Mục lục
NOVEL SUAMIKU TERNYATA SEORANG PRESDIR
Thiết lập
Thiết lập
Kích cỡ :
A-
18px
A+
Màu nền :
  • Màu nền:
  • Font chữ:
  • Chiều cao dòng:
  • Kích Cỡ Chữ:

Bab 230 Betapa Putus Asanya





Carlson janjian dengan Ariella untuk bertemu di bawah gedung kantornya, waktunya adalah jam 10 pagi, jadi Ariella pergi ke kantor terlebih dahulu untuk menyapa atasan, sekalian terang-terangan meminta cuti.





“Nona Ariella, ini bunga kamu.”





Baru sampai di meja resepsionis kantor, dia sudah dipanggil petugas disana, sambil menunjuk 2 ikat bunga mawar merah di atas meja.





Dalam ingatan Ariella, sama sekali belum pernah mengalami kejadian ini, sejenak tidak tahu harus menerimanya atau tidak?





Atau menerimanya dan membawanya ke ruangan kantor, atau langsung membuangnya?





Setelah berpikir, menurut Ariella akan lebih sopan jika menerimanya, mencari tahu dulu siapa pemberinya, baru memikirkan cara mengembalikan bunga itu.





Berpikir demikian, Ariella tersenyum dengan petugas resepsionis, barulah membawa bunga itu kembali ke ruangannya.





Tiba di ruangan kantor, Ariella mengambil kartu yang ada di bunga itu, membukanya dan langsung merasa merinding.





Selesai membaca, Ariella merasa dirinya akan segera muntah, apa-apaan semua ini.





Sonson?





Sonson apaan?





Ariella berpikir keras, orang yang dia kenal hanya Carlson yang memiliki akhiran Son dalam namanya.





Atau Sonson ini adalah Carlson yang kelihatan sok suci itu?





Di mata Ariella, Carlson adalah sosok pria yang kokok, tidak suka bercanda dan sangat bertanggung jawab dalam pekerjaan apapun.





Ketika bersama dia, pasti akan merasa aman, dia tidak mungkin melakukan hal kekanak-kanakan.





Ariella membayangkan Carlson mengucapkan kalimat-kalimat itu, bagaimanapun tidak dapat membayangkannya. Dia menggelengkan kepala, Carlson bukanlah orang yang sembarangan.





Tetapi orang sering berkata, kenal muka tak kenal hati, dulunya tak pernah terpikirkan olehnya Carlson akan menelponnya di tengah malam loh.





Semalam, Carlson tidak hanya menelepon dia, juga mengatakan ingin mendengar suaranya.





Kata-kata merinding seperti itu saja diucapkan Carlson, kalimat-kalimat di kartu ucapan itu takutnya juga Carlson yang buat.





Kartu itu dilihat lagi, timbul keinginan Ariella menelepon Carlson, bukan untuk memberitahunya dia memikirkan hal yang sama, tetapi ingin memberitahunya dia tidak ingin pergi menemui orang bersamanya lagi





Weng… weng…—–





Ariella sedang berpikir untuk menelepon Carlson, malah handphone yang terletak di meja bordering lebih dulu, sekali dilihat, ternyata memang Carlson.





Dia menarik nafas dalam-dalam, mendengarkan telepon, dan menolak dengan cuek :”Tuan Carlson, Aku rasa kita tidak perlu bertemu lagi. Kamu juga jangan lakukan hal kekanak-kanakan seperti itu lagi.”





Setengah jam yang lalu, Carlson menelepon Ariella, Ariella masih mengatakan akan menunggu dijemput, kenapa dalam selang waktu begitu cepat langsung berubah?





Carlson mengerutkan dahi, berkata :”Ariella, Aku sudah sampai di bawah gedung kantormu, ada masalah apa kamu turun dulu deh, kita bicarakan.”





“Tuan Carlson, jika mencintai seseorang cobalah lebih serius, jangan mudah berubah, beneran, itu akan membuat orang tidak menghargaimu.” Selesai berbicara, Ariella langsung menutup telepon.





Dengan tidak sadar, hati terasa mulai sakit.





Mungkin kurang pantas untuk menggantikan istrinya.





Mungkin juga karena melihat seorang lelaki sangat mencintai istrinya tetapi seketika sikapnya berubah total dan ini semua terlihat olehnya, sungguh memilukan hati.





