“Abang Hansel……” memanggil Abang Hansel yang selama ini ia kangenin, Oriella seperti anak kecil yang bermanja dipelukannya.
Seberapa banyak keluhan, seberapa kesal, seberapa banyak hal yang tidak pasti, ketika melihat dia, ketika berada dipelukannya, semua hilang begitu saja.
Disaat ini ia hanya ingin berada dipelukannya, hanya ingin terus bermanja dipelukannya, tidak ingin memikirkan tentang tunangannya atau masalah yang lain.
Dia adalah Abang Hansel nya, Abang Hanselnya satu-satunya, dan ia hanya ingin menjadi Riella satu-satunya untuk dia, menjadi Riella untuknya selamanya.
“Abang Hansel, saat kamu ngga berada disamping Riella, kamu tahu ngga seberapa kangennya aku sama kamu?” Ia pelan-pelan menaikkan kepalanya dan melihat kearah dia.
“Aku tahu.” Kata dia sambil mengelus kepalanya.
“Kamu tahu, tapi kenapa ngga sering-sering cari aku?” Oriella mengedipkan matanya, tatapannya jelas dan berbinar.
“Karena Abang Hansel lagi sibuk……” Dia menyampingkan kepalanya, tidak terlalu berani menatap matanya yang jelas dan berbinar, karena ketika melihat tatapan matanya, ia merasa dirinya berbuat kesalahan yang tak dapat dimaafkan.
“Abang Hansel seberapa sibuk?” Ia kembali kedalam pelukannya, wajah kecilnya menempel didada dengan erat hingga ia dapat mendengar suara detak jantung, “Abang Hansel sibuk dengan hal lain, ngga menginginkan Riella lagi ya?”
Suaranya sangat lembut, seperti ketika ia masih kecil lembut dan menggemaskan, Miguel yang mendengar tercekat dengan omongannya, dia mengelus kepalanya: “Abang Hansel sayang sama Riella saja ngga keburu, mana mungkin tidak menginginkan Riella.”
“Aku tahu Abang Hansel pasti ngga rela melepaskan Riella.” Oriella berguling-guling dipelukannya, excited seperti anak kecil.
Miguel mengelus kepalanya sambil tertawa kecil: “gadis kecil yang bodoh.”
“Riella ngga bodoh.” Oriella menarik tangan dia,, meletakkan tangannya pada pipi seperti peliharan kecil yang sedang bermanja pada pemiliknya.
“En, Riella ku ngga bodoh, tapi anak paling pintar didunia ini.” Jelas-jelas ia sudah tumbuh dewasa, tetapi dia berbicara padanya seperti dia berbicaranya padanya waktu kecil.
Mungkin dihatinya, Oriella seperti anak kecil yang tidak bisa tumbuh dewasa, sekalipun ia sudah bertumbuh dewasa, dia masih tetap bersedia menganggapnya seperti anak kecil dan memanjakannya.
“Abang Hansel……sebenarnya kalau kamu sibuk, ngga punya waktu untuk menemaniku, aku bisa mengerti, yang penting kamu jujur, tidak menutup-nutupi sesuatu.” Ia sudah menyampaikannya dengan sangat jelas, Abang Hansel seharusnya tahu apa yang harus dia lakukan.
Miguel: “……”
Oriella kembali mendongakan kepala, dengan lembut berkata: “Abang Hansel, kamu yakin ngga ada hal yang ingin dibicarakan kepadaku?”
Abang Hansel, bicaralah, beritahu semuanya pada Riella, kalau kamu buka suara agar memintaku untuk menunggu, sekalipun meminta aku menunggu selamanya……Riella juga bersedia menunggumu.
Ia ingin sekali mengatakan ini pada Abang Hansel, tetapi ia tidak bisa mengatakannya, ia tidak ingin memaksa Abang Hansel untuk melakukan hal yang tidak ingin dia lakukan.
“Kenapa kamu ngga makan malam?” Miguel mengalihkan pembicaraan, suaranya berat seperti sedang mengajarkan seorang anak kecil dengan tegas, tetapi lebih ke perhatian.
Dia mengalihkan pembicaraan, berarti dia belum ada rencana untuk mengakui idenditas dirinya dengan terbuka, Oriella merasa terkejut, tetapi masih tetap tersenyum: “Karena aku kangen Abang Hansel, ingin bertemu denganmu, tetapi belum ketemu, jadi aku tidak ada nafsu makan.”
“Lain kali kamu ngga boleh kelaparan.” Dia menggandeng tangannya, pergi ke ruang makan, “Aku temanin kamu makan, setidaknya kamu harus makan jangan perut kosong.”
“Abang Hansel, kamu pasti ngga tahu Riella seberapa menyukaimu.” Ia menarik tangan dia, lalu tersenyum tipis, “Riella benar-benar menyukai kamu, sangking menyukainya aku bahkan tetapi memilih untuk stay, walaupun aku tahu tidak seharusnya aku tetap berada disampingmu.”
