Ariella tidak bisa tidak mengakui, cara Carlson mengejar cewe memang sangat jago.
Dia asal bicara pun, sudah bisa membuat muka dia merah dan jantungnya berdetak kencang,
Dia cepat-cepat menunduk dan sarapan, pura-pura tidak ada yang bertanya dan juga pura-pura tidak mendengar.
Tapi Carlson tidak menyerah begitu saja, lanjut berkata: “Aku mengejar kamu, tidak ada hubungan dengan siapa-siapa. Hanya saja ingin mengejarmu.”
Ariella: “…”
Pria ini…
Selalu begitu frontal, selalu begitu tiba-tiba, membuat dia tidak bisa mengatasinya.
“Papa suka Riella kecil dan Riella besar.” Riella juga sempat bantu papa nya bicara.
Jangan kira anak kecil tidak mengerti apa-apa, cukup melihat ekspresi papa nya saja, Riella tahu papanya senang, dan dia juga ikut senang.
Ariella: “….”
Tidak saja dia tidak mengatasi Carlson, bahkan anak kecil di rumahnya pun dia tidak bisa.
Riella lalu berkata lagi: “Riella mau Riella besar jadi mama.”
Begitu mendengar itu, Ariella merasa ini bukan perkataan seorang anak seumur dia, Ariella melihat Carlson dengan tidak senang, hubungan adalah masalah orang dewasa, mengapa dia memanfaatkan anak kecil.
“Bibi bilang mama pulang dari langit, Riella sudah ada mama.” Riella sejak awal sudah lupa kalau saat bibi berkata itu, mengingatkan dia tidak boleh beri tahu kalau bibi yang mengajarinya.
Mendengar Riella bicara seperti itu, Ariella merasa tidak enak, sama sekali tidak tega menolak anak itu, tapi tidak bisa tidak menolaknya.
Riella pasti akan bertumbuh besar, kedepannya akan mengerti. Tidak peduli betapa miripnya seseorang dengan ibunya, selamanya tidak bisa digantikan.
…
Ariella sementara tinggal di Moonriver, alasannya sangat gampang, dia fokus mendesain pakaian untuk mereka sekeluarga bertiga.
Carlson sudah pergi kerja, Riella pergi ke TK, Efa juga belum pulang. Moonriver yang besar, selain pembantu dan dia, teman bicara saja tidak ada.
Di sisi timur taman Moonriver ada ruang gambar, ruang gambar itu rumah kaca yang transparan, alat gambar disana sangat lengkap, seperti disiapkan khusu untuk seseorang.
Ariella pertama kali datang ke rumah ini pernah masuk ke kamar utama juga ada rak menggambar, setelah dipikir begitu, barang itu pasti disiapkan oleh istrinya.
Namanya sama, wajahnya mirip, bahkan hobi menggambar saja sama, ditambah Ariella sering ada gambaran tentang ingatan yang dia lupa, dan juga bekas luka di perutnya.
Dilihat dari manapun, ini bukan sebuah kebetulan, apakah dia adalah Ariella yang dianggap sudah meninggal?Pikir sampai sini, Ariella tiba-tiba sesak nafas, mengepalkan tangannya dengan erat.
Dia memberi tahu diri sendiri tidak boleh pura-pura tidak ada yang terjadi seperti dulu.
Dia harus pikir cara untuk mencari ingatannya yang hilang, tidak takut masa lalunya tidak indah, tapi itu juga merupakan masa lalu dia, dia harus menemukannya untuk menjadi seseorang yang utuh.
Tapi, bagaimana caranya dia mencari?Setidaknya dia harus mencari sedikit petunjuk.
Siapa yang bisa memberikan petunjuk?
Ariella menutup kedua matanya, berpikir dengan serius, ayah adalah orang yang paling mengerti masa lalu dia, tapi dia saja tidak ingin mengungkit hal itu, jadi jalan ini harus dihentikan.