“Tuan Carlsonson, mohon tunggu sebentar…”





Tidak begitu lama, dari luar ruang kantor terdengar suara berisik, baru saja Ariella mengangkat kepala, langsung melihat Carlson mendorong pintu dan masuk.





Dia berdiri di depan ruangan Ariella, dua pandangan tajam ditujukan ke Ariella, seolah-olah tali tak berbayang telah mengikat Ariella, membuat Ariella tidak mampu pergi dari pandangannya.





Menatap dia sejenak, tiba-tiba Carlson maju menghampiri. Meskipun sekujur tubuhnya seperti dipenuhi aura jahat, langkah kakinya tetap pelan dan berwibawa.





“Tuan Carlson——”





“Nama Aku Carlson—-”





Dia mendapatkan lengannnya, dan langsung membawanya pergi, tanpa meminta izinnya lagi.





Tak peduli dia setuju atau tidak, Carlson harus membawanya ke tempat itu, bertemu dengan orang itu, agar dia tahu, Carlson ingin sekali mendekatinya.





Carlson menggengam tangan Ariella dengan sangat erat, tetapi kekuatannya tetap dia control sehingga tidak melukai Ariella, saat jalan pun tetap memperhatikan langkahnya.





“Tuan Carlson..” Ariella belum selesai bicara, malah dipelototin oleh Carlson, dingin dan menusuk.





Dia belum pernah melihat Carlson yang seperti ini, bisa dibilang cukup terkejut dengan apa yang dia lihat, ini semua membuatnya mengurungkan niat untuk melanjutkan pembicaraan dan memilih mengikutinya dengan pasrah.





Ariella didorong Carlson masuk ke dalam mobil, Carlson menutup pintu mobil dan masuk ke posisi setir.





Setelah memastikan Ariella sudah memakai sabuk pengaman, Carlson langsung menyetir mobilnya pergi tanpa berkata apapun.





Ketika mobil sudah berjalan tidak lama, Ariella diam-diam melirik Carlson, ekspresi Carlson terlihat sangat tidak enak dipandang, seperti sedang menahan sesuatu.





Ariella tidak tahu apa yang terjadi dengannya, melihat Carlson yang sedang stress, hatinya seketika terasa sakit.





“Carl, Carlson—-”





Nama dia, keluar dari mulut Ariella, seperti obat ajaib, seketika membuat Carlson yang tadinya panik menjadi lebih tenang.





Dia menyamping, dan memberikan sebuah senyuman ke Ariella :”Ariella, kita segera sampai, temani Aku ya.”





Ariella mengangguk :”Kamu menyetir dengan tenang, Aku akan menemanimu pergi.”





Tidak berapa lama, Ariella sudah mengetahui tujuan hari ini ——- Pemakaman paling bagus di kota Pasirbumi .





Melihat sebuah nisan yang dari dulu tak pernah terpikirkan olehnya, tertulis —- Ariella!





Nisan itu berbeda dengan nisan lainnya, tidak ada foto orang yang meninggal, hanya terukir nama orang yang dimakamkan disini.





Ariella, oh Ariella, nama yang sama persis.





“Tiga tahun yang lalu, istri Aku menunggu kelahiran di rumah, berjarak 1 bulan dari waktu persalinan, Aku dinas keluar, ketika Aku akan berangkat, dia tersenyum dan berkata akan menunggu di rumah, tetapi setelah Aku pulang hanya melihat abunya tersisa di rumah.”





“Keluarga Aku memberitahu, istri Aku mengalami kecelakaan disaat mengunjungi teman baiknya, terluka sangat parah, kemungkinan selamat sangat kecil, dan permintaan terakhir dia adalah meminta mereka menjaga anak kami.”





Carlson menceritakan dengan santai, seolah-olah masalah ini tidak ada kaitannya dengan dirinya, tetapi Ariella bisa membaca pikirannya, dia menyimpan rasa sedih di hatinya.





Ketika berangkat, perempuan yang disayangi masih mengatakan menunggunya pulang sambil tersenyum.





Setelah pulang, orang yang dicintai malah menjadi abu, perasaan itu pasti sungguh menyakitkan.

Danh Sách Chương:

Bạn đang đọc truyện trên website TruyenOnl.COM
BÌNH LUẬN THÀNH VIÊN
BÌNH LUẬN FACEBOOK