Ariella menggandeng Riella dan berdiri, tanpa diduga pandangan matanya gelap dan dia pusing, langkah kakinya licin, dan tidak stabil tergelincir ke depan.
“Ah–” secara naluriah, Riella berteriak kaget.
“Ibu!” Riella tidak peduli apakah dia bisa menangkap Ibunya, dia hanya ingin melindungi Ibunya dan dia menarik sudut pakaian Ibunya.
Untung saja Riella tepat waktu meraih Ariella, memberi Ariella titik tumpu, dia baru bisa menstabilkan tubuhnya.
Tubuh Ariella sudah stabil, tetapi jiwanya masih kaget.
Dia terkaget sampai mukanya pucat, jantungnya berdegup kencang, tidak dapat kembali ke awal.
Jika tadi dia terpeleset diatas lantai…… Ariella tidak berani memikirkan akibatnya, dia sangat khawatir dan mengelus perutnya, untung saja tidak apa-apa!
“Sayang, tidak apa-apa, jangan takut!” Ariella mengelus perutnya, menghibur bayinya yang mungkin saja sama kaget dengannya.
“Ibu, Riella tidak takut!” Riella mengira Ibu berbicara dengannya, karena disini hanya dia seorang kesayangan.
“Iya, kedua anak kesayangan Ibu jangan takut.” Ariella mengelus kepala Riella, mencium keningnya, menggandeng tangan Riella masuk kedalam rumah.
Jalan sampai depan pintu, dia melirik kebelakang.
Tumpukan salju yang licin, ada air dari lelehan es batu, sangat gampang terpeleset.
Sepertinya dia harus lebih hati-hati lagi, tidak peduli Riella atau anak didalam perutnya, baginya mereka sangat penting, dia tidak hanya tidak membiarkan Riella kenapa-napa, anak didalam perut juga tidak boleh kenapa-napa.
Carlson baru saja keluar dari ruang membaca, melihat Ariella yang berdiri disana, jantungnya yang berdegup kencang pun mulai reda.
Ketakutan dalam pupil matanya juga disembunyikan olehnya, ekspresinya dingin lagi, hanya dua tangan yang direntangkannya dikepal menjadi kepalan tangan, mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.
……
Pukul tiga sore, seperti dengan kemarin, Puspita datang ke rumah Ariella untuk menjemput Riella, dan mengatakan akan menonton kartun.
Ariella mengerti bahwa Puspita mencari alasan untuk menonton film kartun, kebenarannya adalah untuk menjumpai Carlson.
Hanya saja jika hari ini membiarkan Riella menjumpai Carlson, apakah Carlson akan mengembalikan Riella kepadanya?
Ariella tidak yakin, tetapi masih tidak membuka kedok mereka, juga tidak melarang Riella, hanya saja sedikit tidak rela.
“Riella kecil……” Ariella memakaikan topi pada Riella, mengangkat wajah Riella, membiarkan dia menatapnya, “Tidak peduli kapan Riella pulang, jangan pernah lupa, Ibu akan terus menunggumu di sini.”
Tidak peduli menunggu berapa lama, berapa hari, berapa bulan, berapa tahun, ataupun selamanya, dia tetap akan disini menunggu anaknya.
Dia percaya, suatu saat nanti Riella pasti akan mengingatnya, pulang menemuinya…… mungkin hari itu akan tiba setelah bertahun-tahun, tetapi tidak apa-apa, asalkan Riella kembali.
Dalam hati Ariella berpikir seperti itu, tetapi Riella yang masih kecil tidak mengerti, dia dari awal sudah tidak sabar menemui Ayah.
Dia lepas dari pelukan Ariella, menggandeng tangan Puspita dengan sendirinya, melambail pada Ariella : “Ibu, Riella pergi bermain dengan Bibi Puspita, tidak akan lama.”
“Ariella, aku bawa dia pergi dulu, kamu sibuk dengan kerjaanmu dulu, malaman aku akan mengantarnya pulang.” Terlihat Ariella tidak rela, Puspita yang ditarik pergi oleh Riella, masih tidak lupa membalikkan kepala berkata pada Ariella.
“Ya, baiklah!” Ariella tidak banyak berkata, hanya mengangguk kepala pelan.
Dia tidak seharusnya selalu memikirkan hal yang negatif, seharusnya berpikir ke arah yang positif, mungkin saja Carlson hanya meminta Riella untuk berkumpul, tidak berniat membawa kembali Riella.