Kalau gitu dia harus mencari orang lain, Carlson tidak bisa, Riella tidak bisa, Efa juga tidak bisa, kalau dipikir-pikir, Ariella hanya terpikir Puspita.
Walaupun waktu bersama tidak lama, tapi dia bisa merasakan pertemanan erat antara Puspita dengan “Ariella”
Bisa jadi Puspita adalah jalan yang tepat untuk mencari ingatannya.
Ariella berusaha mengingat kembali percakapan dia dengan Puspita, katanya mereka adalah teman baik, sama-sama datang dari Kyoto ke Pasirbumi.
Mereka bersama-sama datang dari Kyoto ke Pasirbumi, ayah lalu bilang ada urusan di Kyoto, kalau begitu apakah itu ada hubungan dengan masa lalu dia?Dalam hari ini, Ariella juga tidak ada hal serius yang dikerjakan, sepenuhnya hanya memikirkan masa lalu dia.Carlson keluar rumah bukan untuk pergi ke kantor, melainkan bersama dengan sekumpulan ahli mencari cara untuk mengurangi penderitaan Ariella saat rehab morfin.
Lalu dia dan Ferdian bertemu beberapa psikolog terkenal di dunia, berharap bisa bantu Ariella memulihkan ingatan.
Setelah sibuk dengan itu, hari pun sudah pagi, dia tidak pergi kemana-mana, langsung pulang, karena ada Ariella yang menunggunya di rumah.
Mendengar pembantu bilang Ariella di ruang gambar, Carlson langsung pergi mencari dia.
Dari jarak yang tidak jauh, dia melihat Ariella sedang bengong, tidak tahu sedang memikirkan apa.Dia tidak masuk menganggu dia, malah berdiri di depan diam-diam, setiap hari setelah sibuk lalu pulang rumah, hanya melihatinya saja, dia sendiri sudah sangat puas.
Mungkin karena tatapan yang terlalu intens, Ariella pun sadar, dia menoleh ke Carlson dan tersenyum: “Kamu sudah pulang.”
“Iya, aku sudah pulang.” percakapan yang begitu simpel, tapi membuat Carlson mengharapkannya selama 3 tahun.
Dulu dia selalu pulang lebih malam daripada Ariella, dan Ariella akan bilang – kamu sudah pulang ya.
Saat Carlson berpikir ingin menjawab apa, pembantu di rumah buru-buru lari ke dia ” Tuan muda, nona kecil terus menangis, tidak bisa dibujuk.”
“Riella kenapa?” Yang bertanya bukan Carlson, tapi Ariella, kelihatannya lebih panik dari Carlson.
Carlson langsung menarik tangan dia: “Kamu jangan cemas, kita pergi lihat.”
“Iya.” Ariella mengangguk, biarkan Carlson menggandeng dia.Mereka belum jalan sampai ruang tamu, suara Riella sudah terdengar, Carlson memegang erat tangan Ariella, “Anak kecil nangis sudah hal biasa, kamu jangan terlalu khawatir.”
“Mana mungkin tidak..” Merasakan reaksi dia terlalu besar, Ariella tidak melanjutkan kalimatnya, berusaha menenangkan diri.
“Huahuahua…” Riella duduk di sofa dan menangis dengan keras, tidak membiarkan siapapun mendekatkan dia, kakak Aling yang biasa menjaga dia aja tidak boleh, bang Hansel juga tidk boleh.”
Dia menangis dengan sangat lama, mata pun sudah bengkak, kelihatannya sangat kasihan,
Ariella melepaskan tangan Carlson, langsung mendatangi Riella, ingin memeluknya, tapi Ariella berusaha melepaskan menolak: “TIdak mau kakak, Riella tidak mau kakak.”
Dia sambil nangis sambil usap air mata, nangis sampai sangat histeris, terlihat sangat kasihan seperti satu dunia jahat kepadanya.
“Riella…” Ariella melihat Riella nangis dengan begitu sedih, hatinya sudah mau hancur, tapi karena Riella menolak dia, dia juga tidak tahu harus bagaimana.