Hal yang dilakukan Carlson sekarang tidak pernah terpikirkan oleh Efa sejak dulu.
Lelaki yang berdiri di atas pyramid, lelaki yang menopang Aces dengan tangannya, lelaki yang dingin hingga kebanyakan orang tidak berani menghampirinya, lelaki yang selalu memerintahkan anak buahnya untuk mengerjakan tugas….
Pekerjaan menjaga Riella bisa dia serahkan ke baby siter, tetapi dia tidak berbuat demikian, semua hal yang berhubungan dengan Riella, hampir semuanya dia kerjakan sendiri dengan senang hati.
Efa menjadi lebih mengira, Kakaknya ini mungkin akan jomblo selamanya hingga tua, jadi dia tidak henti-hentinya memikirkan cara untuk mencarikan Carlson perempuan.
Kemudian, dia akhirnya menikahi seorang perempuan, dan memiliki anak… …
Setelah Efa merasa Kakak Kayu mendapatkan kebahagiannya sendiri, perempuan yang dapat membuat dia bahagia tiba-tiba menghilang, hanya meninggalkan sekotak abu.
Efa juga yang melihat Kakaknya jatuh dari puncak kebahagiaan, jatuh hingga hancur semuanya, jika tidak ada Riella, dia mungkin beneran tak disini lagi… …
Memikirkan ini, Efa menuju arah mereka dan langsung menggendong Riella dari Carlson :”Ayah tidak patuh, Riella tidak mau sama Ayah, lalu apakah Riella mau dengan bibi kecil?”
“Riella tidak mau Ayah, Riella mau bibi kecil……” Riella menggunakan tangan mungilnya mengusap air mata lagi, sembari berkata dengan kasihan.
“Kak, kakak ipar sudah pergi, kamu sibuk dulu sana, biar Aku yang jaga Riella.” Selesai berkata, Efa langsung menggendong Riella dan berjalan pergi.
Melihat Riella menangis begitu sedih, Efa bisa menebak, ini pasti karena Kakak Ariella telah pergi.
Yang namanya ikatan batin Ibu dan anak memang tidak pernah salah, Kakak Ariella sekali kembali, Riella pun langsung menempel kepadanya
Karena Riella memikirkan Ibu, kalau begitu Aku antar Riella pergi cari Ibu saja, hal yang sangat sederhana, hanya Kakak Kayu bodoh yang tidak terpikirkan cara ini.
……
Ariella baru saja sampai di kantor, Efa dan Riella juga baru tiba.
Efa mendorong Riella menuju pelukan Kakak Ariella, berbicara dengan suara marah :”Riella sudah sedih seperti ini, kamu lihatlah harus bagaimana.”
Selesai berkata, Efa langsung pergi, tinggal Ariella menggendong si kecil, berdiri disana tidak tahu harus bagaimana.
Mendengar nada bicara Efa, nampaknya si kecil nangis memang gara-gara dia.
Riella juga tidak ingin meninggalkan kesan buruk kepada Kakak Ariella, jelas-jelas dia sangat sedih, tetapi untuk sekarang malah menahan agar tidak nangis.
“Riella…….” Melihat mata Riella yang merah dan sedikit bengkak, Ariella merasa sangat sakit hati, segera memeluk si kecil dengn erat, “Kalau begitu Riella temani Kakak pergi bekerja aja ya.”
“Kakak, Riella tidak bodoh.” Riella mulai mewek dan menyandarkan kepala di bahu Ariella, seperti akan segera menangis lagi.
Riella sudah memutuskan, jika Kakak Ariella berani mengatai dia bodoh, dia pasti nangis di depannya, sepert menangis di depan Ayah tadi.
“Riella begitu lucu, begitu pintar, tentu tidak bodoh.” Ariella membelai kepala Riella, sungguh tidak berdaya, sebenarnya apa yang dipikirkan anak ini seharian?
“Apakah Kakak akan menyukai Riella?” Riella bertanya di tengah tangisnya.
“Tentu saja Kakak menyukai Riella, jauh disbanding Riella menyukai Kakak loh.” Ariella memeluknya dengan sangat erat, serasa ingin menyatukan diri dengan anak kecil ini.
