuimu.” Hanya bisa meminjam Jane lagi, lagipula sekarang selain dia, Sebastian tidak dapat memilih orang yang lebih cocok lagi.
“Baik, baik, nenek menunggumu.” Mendengar cucunya setuju, nenek tua tertawa seperti anak-anak, kesadarannya terlihat makin membaik, “Anakku, kapan kalian memutuskan akan menikah? Jika nenek masih bisa melihatmu berkeluarga maka akan lebih baik.”
Hidup sudah akan sampai akhir, hari yang tersisa makin lama makin sedikit, hal didalam hati yang tidak rela dilepaskan makin banyak, selalu berpikir bertahan beberapa hari, melihat anak-anak berkeluarga, lebih baik lagi jika dapat menggendong cicit.Sebastian sedikitpun tidak pusing dengan pertanyaan orang tua, dia dengan sabar menemaninya: “Nenek, kami sudah mengambil akta nikah.”
“Ah benarkah?” Kali ini nenek tua sangat terharu sampai matanya sudah berkaca-kaca, cucunya bukan hanya sudah kembali, masih membawa cucu menantu, bagaimana hal ini bisa membuat orang tidak gembira.
Sebastian berkata: “Nenek, kapan aku pernah membohongimu?”
Nenek tua gembira sekali sambil tertawa: “Benar, Sebastian adalah orang yang menepati ucapannya, tidak pernah membohongi nenek, nenek percaya padamu.”
Jelas-jelas nenek tua tidak bertenaga, justru masih berusaha bertahan, Sebastian sangat sedih melihatnya: “Nenek, kamu pejamkan mata beristirahatlah sebentar.”
Nenek tua menggelengkan kepala, menjawab seperti seorang anak kecil: “Sebastian, nenek tidak tidur, kamu akan pergi kalau aku tidur, nenek akan sangat lama sekali baru bisa melihatmu.”
Mendengar kekhawatiran nenek, Sebastian merasa bertanggung jawab: ” Nenek, Sebastian akan selalu menemanimu, tidak akan pergi diam-diam.”
“Aku sudah bilang, cucu tertuaku yang paling menyayangi nenek, nenek juga paling ingin menggendong cicitmu.” Nenek tua memejamkan matanya, namun tangannya masih memegang tangan Sebastian dengan erat, dia takut sekali merenggangkan tangan, dia akan pergi lagi.
“Nenek……” Sebastian menjulurkan tangan, mengusap wajah nenek tua yang kurus dan hanya tersisa kerutan, “Nenek, aku menyayangimu!”
“Abang……”
Tiba-tiba, suara seorang wanita yang merdu dan familiar terdengar dari belakang punggung, membuat badannya terpaku, jantungnya berdebar kencang, seperti ingin melompat keluar dari mulutnya.
“Abang……”
Sebastian tidak bereaksi apa-apa, orang dibelakang badannya sekali lagi memanggilnya, dari suaranya, jarak diantara mereka makin lama makin dekat.
Dia sudah berdiri dibelakang badannya, bagaimanapun, sudah tidak mungkin menghindari bertemu dengannya, Sebastian melepaskan tangan nenek tua, membalikkan kepala melihat. Hari ini dia memakai sebuah rok panjang bermotif bunga-bunga kecil, bukan lagi gaya santai yang familiar olehnya, dia memang tinggi, berdandan seperti ini membuat tubuhnya semakin ramping
Dia yang seperti ini, lebih cantik sedikit dari dia yang ada didalam kenangannya, kekanak-kanakannya makin berkurang, dan makin bertambah gaya dewasa seorang wanita, dengan berdiri disana, dapat membuat orang merasakan keanggunannya.
Tentu saja, dia sudah menjadi istri orang, ada orang yang dia cintai bersama dengannya setiap hari, tentu saja dia bisa dewasa, makin bisa ada kharisma wanita dewasa.
Tiga tahun tidak bertemu, saat bertemu lagi dengan dia, dia mengira dia akan gila, bisa tidak memperdulikan apapun memeluknya, sama sekali tidak menyangka didalam hatinya akan lebih tenang dari yang dia bayangkan. Didalamnya masih bisa sedikit berdebar, hanya saja debaran seperti ini masih dapat diterima dan dalam kontrolnya.
