Mục lục
NOVEL SUAMIKU TERNYATA SEORANG PRESDIR
Thiết lập
Thiết lập
Kích cỡ :
A-
18px
A+
Màu nền :
  • Màu nền:
  • Font chữ:
  • Chiều cao dòng:
  • Kích Cỡ Chữ:

Bab 133 Tidak Mengangkat Panggilan Teleponmu





Mendengar perkataan Ariella, Carlson segera berjalan ke arahnya.





Ia membuka pintu, menggendongnya, dan berkata dingin pada orang di sampingnya, “Segera panggil dokter.”





Ariella melingkarkan tangannya ke leher Carlson, lalu merayap ke sudut mulutnya, menciumnya, dan tersenyum puas, “Asal kau tidak marah, kakiku tidak akan sakit.”





Berani-beraninya ia mempermainkannya!





Melihat wajahnya yang tersenyum, senyum yang begitu mempesona dan memukau orang, rasanya hati Carlson seperti dihantam oleh sesuatu lagi, lubuk hatinya seperti ada sesuatu yang menggelitik.





Dia pulang karena sungguh-sungguh mengkhawatirkannya, ia pulang bukan untuk bermusuhan dengannya. Asalkan dia baik-baik saja itu sudah cukup, untuk apa dia marah dan mendiamkannya.





“Apa kau masih mau marah padaku?” Ariella melebarkan matanya, lalu turun dari gendongannya. Sekali lagi diulurkannya tangannya dan mengusap dada Carlson, meraba hingga ke bagian jantungnya. Di bagian itulah malam kemarin lalu ditinggalkannya bekas gigitan ketika mereka bermesraan.





Sepertinya Carlson juga memikirkan hal yang sama dengannya, ia langsung menahan tangan Ariella dan memperingatkannya dengan suara berat, “Jangan sembarangan sentuh.”





“Kalau begitu beritahu aku, apa kau masih marah padaku?” Ia kembali melebarkan matanya dan menatapnya dengan tatapan nakal, mengharuskan Carlson mengakui dengan mulutnya sendiri bahwa ia sudah tidak marah lagi.





Carlson hanya tidak ingin mengakuinya, ia menggandeng tangannya dan berkata, “Jalan, masuk ke dalam.”





“Mianmian.” Ariella menoleh ke belakang dan memanggil Mianmian. Sampai setelah anak itu mengikutinya, barulah ia bertanya pada Carlson, “Tempat apa ini?”





Carlson berkata, “Ini rumah kita.”





“Rumah baru kita?” Ariella memandang sekeliling, tidak dapat memercayai apa yang baru didengarnya.





Kompleks perumahan Northfork Estate yang begitu mewah ini, katanya rumah di sini bukan sembarang orang yang mampu membelinya. Karena tidak cukup hanya memiliki uang saja, tapi juga harus memenuhi syarat dari pihak pengembang.





Tapi Ariella tersadar dengan segera, ini adalah Northfork Estate, salah satu dari produk kelas atas yang dibuka oleh Aces Real Estate.





Carlson setiap hari bekerja keras untuk bosnya, sepertinya ini adalah bonus atas jerih payahnya.





Dia tersenyum, lalu mencandainya, “Bosmu memberikan ini? Kalau benar, apakah setiap bagian manajemen tingkat atas mendapatkan 1 unit?”





“Bukan.” Carlson tidak tahu bagaimana menjawabnya, ia merasa saat ini tidak perlu memberitahunya mengenai identitasnya sebagai Carlton dari Aces. Dia juga sepertinya tidak akan bertanya, jadi Carlson pun tidak memberitahunya.





Baru kemudian setelah pelan-pelan berkembang, entah darimana ia bisa mendengar laporan mengenai identitas Carlton, dan punya gambaran yang kurang bagus terhadap orang bernama Carlton ini.





Kalaupun memberitahunya tentang identitasnya, ia khawatir Ariella tidak dapat menerimanya, jadi ia harus memikirkannya baik-baik, mencari kesempatan yang tepat untuk membicarakannya dengan jelas.





“Tuan, Nyonya.” Bu Vita si pengurus rumah beserta belasan pelayan lainnya berdiri berbaris, menyambut pemilik rumah dengan gaya yang resmi.





“Hm.” Carlson mengangguk.





“Nyonya, aku adalah Vita pengurus rumah ini, jika ada sesuatu yang kau perlukan, silahkan langsung memanggilku.” Bu Vita mewakili seluruh pelayan menyampaikan kata-katanya.





“Terima kasih, Bu Vita.” Melihat sekelompok orang itu, dan melihat hunian yang begitu megah ini, membuat Ariella sedikit gugup. Ia menggenggam Carlson dengan erat lalu berkata, “Carlson, kita tidak usah pindah rumah saja.”





