Seseorang yang tidak ada ingatan adalah hal yang begitu menyedihkan.
Tapi sambil bercerita, Ariella tersenyum lagi, masih senyuman seperti biasa, senyum yang sangat mungil tetapi tetap terlihat bagus.
Dulu, Carlson selalu merasa senyuman itu sangat indah, tapi sampai hari ini dia baru menyadari kalau it adalah senyuman Ariella saat dia sedang menutupi emosi aslinya.
Melihat senyuman itu, Carlson hanya merasa ada yang pegang pisau dan menggores hatinya.
“Ariella, ayahmu tidak mengerti kamu tapi aku mengerti, aku tahu kamu merasa begitu tidak aman dan takut.” Dia berkata
Karena Carlson juga pernah takut seperti itu, takut kalau selamanya tidak bisa menemukan dia, dan juga menggunakan obat-obatan untuk tidur.
“Kamu mengerti aku?” Ariella menggelengkan kepala dan senyum dengan pahit. Yang dia mengerti seharusnya Ariella itu, bukan dia.
“Ariella, percaya aku.” Seperti balik ke saat itu, saat itu dia tidak percaya dia bisa melawan Ivander, sekarang dia juga tidak percaya kalau Carlson bisa merasakan penderitaannya.
“Apakah aku bisa mempercayaimu?” Mulutnya masih bertanya, tetapi dalam hati bilang percayalah dengan dia, dia pantas dipercaya.
Tiba-tiba Ariella ingat kejadian saat sedang belanja hari ini, dia ingat muncul gambaran dimana ada Carlson.
Carlson itu dan yang ini memakai kacamata yang sama, tinggi dan bentuk badan kira-kira sama, satu-satunya hal yang berbeda adalah yang itu pakai jas abu-abu sedangkan yang ini pakai kemeja putih.
Carlson?Mengapa dia bisa melihat gambaran seperti itu?Ariella mau berpikir tetapi dia mulai merasa tidak enak, hatinya semakin takut, panik, tak berdaya, berbagai macam perasaan menyebabkan dia takut, merasa tidak aman.
Dia ingin sekali gigit Carlson.
Baru ada pikiran seperti itu, dia bergerak lebih cepat dari pikirannya, saat itu dia sudah menggigit pundak Carlson, hanya terlapisi kemeja putih yang tipis, dia menggigitnya dan sobek, seperti binatang buas.
Tidak lama kemudian, kemeja putih itu mulai ada bercak darah, disaat yang sama Ariella juga mencium bau darah.
Tapi dia tidak berhenti, dia masih terus gigit dan tarik, seperti sedang melampiaskan kesepian dan rasa takutnya.
Darah yang merah semakin mengalir semakin banyak, tapi Carlson bahkan tidak kerutkan alisnya, biarkan dirinya digigit.
Dibanding dia yang dibelah perut dan diambil anaknya, dibanding dia yang kehilangan ingatan, dibanding kehidupan dia 3 tahun ini, kesakitan dia digigit pun tidak sebanding.
Menggendong Ariella ke mobil, tapi dia tetap tidak berhenti gitgit, Carlson pun tidak memberhentikannya, setelah menyuruh supir jalankan mobil, dia menunduk dan melihatnya, tetap dengan tatapan yang lembut itu.
Dia tidak hanya tidak memberhentikannya, malah mengelus kepalanya seperti sedang menenangkan binatang buas kecil.
“Ariella.. aku tidak akan biarkan kamu ketakutan, dan juga tidak akan membiarkanmu merasakan kesepian.”Setelah sekian lama, dan hampir sampai rumah, Ariella baru melepaskan Carlson, dan mungkin karena kelelahan Ariella pun tertidur.
Tangan Carlson satunya dipeluk dengan erat, satunya lagi mengelus alisnya dan dalam hati memanggil namanya.
Sebelum bertemu Ariella, lebih tepatnya sebelum Ariella hilang, dia tidak percaya yang namanya cinta.
Di mata dia, 2 orang menikah itu seperti memilih pasangan untuk hidup, asalkan sifatnya cocok, tampang bisa dilihat, tidak ada kebiasaan buruk dalam kehidupan, siapapun yang jadi istrinya, dia akan terima.
Sampai 3 tahun lalu Ariella tiba-tiba menghilang dari hidupnya, setelah merasakan sakit hatinya, dia baru mengetahui. Sebelum bertemu Ariella tidak ada waktu pacaran sebenarnya bukan karena tidak ada waktu, tapi tidak bertemu orang yang cocok untuk diperhatikannya.
Dia mengerti, saat itu dia menikah dengan Ariella bukan hanya karena sifat mereka cocok, tetapi karena dia tidak ingin Ariella dibawa pulang oleh pria lain.
Kalau tidak begini, untuk apa dia menolak pasangan kencan butanya dan pergi duduk di depan Ariella.
Hanya saja EQ dia rendah, saat dia sudah paham, Ariella sudah tidak ada disampingnya, dia telah mencari selama 3 tahun dan masih tidak ada hasil.
Sekarang dia sudah sangat mengerti hati dia. Seumur hidup ini dia hanya mau Ariella.
…
Ketergantungan Arielle terhadarp morfin jauh lebih parah dari yang dipikirkan Carlson.
Saat sekarang Ariella yang berbaring di kasur tidak hanya keringat dingin, tapi juga kesadarannya lemah, dan terus bicara tidak jelas.
Hari ini Carlson melakukan periksa seluruh tubuh, dan juga ambil darah, cara yang disarankan ahli kepada Carlson adalah rehabilitas secara alami.
Rehabilitas secara alami adalah memaksakan pemberentihan konsumsi narkoba, menyiapkan makanan dan cara merawat yang normal, dan agar pecandu memberhentikan secara alami.
Cara ini terutama adalah tidak memberikan narkoba, kekurangannya adalah lebih menderita.
Carlson juga mendengar beberapa cara lain, tapi setelah dipikir secara matang dia menentukan untuk mendengar saran ahli.
Cara ini walaupun menderita, tapi asalkan bersikeras untuk lanjut, setelah berhenti dia tidak akan tercandu lagi, terhadap pemulihan tubuh kedepannya juga lebih membantu.
Dia terus mengelap keringat dingin di dahi Ariella, satu tangan lagi memegang tangannya dengan erat, seperti sedang memberi tenaga kepadanya.
Melihat dia begitu menderita, Carlson berharap yang menderita sekarang adalah dia, dan bukan Ariella yang kecil mungil.
Tidak tahu beberapa lama kemudian, Ariella baru mulai membaik, dia dengan tak berdaya membuka kedua matanya, pelan-pelan kesadarannya mulai kembali, dia juga bisa melihat Carlson yang disampingnya dengan jelas.
Melihat darah di kemejanya, Ariella melotot, tiba-tiba sakit hati: “Apakah kamu terluka? Parah tidak? Bagaimana kamu bisa terluka?””Aku tidak terluka, ini tadi tidak sengaja kena cat.” Dia lalu tersenyum dan mengelus kepalanya “Apakah masih merasa tidak enak?”Ariella menggelengkan kepala: “Tidak kenapa-napa, hanya saja merasa tidak ada tenaga.”Carlson melepas kepalanya lalu berkata lagi: “Kamu pejamkan mata sebentar, aku suruh orang buatkan makanan.”
Ariella dengan lemah tersenyum: “Baiklah.”
“Hmm.” Carlson menyelimuti dia lalu bangun.
“Carlson..””Iya?”
“Tidak apa-apa.” Ariella langsung menggelengkan kepala.