Dia mengakui bahwa dia lebih cantik lebih anggun, dia melihat perasaannya justru sama sekali berbeda dengan sebelumnya, seperti dia hanyalah sebatas adik perempuannya.Dia melihatnya, dia juga memandanginya kembali.”Abang……”
Dia kembali membuka mulut memanggilnya, tiba-tiba mengeluarkan air mata, air mata sebening kristal menggantung diatas bulu matanya, membuat dia kelihatan simpati.Dia tidak bereaksi, pandangan matanya melihat butiran air mata berjatuhan dari ujung matanya, masih seperti dulu, dia akan sakit hati jika melihat dia berair mata. Tidak perduli dia mencintainya atau tidak, namun dia masih berharap dia baik-baik saja.
Dia ingin menjulurkan tangan mengusap air mata, namun kali ini malah tidak menjulurkan keluar.
“Abang, akhirnya kamu sudah kembali.” Dia berjalan mendekatinya, jatuh kedalam pelukannya, menjulurkan tangan memeluk erat dirinya, “Kamu akhirnya kembali.”
Tubuh yang wangi dan lembut masuk kedalam pelukan, ini jelas-jelas tubuh yang dia inginkan selama ini, dulu dia terus menerus berpikir ingin memiliki dirinya.
Saat dia menjulurkan tangan ingin memeluknya, pikirannya justru sangat jelas, dia akhirnya memperjelas jati dirinya sendiri, dia adalah adik perempuannya, dia adalah abangnya.
Kegigihan dia terhadapnya, hanyalah seperti perkataan orang, karena tidak mendapatkan maka akan lebih ingin mendapatkan, beberapa tahun ini, perasaan dia terhadapnya bukanlah cinta, tapi karena dia tidak rela, sampai akhir dia tidak bersedia mengaku kalah.
Setelah dipelihara oleh keluarga Tanjaya, terjadi banyak perubahan besar didalam hidupnya, dia menjadi tuan muda Sebastianyang memukau, orang yang dulunya memandang rendah dia, menjadi orang yang menyanjung dirinya, karenanya dia memunculkan suatu pikiran yang tidak baik, dia merasa semua orang harus menghormati dia.
Namun dia tidak, dia selalu bersikap dingin terhadapnya, selalu menyerangnya, bahkan ada suatu waktu, dia masih pernah berpikir untuk merusak dirinya.Untunglah, dia selalu mengingat ajaran kakek nenek dan ayah ibunya, dia baru menghentikan tangannya tepat waktu, tidak melakukan kesalahan yang tidak dapat ditarik kembali.
Akhirnya memperjelas pikiran, Sebastian menjulurkan tangan memeluknya kembali, pertama kali memeluknya dengan jati diri seorang abang: “Aku kembali melihat nenek.”
Dia sudah berbicara, akhirnya bersedia bicara dengannya, Oriella gembira sambil air mata terus jatuh menetes: “Abang, maafkan aku! Aku yang tidak baik.”
Dia mengusap kepalanya: “Kamu tidak perlu minta maaf padaku. Kamu tidak melakukan kesalahan apa-apa. Semuanya aku yang tidak baik, aku tidak seharusnya membuat semuanya khawatir terhadapku.”
Dia terus menghindar, selalu bersembunyi, menghindar tiga tahun, bersembunyi dari hal yang tidak bisa diterimanya selama tiga tahun, tiba-tiba sudah terpikir dan mengerti saat bertemu dengannya.
Hal ini juga memberitahukan padanya, tidak perduli menemui hal apa, menghindar selamanya tidak bisa menyelesaikan masalah, harus menghadapinya. Seperti masalahnya dengan Jane, harus berdiskusi baik-baik dengannya, tidak boleh lagi membiarkan dia berpikir dirinya setiap hari berpikir bagaimana membuat dia mati.
Dengan kepintaran wanita polos itu, dia ingin membuatnya mati masih bukan hal semenit sejam, dia masih belum benar-benar menghadapinya, dia masih mengira dia memiliki banyak kesabaran.Tiba-tiba Sebastian merasa ada yang lucu, seorang gadis lugu yang polosnya sampai bisa mengambil telur ayam untuk melempar batu, keberanian patut dihargai.
Oriella mengangkat kepalanya dari dalam pelukan, dengan pandangan berharap melihatnya: “Abang, kali ini apakah kamu akankah tinggal?”
Melihat pandangan Oriellayang penuh harapan, Sebastian tidak tega tidak berkata, namun dia juga terpaksa berkata: “Takutnya tidak bisa.”
Mendengar Sebastian berkata tidak bisa, pandangan mata Oriella menjadi hambar, dia diam diam menelan kepahitan, lalu bertanya lagi: “Abang, kamu memutuskan tinggal di Pasirbumi berapa lama?”