“Riella, kamu lagi sembarang ngomongin apa sih?” Raut wajah Miguel pelan-pelan berubah, tanpa sadar menggenggam erat tanganya, khawatir ia akan melepaskan tangannya, lalu kedua sayapnya muncul dan pergi.
“Abang Hansel, aku lagi ngga sembarang ngomong.” Oriella tertawa, “Hari ini ayahku menelponku, memintaku untuk pulang ke Newyork, kalau aku ngga nurut, dia akan datang sendiri untuk membawaku pulang. Aku tahu jelas kalau apa yang ayah ngomong pasti akan dilakukannya, tetapi aku malah melanggarnya dan malah ikut supir untuk kembali ke sisi kamu.”
Ayahnya tidak meneleponnya, hanya saja ia mencari alasan karena ia tiba-tiba membeli tiket untuk kembali ke Newyork tetapi batal pergi, membuat Abang Hansel percaya pada alasannya.
“Riella……” Miguel mengangkat tangan dan mengelus pipinya, “Abang Hansel ngga akan membiarkan kamu pergi. Sekalipun ayahmu datang untuk membawamu pergi, Abang Hansel juga ngga akan membiarkan kamu pergi.”
“Abang Hansel…….”
“Riella……” Dia menundukkan kepalanya mencium dahi Riella, lalu membawanya kedalam pelukan, “Riella, tetaplah berada disamping Abang Hansel, temanin Abang Hansel ya?”
Setelah dia melontarkan pertanyaan ini, Miguel menahan nafas menunggu jawaban dari Oriella, dia memerlukan jawaban pasti dari dirinya.
Dia benar-benar kesepian untuk waktu yang cukup lama, dia sangat berharap anak ini bisa terus menemaninya, membuat hatinya tak lagi hampa.
“Abang Hansel, Riella tentu saja bersedia menemanimu.” Sekalipun dia tidak mengakui identitas asli dia, tidak bersedia jujur tentang tunangannya, mendengar perkataan dia, ia masih bersedia untuk percaya padanya, menunggunya, tanpa keluhan dan penyesalan.
“En, Riella paling baik.” Mendengar jawabannya, Miguel memegang wajahnya dan mencium bibirnya.
Awalnya ia hanya menciumnya dengan pelan, siapa sangka setelah menciumnya, aroma gadis kecil ini menusuk hidungnya, dan membuatnya semakin dalam menciumnya.
“Abang Hansel……” Ketika dia melepaskannya, dengan nafasnya yang belom stabil, ia langsung kembali kedalam pelukannya, “Riella mau kamu janji satu hal sama Riella.”
“Hal apa?” Anak ini sangat menggoda, sangking menggodanya ingin sekali dirinya menelannya kedalam perut.
Tetapi anak tidak tahu bahwa dirinya sangat begitu menggoda, ia masih menempelkan badan yang lembut kedalam pelukannya.
Ia pasti tidak tahu, dia harus sekuat tenaga mengontrol diri untuk tidak melakukan hal yang lebih pada dirinya.
“Abang Hansel, kamu harus janji pada Riella, hanya boleh seperti ini mencium Riella seorang diri, ngga boleh mencium orang lain……bahkan perempuan yang memiliki hubungan denganmu juga tidak boleh.” Dia menggerutukan giginya dan dengan serius berkata.
Dia memang seorang anak perempuan yang suka monopoli, egois dan pelit, ia tidak ingin Abang Hansel nya baik pada perempuan lain, lebih tidak ingin lagi jika Abang Hansel melakukan hal dimana yang hanya boleh dilakukan untuknya.
“Riella aku bagaikan coklat putih, sedangkan orang yang kamu maksud seperti coklat biasa, orang yang sudah mencoba Riella ku, mana mungkin berani mencoba memasuki mulut lagi.” Dia melihat Riella dan berbicara dengan sangat serius.
Oriella memonyongkan mulutnya: “Abang Hansel, perkataan seperti ini yang membuat perempuan senang, kamu hanya boleh berkata padaku saja, ngga boleh untuk orang lain.”
Dia tertawa: “Tentu saja hanya berkata pada Riella aku.”
Ia masih ada sedikit kekhawatiran: “Tetapi Abang Hansel……hanya akan terus menghadapi Riella seorang, apakah kamu akan merasa bosan?”
Dia kembali bertanya: ” Apakah Riella akan merasa bosan jika hanya bersama Abang Hansel?”
Oriella tanpa berpikir langsung menggelengkan kepala: “Ngga mungkin, Riella tidak sabar tiap saat bisa berada disamping Abang Hansel, mana mungkin merasa bosan.”
“Aku juga begitu.” Dia sekali lagi mengelusnya dan membawanya kedalam pelukan, memeluknya, “Abang Hansel seumur hidup ngga akan bosan dengan Riella. Tidak satu hari dua hari, tapi selamanya!”