Waktu makan siang sudah tiba, Riella menerima telepon Carlson lagi, berkata dia sudah berada di bawah menunggunya.
Dia juga sudah menunggunya di lantai bawah, walaupun dia tidak ingin pergi juga tidak bisa menolaknya, apalagi dalam hatinya dia juga ingin makan siang bersamanya.
Saat istirahat siang, orang yang berlalu-lalang di bawah perusahaan sangatlah banyak, tetapi di dalam kerumunan orang Riella bisa dalam sekejap menemukan Carlson.
Sering mendengarkan orang menggunakan kata “Seperti seekor bangau yang berada di antara kerumunan ayam” untuk mendeskripsikan seseorang yang sangat menonjol, tetapi menurut Riella bahkan kata ini tidak cukup untuk mendeskripsikan seorang Carlson.
Dengan baju yang modelnya jelek, kalau sudah dipakainya, seperti bisa muncul pemandangan yang berbeda, orang yang memandangnya juga bisa berhenti berjalan.
Lihat saja, ada beberapa karyawan wanita tidak bisa menggunakan kaki mereka untuk berjalan lagi, memandangnya terus, mereka kelihatannya seperti akan terjun menerkam di badan Carlson.
Seketika, Riella ada sedikit perasaan tidak senang, seperti barang terpentingnya sudah ditemukan oleh orang lain.
Dia mempercepat langkahnya untuk berjalan ke sisi Carlson, dengan tertawa berkata: “Tuan, sudah menunggu lama kan.”
“Baru saja sampai.” dengan tatapan lembutnya, lengannya terulur dan memeluk Riella, sama sekali tidak memedulikan tatapan dari orang yang berada di sekitar mereka.
Setiap memikirkan hal yang dialami oleh Riella selama 3 tahun ini, teringat dia bukan hanya kehilangan memori, tetapi juga kehilangan suami dan anak, juga dikontrol oleh obat dari pembunuh orang tuanya Zeesha. Hidupnya seperti seorang boneka, hati Carlson sangat sakit.
“Carlson, jangan begini.” Riella mendorongnya, tetapi malah dipeluk lebih erat oleh Carlson, tenaganya kuat sampai-sampai Riella hampir tidak bisa bernafas lagi.
Carlson memeluknya, menempelkan mukanya di samping telinga Riella dan dengan lembut memanggil namanya:”Riella, Riella….’
Berkali-kali, dengan suaranya yang rendah nan serak, seperti sedang mengasihaninya, dan juga seperti peraasaan campur aduk terhadap Riella.
Dengan aneh, hati Riella tiba-tiba muncul rasa sakit dan nyeri, awalnya dia yang sedang mendorong Carlson juga terhenti, mengangkat tangannya dan memeluk pinggangnya yang kurus itu.
Dia ingin berkata kepadanya:”Jangan takut. Aku ada disini.”
Tapi, dia tidak bisa mengatakannya.
Karena dia tidak mengerti apa yang ditakutkannya, apakah dia takut akan kehilangan”Riella” lagi?
“Riella….” dia memanggil namanya lagi.
“Tuan, kamu menggunakan suara ini untuk memanggilku lagi, mungkin sebentar lagi aku akan marah.” Riella dengan santai tersenyum.
Bahkan dia juga tidak tahu dia suka sifat Carlson yang mana, mungkin dia peduli terhadapnya, atau iri terhadap perasaannya kepada istrinya itu?
“Riella, kamu boleh marah kepadaku, boleh memukulku, boleh memarahiku, kamu ingin apa juga aku perbolehkan…” asalkan kamu jangan meninggalkan aku, tidak membiarkan hidupku tanpamu, biarkan aku yang menjagamu, bahkan kalau kamu ingin naik ke atas langit, aku juga rela menemanimu.
“Ahh…aku hanya ingin kamu melepaskanku, banyak orang yang sedang melihat kita.” pria ini, caranya mengejar wanita sangatlah hebat.
Wajahnya begitu tampan, suaranya juga merdu, banyak duit, paling pentingnya dia juga lembut dan pedulian, asalkan dia bersedia, apakah dia akan mencari cara memenangkan seluruh hati cewek yang ada di dunia ini?
Dengan seseorang yang begitu sempurna, semua orang juga ingin melihat pria yang bersamanya, tekanan dia sangatlah besar.
Juga tidak tahu apakah nyonya dulu sewaktu berada di sampingnya merasa begitu tidak aman? Apakah dia setiap hari juga berusaha menjaganya dari orang lain?
Kalau tidak mungkin dia sudah direbut oleh cewek lain.