Ariella merasa dirinya hanyalah seorang biasa, lebih nyaman tinggal di tempat yang lebih kecil. Apalagi ada orang yang menyambutnya, membuatnya risih.





Dan lagi dia merasa Montana lebih mirip rumah.





Setiap hari setelah pulang ke rumah, itu adalah dunianya dengan Carlson, tidak ada orang lain lagi yang mengganggu mereka.





Sedangkan di sini, banyak yang melayani mereka di dalam dan luar, ada kalanya ia merasa tidak leluasa ketika hendak melakukan sesuatu pada Carlson.





Carlson berkata, “Selama tahun baru, banyak keluarga yang akan kembali dari luar negeri, saat itu mereka akan tinggal di sini. Sebagai nyonya rumah, kau sebaiknya membiasakan diri dulu dengan lingkungan sini, sehingga nantinya dapat menyambut mereka dengan baik.”





Mendengar perkataannya, mendadak Ariella tercengang, bukan tercengang karena takut, melainkan perasaan tidak tenang seorang menantu yang akan bertemu dengan kerabat suaminya.





Buru-buru Ariella bertanya, “Kira-kira kapan mereka akan datang?”





“Masih beberapa hari lagi.” Keluarga Carlson tidak memberikan kabar apa-apa, Carlson sendiri tidak tahu kapan mereka tepatnya akan tiba.





Ditambah lagi, ayahnya itu punya kebiasaan sesuka hatinya. Kapan ia ingin pergi ia akan pergi, tidak pernah ada perencanaan terlebih dulu.





Mendengar masih beberapa hari lagi, Ariella segera menepuk dadanya untuk melegakan hatinya.





Kakek, ayah, ibu, tiga orang keluarga Carlson inilah keluarga kandungnya.





Sebagai generasi muda, sudah seharusnya ia menyiapkan buah tangan bagi generasi senior itu. Hanya saja keadaan ekonomi keluarga Carlson jauh lebih baik darinya, apa yang sebaiknya ia berikan?





Memikirkan hal ini, ia kembali menatap Carlson, “Carlson, apa hobi kakek dan ayah ibumu? Bisakah kau ceritakan padaku secara rinci?”





“Mereka semua orang yang mudah bergaul. Hal-hal yang perlu diperhatikan, besok aku akan minta Bu Vita memberitahumu.” Carlson yang biasanya sedikit berbicara sepertinya telah sangat berbaik hati menjelaskan padanya.





Pekerjaannya belum selesai, besok pagi-pagi sekali ia akan berangkat, ia harus mengejar jadwal rapat besok pagi jam 10. Maka ia hanya bisa meminta Bu Vita untuk menjaga Ariella baik-baik.





Sambil berjalan, tiba-tiba Carlson menghentikan langkahnya dan bertanya, “Kenapa hari ini kau tidak mengangkat teleponku?”





“Kau meneleponku?” Ariella segera melihat teleponnya, tapi ia tidak menemukannya di seluruh bagian tubuh maupun tasnya.





Dia memandangnya, lalu tersenyum dengan tak enak, “Mungkin terjatuh di rumah Puspita, jadi tidak dengar ketika kau meneleponku.”





Mendengar penjelasannya, Carlson mengerutkan dahi.





Ariella tiba-tiba tertawa, “Jadi barusan kau marah karena aku tidak menerima teleponmu?”





Carlson benar-benar merasa dongkol, tapi mau tak mau ia mengangguk.





Ia ingin memberitahu kesalahannya, dan memperingatkannya untuk tidak mengulanginya lagi.





“Carlson, maaf sekali, aku selalu saja membuatmu khawatir, lain kali aku akan lebih berhati-hati.” Mengingat Carlson yang meninggalkan pekerjaannya karena ia tidak menjawab teleponnya benar-benar membuat hatinya merasa bersalah.





Carlson mengusap kepalanya, “Lain kali jangan seceroboh itu.”





Ariella menganggukkan kepalanya, “Lain kali aku tidak akan membuatmu khawatir.”





Carlson menggandeng tangan Ariella menuju ruang tengah, Ariella melihat-lihat ruangan itu. Ruangan itu didesain dengan sederhana, sangat mencerminkan gaya Carlson.





Carlson berkata lagi, “Kamar kita ada di lantai 3. Pergilah dulu dan lihatlah kamar kita. Bu Vita akan akan membawamu berkeliling besok.”





“Ya.” Ariella mengangguk, tapi karena Carlson masih menggandeng tangannya, ia pun mengikuti Carlson menaikki anak-anak tangga, selangkah demi selangkah ke atas.





Kamar mereka ditata sama persis dengan kamar mereka yang di Montana, hanya saja luasnya dua kali lipat lebih besar.

Danh Sách Chương:

Bạn đang đọc truyện trên website TruyenOnl.COM
BÌNH LUẬN THÀNH VIÊN
BÌNH LUẬN FACEBOOK