“Nama lainnya adalah Carlton!”
“Nama lainnya adalah Carlton!”
“Nama lainnya adalah Carlton!”
Ariella terus mengulang perkataan yang dikatakan oleh kakek Carlson, tiba-tiba ingin menertawakan diri sendiri karena sangat bodoh, identitas asli Carlson saja tidak tahu.
Carlson pernah memberitahu Ariella, tetapi dalam kondisi seperti itu, Ariella menganggap Carlson hanya bercanda dengan dia, dan juga ditambah dia melihat semua foto Carlton di internet, bagaimana dia bisa percaya kalau Carlson itu adalah Carlton?
Ariella bahkan tidak berharap Carlson mempunyai identitas diri yang begitu menonjol, dia hanya berharap seseorang yang biasa saja, dan memiliki pekerjaan yang biasa.
Ariella tidak perlu tinggal di villa yang besar, tidak peduli bila hanya menyewa tempat tinggal, asalkan yang tinggal sama Ariella adalah Carlson, dia sudah sangat bahagia.
Namun, kenyataannya adalah identitas Carlson sangat menonjol!
Ariella seumur hidup tidak pernah berpikir untuk panjat pangkat, dan juga tidak pernah berpikir bahwa dia akan berurusan dengan nama ini.
Bahkan dia juga tidak pernah bermimpi untuk mempunyai pria seperti Carlson, tetapi malahan menjadi suatu keterikatan yang saat ini telah menjadi suami dia yang sesungguhnya.
“Ariella, tidak peduli seperti apa identitas Carlson, dan juga tidak peduli betapa besar kuasa yang dia
miliki di luar sana, dia hanyalah seorang anak di pandangan kami. Kami ingin yang terbaik untuknya, tidak ingin meninggalkan jejak noda di dalam hidupnya. Kamu masih muda, tidak mengerti perasaan menjadi orang tua. Jika suatu hari kamu sudah punya anak, kamu pasti mengerti.” kakek Carlson dengan berat hati mengatakannya.
Terungkit tentang anak, Ariella langsung memegang perut kecilnya yang sedang mengandungi sebuah nyawa kecil di dalamnya, dia juga sudah mau menjadi seorang ibu.
Ketika menyadari bahwa dirinya sudah punya anak, dia sangat bahagia seolah-olah memiliki dunia ini.
Ariella ingin memberitahu ibunya, suaminya, dan dunia ini tentang kabar baik ini.
Dia ingin memberitahu semua orang bahwa dia adalah orang yang begitu bahagia, dia mempunyai suami yang sangat sayang dengan dia dan sebentar lagi sudah mau punya anak.
Namun, di saat belum sempat untuk mengabarkan kabar bahagia ini, dia sudah merasa terbunuh oleh perkataan yang dikatakan oleh kakek Carlson, bahkan mungkin saja dia tidak berharap si nyawa kecil terlahir ke dunia ini.
Jika benar seperti apa yang dikatakan oleh kakek Carlson, apabila kelahiran Ariella sangat begitu suram, maka anak yang dilahirkan dia juga pasti tidak jauh lebih baik.
Kakek Carlson kemudian berkata lagi: “Ariella, katanya kamu suka desain fashion, asalkan kamu bersedia, aku bisa memberi kamu kesempatan untuk belajar bersama desainer fashion paling terkenal di dunia. Dan juga, aku jamin kamu tidak perlu khawatir dengan hidupmu kelak di masa depan.”
“Jadi kakek Carlson, tujuan anda bertemu dengan aku hari ini adalah ingin aku tinggalkan Carlson.” Ariella menarik nafas yang panjang dan menatap kakek Carlson, kemudian menamparkan bibirnya secara perlahan dan tersenyum, dengan tegas mengatakan: “Apapun yang terjadi, aku tidak akan tinggalkan Carlson, kecuali dia yang meminta aku untuk pergi atau dia yang mau pergi.”
Setelah mengatakan itu, Ariella bangkit dan tegak meninggalkan tempat itu dengan gaya jalannya yang anggun.
Namun baru saja menginjak satu langkah, dia merasa kepalanya pusing, langkah kakinya pun menjadi sangat ringan, seolah-olah dia bisa jatuh kapan saja.
Ariella tidak akan terjatuh dengan gampang, apalagi di hadapan orang yang memandang rendah dia, dia tidak akan membiarkan orang itu melihat sisinya yang lumpuh.
