Ariella tidak ingin mengatakannya, Carlson juga tidak pernah memaksanya, selama ini dia selalu berusaha keras untuk menghargai keputusannya.
Carlson berkata: “Kalau begitu aku pergi ke ruang buku menyelesaikan perkerjaanku dulu.”
Bertepatan ada yang perlu diselesaikannya, kalau bukan karena Ariella, Carlson mana mungkin mengosongkan waktunya.
“Baik, pergilah.” Ariella pun menutup pintu ruang buku, membalikkan badan dan pergi ke dapur, memakai celemek, mengambil beras dan memasaknya, lalu memetik dan mencuci sayur, gerakannya tidak begitu lincah seperti dulu, tapi rasaya tetap enak.
Tidak menghabisnya waktu yang lama, 3 sayur 1 soup pun sudah siap dihidangkan, Ariella melihat sayur yang dia buat dan sangat percaya diri dengan hasil masakannya.
Dia pun mengetuk pintu ruang buku, memasukkan kepalanya bertanya, “Tuan Carlson, masakan sudah selesai, apakah kamu ada waktu keluar makan?”
Carlson tersenyum padanya berkata, “Nyonya Carlson, tolong tunggu tuan Carlson sebentar yah.”
Ariella pun memberi isyarat Ok dengan tangannya, berkata, “Kamu sibuk dulu, aku tidak buru-buru, aku bisa menunggumu.”
Dia bisa menunggunya, kata yang begitu sederhana pun menusuk ke hati Carlson, membuatnya tidak bisa berpikir untuk seketika.
Ariella pun menutup pintu ruang buku, keluar dan duduk di sofa ruang tamu sambil menonton film, saat menonton, Ariella seolah-olah melihat Mianmian melompat di hadapannya.
Dulu saat dia menonton film, Mianmian demi menarik perhatiannya akan selalu meloncat di depan televisi, lalu berlari ke pelukannya dan berputar-putar, sangat lucu.
Carlson memberitahunya, setelah dia pergi, Mianmian juga pergi, pergi selamanya dari dunia ini ke dunia yang lebih bahagia, seumur hidup ini dia tidak akan bertemu dengannya lagi.
Mianmian dulunya menemaninya melewati hari yang begitu sulit, menemaninya berjalan dari kegelapan, Mianmian mengira dia tidak ada di dunia ini lagi, menggunakan cara menolak makanan untuk meninggalkan dunia ini, awalnya Mianmian ingin menyusulkan, tapi…
Memikirkan ini, Ariella pun menarik nafas yang sangat dalam, dalam hati berkata, “Mianmian, di dunia lain, kamu harus baik-baik saja. Kalau ada kesempatan, kehidupan selanjutnya kita harus bertemu lagi.”
Ding dong—
Bel pintu berbunyi, mengejutkannya yang masih tenggelam di dalam ingatan masa lalu, dia pun berdiri, Carlson juga keluar dari ruang buku.
Carlson duluan pergi membuka pintu, Ariella pun melihatnya, dengan penasaran siapa yang datang mencari mereka jam segini.
Mereka sangat jarang tinggal di sini, barusan datang tidak lama sudah ada orang yang datang mencari mereka, kalau begitu ada kemungkinan besar mereka di ikuti orang dalam waktu yang lama.
Setelah Carlson berbicara dengan orang itu, mereka berbicara dengan menggunakan bahasa inggris.
Ariella sudah tinggal 3 tahun lebih di Milan, kurang lebih dia juga bisa berbicara dengan orang menggunakan bahasa inggris, selama 3 tahun ini kemampuas berbahasa inggrisnya melaju pesar, apa yang sedang Carlson katakan, dia tentu mengerti.
Saat Ariella mendengar sedang serius, Carlson mundur beberapa langkah dan menutup pintu.
Membalikkan kepala melihat tatapan Ariella, menggoyangkan bahu berkata, “Ada sedikit masalah pekerjaan.”
Ada banyak hal yang tidak ingin Carlson katakan padanya, bukan karena tidak percaya padanya, tapi tidak ingin dia berada dalam bahaya, tidak ingin dia khawatir.
Ada hal yang sebenarnya Ariella tahu, dan dia tidak mungkin pura-pura tidak tahu.
Ariella menatap Carlson, berpikir sejenak lalu berkata, “Carlson, apakah kamu tahu kenapa aku mengetahui ada orang yang menaruh alat pelacak di jimat Riella kecil?”
Carlson tahu Ariella sudah menyadari hal itu, Ariella tidak mengatakan padanya, Carlson juga tidak bertanya padanya, mereka berdua sama-sama pura-pura seperti tidak ada yang terjadi.
