“Ariella, aku tidak pernah berpikir untuk membohongi kamu.” Dia hanya ingin bantu dia cari kembali ingatannya, ingin melindungi dia, agar dia tidak begitu takut.
“Kamu tidak pernah berpikir untuk membohongiku tapi selama ini kamu terus bohong kepadaku.” Ariella mengangkat kepala dan menabrak dada Carlson: “Dasar! Mengapa kamu saja membohongi aku?”Setiap orang, termasuk ayahnya akan pura-pura perhatian, tapi siapa yang tahu apa yang mereka pikirkan.
Seseorang tidak ada masa lalu itu seperti pohon tidak ada batang, kapanpun bisa ditiup angin, menuju ke masa depan yang tidak diketahui siapa-siapa.
Ketakutan dan ketidaknyamanan hanya bisa dirasakan orang seperti dia, tidak bisa dirasakan orang biasa.
Ayahnya Zeesha tidak bisa, Carlson tidak bisa, kesepian dan ketakutan hanya bisa dia rasakan sendiri, tidak ada yang bisa membantu dia.
Ariella selalu merasa walaupun dia kehilangan ingatan, setidaknya dia masih ada keluarga, ayah yang begitu menyayangi dia, yang terus memberikan semangat, menjadi senderan dia..
Pada akhirnya dia baru sadar, kenyataan begitu kejam, sampai dia sudah tidak tahan.
“Maaf.” Carlson memeluknya dengan erat: “Ariella, kalau kamu mau, aku bantu kamu cari ingatan ya?”
“Apakah bisa ketemu?” Sudah begitu lama, dia sama sekali tidak tahu tentang masa lalunya, apakah bisa ditemukan?”Percaya aku, bisa!” Carlson mencium tangan Ariella, dengan tatapan yakin: “Ikut aku saja, sisanya tidak usah berpikir banyak.””Iya” Ariella mengangguk, mengedipkan mata dan air matanya pun sudah hilang.
Carlson menggandeng Ariella dan tersenyum, lalu mereka jalan.
Tidak peduli kemana dia membawanya, Ariella cukup ikuti saja.
Carlson mengelus kepalanya, balik melihat bibi yang selama ini menonton mereka, Carlson pun kaget.
Bibi tidak dengar percakapan mereka, hanya melihat Ariella menangis, sepertinya mereka bertengkar.
Sekarang Carlson putar kepala dan melihat dia, bibi itu pun merasa sedikit tidak enak, dia sambil masak kastanye sambil berkata: “Bisa mendapatkan wanita sebaik itu adalah hoki kamu, masa kamu buat dia sedih, kalau dia direbut orang kamu baru menangis.”Bibi itu terus bicara dan Carlson hanya diam dan mengangguk-nganggu. Dia pasti tidak akan membiarkan siapapun merebut istrinya.
Bibi melihat sikap Carlson yang begitu baik, cepat-cepat mengisi satu kantong kastanye dan berikan ke Ariella.
Bibi tertawa: “Kamu ambil saja, jangan nangis lagi, aku lihat anak ini lumayan baik. Asalkan di hati kalian ada satu sama lain, tidak ada yang tidak bisa dilewati.”Mata Ariella yang merah melihat sekantong kastanye itu merasa kehangatan. Dia tersenyum ke bibi itu dan dengan pelan berkata “Terima kasih”
Suasana diantara mereka sepertinya sudah lebih santai. Carlson lalu menggandeng tangan Ariella dan jalan lagi.
Sudah mau malam, matahari pun terbenam.
Mereka bergandengan tangan, satu depan satu belakang, dan cahaya pas menyinari mereka, jalan di jalanan sangat menarik perhatian.
Mereka sama-sama tidak bicara, hanya berjalan dengan diam.
Setelah satu putaran, mereka sampai lagi di depan supermarket dan Carlson tiba-tiba berhenti.
Dia melihat ke arah Ariella, dengan lembut berkata: “Saat kita baru saja menikah, kamu sering membeli sayur disini.””Aku sering beli sayur disini” Ariella melihat kiri kanan, supermarket ini tidak lancar tapi banyak pelanggan.
Saat ini pas-pasan ada sepasang suami istri keluar, suami mengambil barang , rampan, istrinya murah senyum, terlihat sangat bahagia.
Gambaran itu sangat familir, Ariella merase seperti melihat dirinya dan Carlson, tapi saat dia mau lihat lebih jelas, orang depan itu ternyata sepasang suami istri yang bahagia.
Kenangan masa lalu seperti suka main petak umpat, kadang muncul tetapi kadang hilang lagi.
“Ariella, tidak buru-buru, kita pelan-pelan saja.” Carlson melihat kepanikan Ariella, langsung cepat menenangkannya. Dia mau menunggu dia, menemani dia mencari kembali kenangan mereka.
Ariella sepertinya masih memikir, tapi pada akhirnya tidak ingat apa-apa. Dia terpaksa pasrah, menghela nafas dan diam-diam mengangguk.
Demi bisa memulihkan lebih banyak kenangan, Carlson membawa Ariella keliling supermarket itu. 3 tahun sudah berlalu, struktur di supermarket sudah berubah. Untung saja orang yang menemani waktu itu masih ada.
Setelah beli sayur, Carlson bawa Ariella ke tempat tinggal mereka saat baru menikah, semua susunan barang di rumah tidak berubah.
Ada orang yang rutin datang membersihkan, rumahnya sangat bersih, seakan-akan pemiliknya selalu ada.
Ariella berdiri di depan pintu, beberapa gambaran yang buram muncul di kepalanya, ada Carlson yang tinggi besar, dan sepertinya ada dirinya yang sedang tersenyum.
Gambarannya tidak jelas, hilangnya juga cepat, Ariella berusaha mengingatnya, tapi pada akhirnya tidak tersisa apa-apa.
“Ariella,kamu makan kastanye, aku masak dulu.””Baiklah.” Ariella mengangguk, dia sudah pernah melihat kemampuan masaknya, tahu dirinya tidak bisa membantu apa-apa, dan juga tidak mau merepotkan dia.
Carlson bawa sayur ke dapur, ambil apron, seperti sudah terbiasa melakukan itu.
Badan dia tinggi besar, untungnya dapurnya cukup luas, kalau tidak dia sudah gerak di dalam.
Ariella mengambil kastanye dan mengupas, tadinya dia mau masukkan ke mulut, tetapi setelah ingat Carlson yang sibuk di dalam, dia mengupas 2 lagi dan bawa ke dapur: “Kamu mau makan tidak?””Mau.” Carlson sebenarnya tidak suka, tapi karena itu dikupas oleh Ariella, tidak suka pun dia makan.
“Nih.” Ariella kasih dia.
Carlson satu tangan ambil sayur, satu tangan ambil pisau, berkata: “Aku tidak ada tangan kosong, kamu suapi aku.”Menyuapi dia?Muka Ariella tiba-tiba merah.
Walaupun dulu mereka suami istri, tapi dia tidak mengingatnya, apakah suapi dia tidak terlalu aneh?Kalau dipikir-pikir, dia bukannya sudah menjadi pacarnya?Menyuapi dia 2 kastanye harusnya tidak apa-apa.
Ariella berusaha menutupi groginya dan menyuapi Carlson.
Carlson sebenarnya bisa langsung makan saja, tapi dia sengaja menggigit jari Ariella.
Ariella hanya merasa kebas di jarinya, seperti listrik mengalir ke seluruh tubuh, sampai dia lupa tarik tangannya, menatap Carlson dengan mata besarnya.