Ariella melihat satu ruang teh yang sungguh elegan, berpikir bahwa ada berapa banyak orang yang datang kemari hanya untuk minum teh, bukan karena tujuan lain.
“Ariella, aku berharap kamu pikirkan dengan baik, silahkan telepon asisten aku jika sudah dipikirkan dengan baik dalam 5 hari ini, aku janji ketentuan yang aku tawarkan pasti sah.”
Suara dari kakek Carlson yang kedengarannya agak tua, Ariella pun tidak tengok balik lagi dan berkata: “Kakek Carlson, daripada anda membujuk aku di sini, lebih baik bujuk cucu anda.”
Di awal pernikahan mereka, Ariella dan Carlson sudah membicarakan dengan jelas bahwa pernikahan ini tidak ada perasaan cintanya, mereka hanya ingin melewati setiap hari dengan baik.
Bahkan pada malam pertama ketika Ariella pindah masuk ke rumah Carlson, Carlson juga mengatakan demikian kepada Ariella, apapun yang terjadi, jangan pernah mengusulkan untuk berpisah.
Asalkan Carlson tidak bilang mengusulkan untuk berpisah, Ariella juga tidak akan mengusulkannya, memegang janji ini mungkin merupakan satu-satunya hal yang bisa dilakukan oleh Ariella.
Melangkahkan kaki jalan keluar dari ruang teh, matahari yang terik menghangatkan tubuh Ariella yang dingin.
Ariella sekali lagi menarik nafas yang panjang, menatap ke langit.
Matahari yang di langit seolah-olah seperti Carlson yang selalu memberi dia kehangatan yang tiada habisnya, Ariella juga menginginkan kehangatan yang diberikan oleh Carlson.
Kepikiran tentang segala sesuatu yang diperlakukan oleh Carlson kepada Ariella, membuat Ariella menjadi lebih percaya diri, selain Carlson tidak ada yang bisa memaksa Ariella untuk meninggalkan Carlson.
Pada saat ini, Ariella sangat ingin menelepon Carlson untuk mendengar suara dia dan memberitahunya bahwa dia telah mengandungi anaknya, namun dia takut tidak bisa menahan diri sendiri malah menangis di depan dia.
Ariella tidak ingin selalu bergantung padanya untuk menyelesaikan masalah, tidak mau menunjukkan sisi lemah di hadapannya, Ariella ingin menunjukkan padanya bahwa dia adalah orang yang luar biasa, bukan sembarangan orang bisa menjatuhkan dia.
Ariella berdiri di samping jalan sangat lama melihat mobil yang berdatangan dan berpergian, memikirkan banyak hal. Setelah menenangkan dirinya, dia melambaikan tangannya untuk memanggil taksi dan bergegas ke kantor.
Setelah kembali ke kantor, Puspita sekali lihat Ariella sudah merasa ada yang tidak benar tentang dia, langsung bertanya kepadanya: “Ada apa, tidak enak badan?”
“Tidak apa.” Ariella tersenyum.
“Tangan begini dingin, masih bilang tidak ada apa.” Puspita langsung menuangkan secangkir air hangat, “Minumlah, hangatkan diri.”
Ariella tersenyum: “Kamu tahu tidak, Puspita? Apa aku begitu bahagia ketika aku memutuskan untuk melupakan semuanya tentang masa lalu dan hidup bersama Carlson seumur hidup?”
“Ariella, aku tahu.” Tentu saja Puspita tahu, setelah mengalami banyak hal yang buruk pasti tidak gampang untuk mendapatkan kebahagiaan, Puspita juga bisa melihat kalau Ariella selalu menghargai ini.
Ariella kemudian berkata lagi: “Tetapi ada orang yang mengatakan demikian bahwa aku dan Carlson adalah dua orang dari dunia yang berbeda, identitas seperti diriku tidak cocok untuk berdiri di sisinya. Namun, aku salah berbuat apa? Aku hanya ingin melewati hari-hari dengan baik bersama dia, melahirkan sekelompok anak, dan menjalani hidup dengan normal. Apakah permintaan ini sangat keterlaluan?”
“Ariella, kamu sebenarnya ada apa? Kamu dengar rumor tentang apa?” Ariella sama sekali tidak menangis, sangat tenang, namun itu yang membuat Puspita semakin khawatir.