Jika Carlson benar-benar ingin mengambil kembali Riella, saat itu tidak mungkin Carlson memberikan hak asuh kepada Ariella dengan sendirinya. Karena dia yang memberikan hak asuh Riella kepada Ariella dengan sendirinya, Ariella menebak Carlson tidak akan dengan mudah meminta kembali Riella.
Bagaimanapun dia adalah nahkoda dari Group Aces, omongannya bisa dipercaya, tidak akan berubah.
Berpikir seperti ini, hati Ariella menjadi lebih lega.
Memikirkan apapun tidak ada gunanya saat ini, tetap bekerja dengan baik, mendapatkan uang, punya uang baru bisa membiayai anak.
Jelas-jelas sudah mengatakan jangan berpikir sembarangan, tetapi pencil gambar ditangan Ariella tanpa sadar menggambar wajah bulat Riella.
Setelah Ariella tersadar, seharusnya ini menjadi lembaran gambar yang sudah setengah selesai digambar malah menjadi kacau, menjadi kertas yang tidak berguna.
“Sial! Apa yang ingin aku lakukan?” Ariella sangat marah sehingga dia melempar pensil yang selalu di hargainya.
Sudah memastikan, sekarang hanya perlu fokus pada pekerjaan desain, menghasilkan uang, membiayai keluarga, jangan memikirkan hal lain.
Dia menepuk-nepuk wajahnya, menarik napas dalam-dalam, pergi ke cermin full-length di kamar, dan menatap orang didalam cermin yang persis seperti Ariella : “Ariella, tidakkah kamu ingin menjadi wanita yang benar-benar pantas mendapatkan Carlson?” Lihat kondisi kamu saat ini, bagaimana kamu pantas mendapatkannya? ”
Ariella saat ini, yang terlihat kurus dan pucat, seperti yang dikatakan orang lain dia terlihat seperti boneka kertas, dan selama seseorang menusuknya dengan jari, dia akan meletus.
Dan lihat Carlson, setiap saat, pakaiannya bersih dan rapi, dan gerakannya mulia dan elegan, selamanya selalu berdiri di puncak piramida yang membuat orang memandang ke atas.
Ariella yang seperti ini, kualifikasi apa yang dia miliki untuk berdiri di sebelah Carlson? Atas dasar apa meminta dia mengingatnya terus?
Ariella menyeringai dan menggigit bibirnya sendiri : “Ariella, sekarang selain kamu mencoba membuat dirimu lebih baik dan lebih hebat, kamu tidak memiliki jalan kedua.”
Setelah melakukan perbadingan, Ariella mengambil pensil gambar dan duduk kembali ke meja untuk memulai desainnya, kali ini dia fokus melukis, dan dengan cepat kembali konsentrasi.
……
“Ayah, Riella datang!” Riella membuka pintu dan berlari ke Carlson dengan cepat, menghempaskan diri ke pelukan Ayahnya dan berguling dengan bahagia.
“Ternyata Riella sudah datang, aku mengira entah bidadari dari mana yang terbang kemari.” Carlson memeluk Riella, dengan pelan mencubit pipi merah mudanya.
“Ayah, Riella tidak memberi tahu Ibu!” Riella datang kesini, tentu saja Riella ingin meminta pujian dari Ayah, agar Ayah tahu, dia melakukan apa yang disampaikan Ayah.
“Ya, Riella melakukan dengan baik!” Carlson menggendong Riella dan melangkah ke atas, “Untuk memuji Riella yang melakukan dengan baik, hari ini Ayah akan memberikan hadiah untuk Riella”
“Hadiah?” Mata Riella berkaca-kaca, dengan penuh harapan menatap Ayah, melihat hadiah apa yang akan diberikan Ayah kepadanya.
“Hadiahnya hari ini Riella bisa bersama Ayah lebih lama setengah jam.” mengatakan ini sebagai hadiah untuk Riella, kenyataannya adalah hadiah untuk Carlson sendiri.
Jelas-jelas tinggal disebelah mereka ibu dan anak, tetapi Carlson tidak dapat memeluk ibu dan anak itu secara bersamaan, maka hanya bisa menghabiskan waktu menemani anak kesayangan mereka.
Seminggu kedepan, hari-hari mereka akan dilewati seperti ini.