Dua tiga tahun ini kenyenyakan tidur Riella sangat tidak bagus, tiap malam kebanyakan dibangunkan oleh mimpi buruk, sehingga jam tidurnya selalu lebih malam, berharap sewaktu tidur akan tidur nyenyak sampai pagi.
Tetapi cara ini masih tidak berguna, setiap dia menutup matanya akan bermunculan macam-macam mimpi buruk untuk membangunkannya.
Hari ini dia mimpi lagi, melihat banyak orang berbaju putih mengambil jarum menghadap dia, menusuk dan memasukkan zat yang tidak jelas ke tubuhnya melalui jarum tersebut.
Dia melawan, dia menolak, tetapi semua itu tidak ada gunanya, seperti ada satu net transparan yang menahannya, dia hanya bisa pasrah dan menerima semuanya.
“Riella….”
Dalam kegelapan, muncullah suara rendah yang memanggil namanya, suara laki-laki yang sangat akrab tetapi sangat jauh.
Mengikuti suara ini, dia melihat ada satu bayangan hitam berjalan menujunya, bayangan hitam itu makin lama makin dekat, dia ingin mengulurkan tangannya untuk menangkap dia, sewaktu dia hampir menangkap bayangan tersebut, orang berjubah putih menangkapnya menjauhi bayangan itu, setiap orang memegang jarum yang besarnya sebesar pergelangan tangan dan menusuk ke dalam tubuhnya.
Riella melawan dan berteriak:”Jangan, jangan……….”
Di saat dia paling tak berdaya, telepon yang berada di sampingnya berbunyi, seperti bel yang berbunyi di surga, membawanya keluar dari mimpi buruk itu.
Sewaktu Riella mendesah dan perasaannya yang belum stabil, dia juga segera mengelap tetesan keringat yang berada di dahinya, sambil memegang telepon dan mengangkatnya: “Halo?”
Suaranya masih bergetar, tidak bisa disembunyikan.
Dia tidak melihat jelas siapa yang meneleponinya, hanya merasa bahwa telepon ini datang pada waktu yang tepat, menariknya keluar dari mimpi buruk itu.
“Riella, ini Carlson.”
Suara yang rendah pun merambat keluar dari speaker teleponnya, dan suara itu seperti bisa menenangkannya.
…..Carlson lagi.
Riella teringat beberapa hari lalu sewaktu dia mimpi buruk, Carlson juga yang meneleponinya di saat yang tepat dan menariknya keluar dari mimpi tersebut, seperti dia selalu tahu apa yang sedang dihadapinya.
Kenapa dia bisa selalu muncul disaat Riella membutuhkannya ?
Dia jelas tahu di dalam pandangan lelaki tersebut, dirinya sendiri hanyalah pengganti istrinya yang sudah meninggal itu….tetapi, mendengar suara rendahnya yang seperti cello itu, dia dengan tidak sadarnya merasakan terlindungi, seperti di malam yang gelap muncul seberkas cahaya, seperti di saat musim dingin muncullah pelukan hangat.
Dia menghembuskan nafasnya dengan panjang, berusaha menggunakan suara yang tenang untuk berbicara dengannya, tidak tahu mengapa dia tidak ingin lelaki itu mengetahui apa yang sedang dipikirkannya:”sudah begitu malam, ada masalah apa?”
“Tiba-tiba ingin mendengar suaramu, dan saya juga segera meneleponmu.” lelaki itu berkata, suara yang berasal dari telepon itu sangat lembut dan mendekati sempurna,”Tidak menganggu kamu kan?”
“Tidak…” Riella menjawab dengan nada ringan, sekarang sudah jam 2 subuh, dunia pun gelap dan tenang, seluruh suara menjadi sangat jelas, seperti sisi lain di telepon, bisa terdengar suara nafasnya yang rendah.
Riella sekejap ingin tertawa, sekarang yang sudah tengah malam, dia tidak tidur, melainkan meneleponinya…apakah ini kebetulan, atau dia sebenarnya tahu dia sedang mengalami mimpi buruk?
“Carlson,” dia tidak bisa menahan untuk memanggilnya.
“Aku disini.” dia menjawab, menggunakan nada yang stabil.
Riella duduk di kasur, mengangkat kepala sedikit, pandangannya semua juga hitam, juga tidak bisa menahan untuk tersenyum:”Apakah kamu sedang mengawasiku, mengapa selalu bermunculan di saat yang tepat?”
Suaranya yang sangat ringan, 30% manja dan 70% iseng.
Tetapi dia tidak tahu, ucapannya membuat Carlson cemas sedikit.
Dia memang sedang mengawasinya, beberapa hari lalu, dia menemukan kebiasaan dia yang bisa mimpi buruk, walaupun dia tahu jelas bahwa meneleponinya di tengah malam bisa membuatnya meragukannya, tetapi dia juga tidak tahan untuk meneleponinya.