Ariella tiba-tiba mengungkit masalah ini, Carlson seketika juga tidak tahu harus bagaimana menjawabnya, sedikit khawatir dan juga sedikit senang.
Khawatir Ariella akan menyalahkannya, senang karena dia akhirnya membuka pintu hatinya, bersedia memberitahu hal yang tidak ingin dia beritahukannya dulu.
Ariella berkata: “Hari itu saat aku keluar dari tempat Zeesha, aku menaiki sebuah taksi, setelah taksi berjalan tidak lama, supir pun memberikan sebuah notes padaku, dia memberitahuku di dalam jimat ada alat pelacak.”
“Supir taksi yang memberitahumu?” sangat jelas supir taksi itu bukan supir benaran, hanya saja tidak tahu siapa supir taksi itu?
Ariella menganggukkan kepala, lalu berkata, “Carlson, masalah kamu menaruh alat pelacak di tubuhku, orang yang tahu tidak banyak kan. Namun supir taksi malah mengetahuinya, dan juga tahu dengan jelas dimana alat itu berada, mungkin dia sudah mendapatkan kabar yang pasti.”
Ariella melihat Carlson, mencibirkan bibir, dengan ragu berkata, “Aku tebak, di sampingmu ada mata-mata.”
Pasti ada mata-mata, kalau tidak mana mungkin ada orang yang akan mengetahuinya dengan begitu jelas, dan berpura-pura baik hati memberitahuku, sebenarnya ingin merusak hubungannya dengan Carlson.
Dia sangat berterima kasih dia mengikuti kata hatinya dan tidak sampai dirusak hubungan suami istri mereka karena hal itu, berterima kasih karena dirinya tidak salah paham dengan Carlson.
Sekarang ingatannya sudah kembali, dia baru tahu betapa tulusnya Carlson padanya.
Tengah malam saat dia mimpi buruk, Carlson akan menelepon dan membangunkannya, bukankah itu berarti Carlson setiap saat selalu memperhatikannya, melindunginya, bahkan tengah malam, makanya teleponnya selalu begitu datang tepat waktu.
“En, aku akan menyelidiki masalah ini, kamu tidak perlu khawatir.” Dari awal saat mengetahui Ariella mengeluarkan alat pelacak dan pergi Kyoto sendiri, Carlson sudah tahu di sisinya ada mata-mata, tapi dia tidak mengatakan apapun karena tidak ingin dalam keadaan yang tidak pasti salah menangkap orang.
Carlson sedang menunggu, menunggu waktu yang tepat, saat itu dia akan menarik orang itu keluar, membuat mata-mata yang ada di sisinya itu tidak bisa bersembunyi lagi.
Mengungkit masalah mata-mata, Carlson tetap terlihat begitu tenang, seolah-olah dia sama sekali tidak pedulu, Ariella pun sangat khawatir.
Memikirkan selalu ada sepasang mata yang melihat mereka, memperhatikan setiap gerak gerik mereka, bagaimanapun dia tetap merasa khawatir.
Ariella lalu berkata, “Carlson, berjanjilah padaku, tidak peduli apapun yang terjadi, tolong kamu harus melindungi dirimu baik-baik, tidak peduli kapanpun, kamu tidak boleh lupa bahwa kamu masih memiliki aku dan Riella kecil.”
Carlson mengelus kepalanya, tersenyum lembut: “Apa yang bisa terjadi padaku? Lihat omong kosong apa yang kamu katakan, ayo kita pergi makan.”
“Carlson…” Ariella memeluknya, “Berbicaralah baik-baik, katakan dengan jelas dulu baru pergi makan.”
“Apa yang ingin kamu katakan?” Carlson benar-benar tidak bisa tidak menurutinya.
“Janji padaku, kamu harus melindungi dirimu baik-baik, tidak boleh membiarkan dirimu terluka sedikitpun.” Ariella sangat serius, tatapannya penuh dengan perhatian padanya.
Carlson mengelus kepalanya, dengan lembut tersenyum berkata: “Aku akan melindungi diriku sendiri.”
Karena dengan melindungi dirinya sendiri dengan baik, dia baru memiliki kemampuan untuk melindungi ibu dan anak ini.
Carlson mengangkat wajah Ariella, mendekat dan menciumnya, berkata, “Ariella, pegang tanganku dengan erat, jangan lepaskan lagi.”
“Aku tidak akan melepaskan tanganmu lagi.” Ariella menciumnya, tapi belum sempat menciumnya, dia sudah ditahan Carlson.