“Ayo, kita pergi makan.” Carlson juga merasa responnya sudah kelewatan, perlahan-lahan menenangkan perasaannya, mengandengnya berjalan pergi.
“Ya.” Riella menganggukkan kepalanya.
Restoran tempat makan siangnya juga selalu sama, restoran Lily ruang 1808.
Hanya untuk makan siang saja, setiap kali selalu memesan satu ruangan, Riella merasa ini adalah pemborosan, tetapi mengingat status Carlson, pasti tidak ingin berkumpul dengan orang lain.
Setelah sampai di restoran Lily ruang 1808, Riella baru sadar bahwa hari ini bukan hanya mereka berdua, masih ada satu orang lagi.
Orang ini, sebelumnya Riella pernah berjumpa dengannya, pamannya Riella kecil, dia sekilas mengingat namanya, sepertinya Ferdian sejenis ini.
Ibunya Riella kecil bernama”Ariella”, Riella pun bingung, kenapa Abang dari “Ariella” bernama Ferdian?
“Nona Riella, kita bertemu lagi.” kelakuan Ferdian masih tidak beres seperti sebelumnya,”Berbanding dengan terakhir kali kita bertemu, kamu tambah cantik lagi.”
“Tuan Ferdian juga makin ganteng saja.” Riella berkata.
Terhadap orang ini, Riella juga tidak membencinya, walaupun setiap dia berbicara kelakuannya selalu tidak beres.
Ferdian sambil tertawa berkata:”Kalau dengan Tuan Carlson, siapa lebih ganteng?”
“Pasti Tuan Carlson dong.” Riella ingin menjawab begitu, tetapi dia tidak ingin melukai harga diri seseorang, dengan pintar menjawab dengan cara,”Kalau begitu, bagaimana menurut Tuan Ferdian?”
Ferdian memunculkan suatu ekspresi terkejut, berkata:”Pasti saya dong. Masih ada yang perlu diperdebatkan lagi?”
Riella:”….”
Baiklah, orang yang percaya diri paling ganteng.
Carlson melihat kelakuan mereka berdua, ada sedikit cemburu.
Saat pertama kali Riella berkenalan dengannya, sangat sopan dan segan terhadapnya,kenapa terhadap Ferdian begitu ramah, hubungan darah memeang sesuatu yang sangat ajaib.
Walaupun dia dan Riella tidak mempunyai hubungan darah, tetapi kedua orang ini tetap sangat akrab, siapa yang bisa berbanding dengannya? Riella hanya tidak dekat dengannya saja.
“Haiya, Tuan sepertinya sudah cemburu. Nona, kalau begitu lebih baik aku menjauh darimu, jangan nanti kamu suka padaku, aku akan dimusnahkan oleh Tuan.” Ferdian berkata.
Sekarang dia setiap hari mencari cara untuk memulihkan ingatan Riella, Carlson tidak berani berbuat apa-apa padanya, jadi dia gunakan kesempatan ini untuk bercanda dengan Tuan yang sangat angkuh dimatanya ini, juga bisa menambah keceriaan di hidupnya yang membosankan ini.
“Puahahah…” melihat nada Ferdian yang begitu sombongnya, Riella tidak tahan untuk tertawa, tertawa dengan sangat senang.
“Adik ipar, kamu lihat Riella sudah tertawa, aku paling hebat kan.”
“Adik ipar” dua kata ini, seperti tiba-tiba menabrak saraf ingatan di kepala Riella, sepertinya dia sudah pernah melihat adegan ini.
Otaknya berhenti sesaat, di pandangan matanya terlintas sebentar….adik ipar, Abang, perempuan yang sedang hamil.
Adegan yang begitu jelas, sewaktu Riella ingin mengingat lebih dalam, di dalam otaknya hanya tertinggal kekosongan, apapun juga tidak ada.
Beberapa hari ini, di dalam pikirannya selalu bermunculan adegan-adegan yang aneh, sewaktu dia ingin memperjelas adegan itu malah apapun tidak ada.
Ferdian berkata lagi:”Nona Ariella, aku bilang padamu, Tuan Carlson tiap hari hanya bisa berakting, berakting menjadi seseorang yang sombong di depan banyak orang, tetapi sebenarnya dia adalah pria yang sangat memedulikan istrinya, setelah kamu sering berkomunikasi dengannya, kamu pasti akan mengerti betapa baiknya dia.”
Riella bertanya balik:”Dia sombong?”
Terhadap sifat Carlson, Riella belum pernah melihat ada watak sombong atau dingin di Carlson.
Dia adalah seorang pria yang baik yang sangat menyayangi istrinya, ini adalah sesuatu yang pasti—–tetapi apa yang bisa Riella harapkan dari seorang Carlson?