Melihat Ariella yang sangat khawatir, Carlson tak bisa menahan dirinya untuk tersenyum dan berkata: “Orang itu sangat sulit diajak bertemu, dan hari ini dia menyetujui bertemu denganku, siapa tahu dia besok akan mengubah keputusannya, jadi aku harus bertemu dengannya hari ini.”
Kata Ariella: “Bukankah selama ini selalu orang lain yang sulit menemui Bos besar ya? Kapan berubah menjadi kau seorang bos besar yang sulit menemui orang lain?”
Siapa Carlson?
Dia orang penting di perusahaan Aces kan, berapa orang yang demi bertemu dengannya, sampai harus mengeluarkan darah pun juga kemungkinan tak bisa bertemu dengannya.
Ariella benar-benar tak bisa menebak, siapa sebenarnya orang itu, kenapa Carlson ingin bertemu dengannya, sepertinya orang itu sangat wow sekali
Carlson tertawa: “Adalah beberapa orang yang aku selalu peduli padanya.”
Ya memang benar hampir tak pernah ada orang yang ia ingin bertemu tapi tak bisa bertemu, dan sekarang ia menurutkan martabatnya untuk bertemu dengan orang itu, hanya karena orang itu berhubungan dengan Ariella
Dan sebaliknya jika sebuah masalah berhubungan dengan Ariella, ia sangat peduli dengan semuanya itu. Ada sebuah kalimat mengatakan, karena terlalu peduli, maka dari itu baru sangat memperhatikan.
“Baiklah kau setir saja.” jawab Ariella pelan, dia tahu ucapannya tak bisa mengubah keputusan Carlson, ia tak menasehatinya lagi, dan tak ingin mengganggu konsentrasi nya menyetir.
Perjalanan selama 1 jam, mereka sampai di desa di pantai timur kota Pasirbumi, dan setelah sampai di desa kecil itu mereka melewati jalan di gunung yang sedikit berliku-liku, baru akhirnya sampai ke sebuah pelabuhan.
Blue Sea villa juga sebenarnya ada di bagian timur kota Pasirbumi, tapi berlawanan dengan pelabuhan yang mereka pergi, satu di timur dan satu lagi di barat, mungkin kalau perjalanan dengan mobil sekitar setengah jam.
“Carlson, siapa sih orang yang sebenarnya ingin kau temui? Kenapa ia mengajakmu berjumpa di tempat yang sangat jauh dan terpencil seperti ini?” Ariella tetap saja tak tenang.
Kalau misal ia seorang customer, dan ingin bertemu di pantai, seharusnya mereka juga akan bertemu di tempat seperti Blue sea villa tempat semacam itu. Blue sea villa memiliki semua yang dibutuhkan untuk bisnis ataupun berlibur, semuanya sangat praktis dan nyaman disana.
“Karena dia suka keheningan, tempat tinggalnya sedikit terpencil.” Carlson memandangi Ariella, dan memandang pada tatapan khawatirnya itu, lalu menjulurkan tangannya dan mengelus-elus kepala Ariella, “Ariella, selalu khawatir ini, khawatir itu, kau bisa cepat tua nanti.”
Ariella pun hanya mendengus, dan sedikit marah katanya: “Meskipun aku berubah tua aku tetap Ibu Riella, dan tetap menjadi istrimu.”
Carlson menjulurkan tangannya dan membetulkan bingkai kacamata yang sudah melorot sampai ke hidung, semakin terlihat senyum di bibirnya: “Iya, ini yang tak bisa diubah oleh orang siapapun.”
Di sela mereka berbicara sudah ada orang yang datang dan mencari Carlson: “Tuan Carlson, Speedboat yang anda perlukan kami sudah menyiapkannya, kapanpun siap berangkat.”
Carlson menggandeng tangan Ariella, ucapnya: “Ayo jalan.”
Ariella juga meresponi genggaman Carlson ini, dan menaiki speedboat bersamanya.
Speedboat ini selain mereka berdua, hanya ada seorang pengemudi speedboat, setelah mengenakan jaket pelampung, mereka segera berangkat.
Speedboat melaju di air, menembus angin, menerpa ombak, bergerak searah besarnya ombak, dan menjauhi daratan, ombak di laut juga semakin lama semakin besar.
Sebentar melemparkan mereka sampai ke ujung ombak, sebentar lagi membawa mereka sampai ke dalam jurang ombak, hati Ariella pun juga naik turun mengikuti arus ombak dan angin.
Sudah sebesar ini, tapi ini pertama kali nya Ariella naik speedboat semacam ini, dia selalu merasa ketika ada ombak datang, mereka bisa tertelan ombak kapanpun itu.
Dia semakin menggenggam erat tangan Carlson, dia panik sampai bibirnya pucat, Carlson memeluk kepala Ariella dalam dekapannya, menepuk-nepuk punggungnya, dan berkata: “Tak usah takut, kita akan segera sampai.”