Bahkan Ariella pun tidak pernah terpikirkan dirinya akan sesayang ini dengan Riella, sampai merasa ingin menggantikan Riella menangis. Mendengar Riella terluka, dia bahkan bersedia menggantikan Riella menanggung luka itu.
Riella tidak mengerti perkataan Kakak Ariella, tetapi dia hanya ingin tahu, Kakak Ariella tidak menbencinya, yang penting Kakak menyayanginya.
Memikirkan Kakak Ariella selalu menyayanginya, Riella pun memegang muka Kakak dan mengelusnya dengen lembut.
Muka Riella masih gempal layaknya seorang bayi, pipi merah merona, dia menggunakan tenaganya yang tak seberapa itu mengelus pipi Ariella dengan penuh kasih sayang, hingga Ariella pun merasa seperti akan segera meleleh.
“Kalau begitu Kakak traktir Riella makan siang ya, nanti Riella temani Kakak pergi bekerja, oke? Ariella mencubit pipi Riella, bertanya dengan pelan.
“Okee..” Riella menyandarkan diri di pundak Ariella, menjawab dengan patuh.
Ariella menggendong Riella, melihat ke kiri dan ke kanan, kalau urusan makan harus cari tempat yang makanannya cocok untuk anak umur tiga tahun…
Tetapi, di saat Ariella sedang memikirkan semua ini, Riella sudah tertidur pulas di pundaknya…
Ariella mengelus kepalanya, tersenyum dan berkata dengan pelan :”Sungguh anak kecil yang menggemaskan. Kamu selucu ini, bagaimana bisa Ibumu pergi meninggalkanmu.”
Ariella sama sekali tidak menyadari kata-kata yang diucapkannya semua terdengar di telinga Carlson, apalagi soal alat penyadap suara di kalung jimat yang diberikan Riella, sebenarnya semua gerak gerik mereka diketahui Carlson.
Hari pertama bertemu Ariella, Carlson mamng sudah merencanakan ini, tetapi waktu belum memungkinkan, juga belum menemukan cara paling bagus, hingga setelah Ariella dan Riella cukup akrab, baru terpikirkan oleh Carlson untuk meminta Riella memberikan hadiah kepada Ariella.
Karena telah kehilangan Ariella, beberpa tahun terakhir Carlson menjaga dan melindungi Riella dengan sangat ketat, di dalam kalung jimat Riella memang sudah dipasang alat penyadap suara, agar Riella tidak hilang juga.
Henry mengetuk pintu dan masuk ke ruangan, berkata :”Manager, alat penyadap suara yang ada di badan Nyonya sinyalnya bagus, posisinya tepat, lain kali kemanapun dia pergi, kita dapat dengan cepat menemukan lokasi dia berada, dapat menjamin keselamatan dia.”
“Sangat bagus.” Carlson menganggukkan kepala
Dia pernah bilang, untuk kali ini, dia tidak akan kehilangan Ariella lagi, juga tidak akan membiarkan dia terluka sedikitpun.
Tidak peduli cara ini akan merusak privasi Ariella atau tidak, dia akan tetap melakukan ini. Dikarenakan dia berada di sisi Zeesha, demi keamanan dan keselamatannya, Carlson harus mengetahui keadaaanya setiap saat.
Henry berkata lagi :”Dua hari ini Zeesha sedang menghubungi orang di Kyoto. Dan kita belum mendapatkan informasi terkait siapa itu.”
“Yang bernama Xu dan Elisa.” Carlson langsung menyebutkan nama target.
Dalam waktu tiga tahun ini, bisnis orang yang bermarga Xu semakin berkembang, sudah mendekati Grup Primedia saat itu.
Elisa selalu membantu Xu mengerjakan semua pekerjaan, di tangannya ada saham, Zeesha yang bersembunyi pasti tahu akan hal ini.
Jadi sekali mendenar Zeesha menghubungi orang Kyoto, yang pertama kali terpikirkan oleh Carlson pasti Xu danElisa.
Mendengar perkataan Carlson, Henry merasa cukup masuk akal, kemudian berkata :”Manager, kalau begitu Aku utus orang mengikuti jejak anak buah Xu.”
“Sekalian ikuti jejak Zeesha, dengan siapapun dia berhubungan, aku harus tahu.” Carlson mengetuk meja dengan pelan, kemudian tertawa.