Walaupun tidak bisa memeluknya, mengusir kegelapanmu, tetapi berharap bisa dari jarak jauh memberikanmu suatu ketenangan.
Tetapi lebih berharap bisa dengan cepat kembali ke sisimu lagi.
Terpikir sampai sini, Carlson juga tidak menahan senyumannya yang mulai terbentuk itu, dengan nada sedikit tidak berdaya dan kasih sayang yang banyak berkata ringan:”Iya, aku selalu mengawasimu, dari dulu sampai akan datang. Nona, ingin menangkapku tidak?”
Ingin menangkapku tidak………..
Sekarang giliran Riella yang tak berbicara, ucapan lelaki ini setengah asli setengah palsu, tidak tahu apakah dalam arti yang asli mengawasinya……atau dalam arti lain mengawasinya. Dan menangkapnya……kenapa seperti ada maksud lain dalam ucapannya!
Dalam kegelapan, Riella dengan tidak sadar memeluk bantalan yang ada di pelukannya, mengigit bibirnya, menunggu sejenak, dan menggertakkan giginya berkata:”Mau.”
Menggertakkan gigi, seakan-akan dia sedang marah.
Tetapi, Riella sangat jelas, diri sendiri yang berada di kegelapan, wajahnya sudah memerah.
Pihak lain tidak menjawab.
Riella tidak tahu kenapa, sejenak merasakan sedikit gugup, tidak menahan untuk menempelkan mukanya ke bantalan yang lembut itu, hatinya yang berdetak kencang bak petir.
“Baiklah…”
Setelah beberapa saat, dalam telepon tiba-tiba keluar kata yang sangat singkat itu.
Riella berdiam sesaat.
“Tunggulah aku.” Pihak lain berkata lagi dengan nada yang pasti dan tegas.
Setelah beberapa saat, teleponnya putus.
Riella seperti sudah terbebas dari beban, dan melepaskan telepon yang berada di genggamannya. Beberapa saat setelah itu dia pun menekannya mukanya ke dalam bantalan itu, dan dengan ringan berkata satu kata “Emm”.
Dia menunggunya, tetapi satu kata itu tertutupi oleh bantalannya, menghilang dalam kegelapan malam ini.
Di dekat telinga tidak ada suara Carlson lagi, perasaan sepi sendirian seperti berada di sekitarannya, seperti saat dia menutup matanya, gelap malam ini akan menelannya.
Mengkhawatirkan kalau dia tidur lagi mimpi buruk akan kembali mendatanginya, Riella memeluk bantalan itu, membuka lebar matanya menatap langit yang gelap, berusaha untuk tidak tertidur lagi.
Dia berusaha mengingat kembali mimpi sebelumnya, tetapi dalam otak tidak tersisa apapun, seperti mimpi sebelumnya tidak pernah terjadi.
Tidak tahu sudah lewat berapa lama, seperti tidak begitu lama, juga seperti lama sekali, telepon yang berada di ujung kasur pun berdering.
Kali ini Riella sudah lihat jelas, dalam telepon tertampil nama “Carlson”.
Dia ada masalah apa lagi?
Dengan meragukannya, Riella mengangkat teleponnya dan berkata:” Tuan ?”
“Sudah tidur?” suara lembut lelaki itu terdengar di telinganya, dia secara otomatis menggelengkan kepalanya, dan segera mendengarnya berkata lagi,”Saya sudah berada di bawah rumahmu.”
Riella terkejut sedikit, segera menuruni kasurnya dan berjalan menuju balkon, melihat keluar, dan dia berdiri di bawah lampu perumahan sekitar memakai kemeja putih.
Dia mengangkat kepalanya, bibirnya mengarah ke atas, melambaikan tangannya ke arah dia:”Nona, apakah kamu bersedia turun menemaniku jalan-jalan?”
Di tengah malam seperti ini, dengan seorang yang tidak terlalu kamu kenal, ini adalah sesuatu hal yang tidak pernah terpikirkan oleh Riella, tetapi saat ini dia tidak meragukannya sedikit pun:”Ya. Tunggu saya sebentar.”
Setelah menutup telepon, Riella kembali ke kamarnya, membuka lampu dan berjalan ke lemari bajunya, sejenak dia juga bingung baju apa yang cocok dipakainya.
Biasanya baju yang dipakainya adalah sesuatu yang nyaman dan santai, sewaktu kerja ada baju kerja, didalam lemarinya tidak ada satu rok atau dress.
Setelah memilih lama, Riella tidak bisa menemukan baju yang puas dan cocok di matanya, terakhir dia memakai kemeja putih yang dipadukan dengan celana jeans.
Dia dengan lembut keluar dari pintu, berharap tidak ditemukan Ayahnya, tetapi dia tidak tahu bahwa Zeesha sudah memantau jelas segala gerak-geriknya.