“Aku tak takut.” Jelas-jelas ia takut sampai-sampai mau copot jantungnya, tapi dia masih tak mau mengakui kalau ia takut, dia tak ingin dirinya bahkan tak bisa membantu Carlson, dan juga sebaliknya semakin membuat kesulitan untuk Carlson.
“Bodoh!” Carlson semakin memeluknya erat, hatinya sedikit sakit, sudah hidup beberapa tahun bersama, dia masih tetap sama seperti dulu, tak berubah sedikitpun, tak bisa secara langsung terbuka dengannya, sehingga ia benar-benar ingin memasuki dunia batinnya dan mengusir kesepian dan ketakutan di dalam hatinya.
Awalnya Ariella sangat takut, tapi ketika ia mendengar detak jantung Carlson yang tetap stabil dan tenang, ketakutan itu juga hilang perlahan.
Karena ia tahu, selama ada Carlson, mereka akan baik-baik saja.
Setelah melewati waktu yang cukup lama, akhirnya, sebuah pulau yang tertutup dengan hutan akhirnya muncul di depan mereka, ada pulau-pulau seperti ini, ombak pun sedikit terhalangi dan ombaknya juga lebih kecil.
“Ariella, kita sudah sampai.” Carlson melepaskannya, dan membiarkannya mendongak untuk melihat-lihat.
Karena sebuah tempat yang belum dikembangkan, pohon-pohon yang masih asri, pemandangan yang indah, pemandangan di depan ini terasa sangat berbeda dengan kemegahan kota Pasirbumi.
“Tempat ini indah sekali.” Melihat pemandangan cantik di depannya, akhirnya tak tersisa sehelai kekhawatiran pun dalam hati Ariella.
“Ehm, memang pemandangannya bagus. Bisa menjadi pertimbangkan berinvestasi dengan pemerintah untuk menjadikan tempat ini sebagai pemandangan pulau paling terkenal di Asia.” Ini lah kehebatan orang-orang bisnis, apa yang mereka lihat, hal pertama yang terlintas dalam pikiran mereka adalah sebuah keuntungan.
“Tempat sebagus ini, lebih baik jangan dirusak kan.” Ariella suka sekali dengan pemandangan alam.
Setelah dikembangkan, pasti akan menghancurkan ekologi asli. Hewan-hewan yang hidup di pulau itu juga tidak memiliki tempat tinggal. Air laut di daerah ini juga akan terkena polusi udara.
Dan sampai pada saati itu, keindahan asli pulau itu hancur, dimana-mana terlihat pemandangan yang dibuat oleh manusia, apa bedanya dengan sebuah resort lainnya kalau begitu.
“Ehm, baiklah kudengar perkataanmu.”Carlson tak kehilangan cara untuk mencari uang hanya dengan kehilangan suatu kesempatan ini, kalau Ariella tak suka, ya sudah tak usah di kembangkan, asalkan ia senang itu sudah sangat cukup.
“Terima kasih bos!” Ariella mengedipkan matanya, dan menggodanya.
“Nyonya Carlson, kita semua satu keluarga, tak usah sungkan.” Carlson tersenyum dan mengelus rambutnya, serta menunduk menciumnya wajahnya.
Saat itu, kecepatan speedboat melambat, pelan-pelan mendekati pulau itu, setelah berhenti, Carlson turun dulu, lalu membantu Ariella turun.
Kata pengemudi speedboat: “Tuan Carlson, kau selesaikan kesibukanmu saja, aku menunggu kalian disini.”
Carlson melambaikan tangan: “Kau kembali saja dulu, aku akan meneleponmu kalau sudah hampir selesai.”
Pengemudi speedboat itu khawatir dan berkata: “Tuan Carlson, pulau ini tak berpenghuni, dan belum dikembangkan juga, tak ada sinyal disini, tak bisa menelepon. Mungkin nanti kau tak bisa menghubungi kami, jadi lebih baik aku tetap menunggu kalian disini.”
Pengemudi speedboat ini orang utusan Henry, dia menuruti perintah Henry, tak peduli apapun ia tetap menyuruhnya agar tinggal di pulau itu, takutnya kalau memang terjadi sesuatu ia bisa segera memberitahu Henry dan yang lain nya secara tepat waktu.
“Kau kembali dan katakana pada Henry, setelah 2 jam kirimkan orang kalian untuk menjemput kami.” Setelah mendengar nada bicara pengemudi speedboat, Carlson tahu bahwa Henry lah yang mengajarkannya.
Tapi, dia tak bisa menyalahkan Henry, Henry hanya khawatir dengan keselamatannya, jadi ia melakukan semua ini dengan sangat hati-hati.
Tapi lawan nya disana jelas-jelas mengatakan ia harus datang sendiri, kalau sampai ada orang lain yang mengikutinya, mungkin Fernando tak mau keluar dan bertemu mereka, bukankah jika begitu percuma ia datang kemari.
Setelah membiarkan pengemudi Speedboat pergi, Carlson membawa Ariella, dan mengikuti rute yang sebelumnya sudah ia terima.
Cepat bertemu dengan Fernando !