Lelaki itu tersenyum dan dengan sangat yakin berkata, “Aku tahu bahwa kamu tidak akan menyakitiku, aku selalu tahu. Kamu begitu mencintaiku, bagaimana mungkin bisa menyakitiku.”
Ariella benar tidak ingin menyakiti orang, tapi tidak seperti yang dikatakan pria ini, dia hanya ingin pergi dari sini, tidak pernah melihat wajah ini lagi.
“Ella …”
Ketika dia mengulurkan tangannya kearahnya lagi, Ariella tanpa berpikir panjang mengangkat abu diatas tangannya dan memukul ke kepala pria itu.
Dahi pria itu terluka, dan darah mengalir dari dahinya, tetapi dia malah tidak merasa sakit, tetap masih menatapnya dan tersenyum: “Ella, aku tahu kamu masih marah padaku, aku membiarkan kamu sembarangan pukul. Tapi ketika amarahmu mereda, pulanglah bersamaku.”
Luka di dahinya sangat dalam, dan darah mengalir semakin banyak, menetes keatas wajahnya, tubuh dan tangannya, tetapi dia mengabaikannya, dan didalam matanya tampaknya hanya ada Ariella.
Ariella ketakutan, dia ribut dan teriak: “Ivander, kamu orang gila, apa yang ingin kamu lakukan?”
Ivander tiba-tiba tertawa: “Ella, aku suka kamu memanggil namaku seperti ini. Ariella yang seperti ini, barulah Ella yang ku kenal.”
Dia suka Ariella memanggil nama lengkapnya, arogan dan kebanggaan, seolah pria dengan nama itu adalah barang miliknya.
“Diam! Aku seumur hidup tidak ingin berhubungan denganmu,” Ariella mengepalkan tinjunya dan tidak merasakan sakit pada kukunya.
“Ella, kamu tidak bisa melarikan diri, selama aku tidak lepas tangan, kamu selamanya tidak akan bisa melarikan diri.” Mulut Ivander tersenyum, didalam senyum itu tampaknya menyakitkan tetapi dengan membawa aura kegembiraan mendapatkan sesuatu barang yang hilang.
Ariella menggigit bibirnya, tubuhnya sedikit bergetar: “Kamu jangan banyak bermimpi …”
Ivander tersenyum sangat percaya diri dan dengan lembut berkata, “Apakah ada sesuatu yang aku tidak berani pikirkan? Um?”
Tinju Ariella lebih mengerat, karena dia percaya dia bisa menepati perkataannya.
“Ella, orang yang aku cintai adalah kamu, selalu, tidak pernah berubah.” Dia berkata sambil tersenyum, tetapi bagaimanapun juga, kepalanya terluka, apalagi lukanya tidak enteng, dan tatapan matanya hitam dan jatuh ke bawah.
Ariella ketakutan dan menggigil: “Ivander …”
Mungkin karena pergerakan di dalam ruangan terlalu besar, seseorang akhirnya membuka pintu dan melihat Ivander terdepak di atas tanah, sekelompok orang panik.
Ariella mendengar ada seseorang berteriak: “Tuan Ivander terluka, cepat bawa dia ke rumah sakit.”
Ariella juga mendengar ada orang memanggil polisi, kemudian hanya melihat banyak darah dan melihat banyak orang yang keluar masuk…
Ketika dia kembali fokus, dia sudah tidak tahu berapa lama, dirinya sudah dibawa ke kantor polisi, dia dikurung di sebuah sel kecil yang dingin.
Suara polisi di luar terngiang ke samping telinganya: “Orang inilah yang telah melukai Tuan Ivander, tetapi aku tidak tahu mengapa, Tuan Ivander tidak ingin mengejar tanggung jawabnya. Bukan saja tidak meminta pertanggung jawabannya, bahkan membiarkan kita memberikannya satu sel pribadi. Tapi mendengarkan arti dari pihak Tuan Ivander, juga perlu untuk mengurungnya selama dua hari sedikit memberikan pelajaran padanya. ”
Argumen para penjaga terus berdatangan, tetapi Ariella sama sekali tidak memperhatikannya, dia tahu tidak terjadi apa-apa pada Ivander dia menjadi lebih tenang.
Ariella sangat mengerti niat Ivander menyuruh orang untuk mengurungnya beberapa hari.
Pertama, beri tahu dia bahwa dia hanyalah seorang karyawan kecil dalam inovasi dan teknologi, dia menyakitinya, dia tidak mengejar tanggung jawab hukum pidana, dia hanya mengurungnya selama dua hari, itu adalah kebaikan besar baginya.
Yang kedua adalah memberi tahu dia mau dia ada di Kyoto ataupun di Kota Pasirbumi, selama dia tidak mau melepaskannya, dia tidak bisa akan bisa lari dari genggaman telapak tangannya.
Memikirkan kata-kata arogan Ivander, hati Ariella masam, bukannya dia tidak bisa melepaskan diri dari telapak tangan Ivander, tetapi keluarga Ariella tidak rela.
Mantan keluarga Ariella adalah keluarga terpelajar, sangat dihormati orang lain. Ketika sampai pada generasi ayahnya, reputasi keluarga Ariella sudah lama menurun.
Ayah Ariella tidak mau ketenaran keluarganya jatuh seperti ini, dia mencoba yang terbaik untuk terhubung di dalam kalangan selebriti, kemudian tidak tahu bagaimana caranya dia dapat terjerat dengan keluarga Ivander.
Jadi, dalam semalam, keluarga Ariella, yang reputasinya telah lama menghilang di Kyoto, setelah mendapat dukungan dari keluarga Ivander, akhirnya lagi-lagi memasuki kalangan selebriti Kyoto.
Tidak hanya itu, ayah Ariella juga menjual rumah tua dan beberapa lukisan berharga yang ditinggalkan oleh leluhur Ariella, dan menghabiskan uang untuk membeli sebuah vila di dekat vila keluarga Ivander.
Vila mereka jauh lebih kecil daripada vila orang lain, tetapi setidaknya mereka dikelilingi oleh orang kaya, yang merupakan hal yang membahagiakan bagi ayah Ariella.
Tanpa disadari, untuk waktu yang lama, keluarga Ariella tampaknya telah menjadi parasit yang tergantung pada keluarga Ivander, tuan muda keluarga itu secara alami menjadi target pendakian mereka.
Sehingga setelah hal seperti itu terjadi, orang tuanya tidak dapat memiliki pendapat apapun. Apa yang dikatakan keluarga Ivander adalah kata keramat, apa yang diinginkan keluarga Ivander itulah yang terjadi.
Keluarga Ivander tidak lagi menghargai Ariella, dia secara alami juga menjadi anak yang tidak berguna.
Sekarang, setelah tiga tahun, Ivander masih tidak malu untuk mencarinya, mengatakan bahwa ia ingin membawanya pulang, Ariella memikirkannya dan merasa lucu.
Menertawakan bahwa keluarga Ariella tidak berguna, dan menertawakan dirinya sendiri tidak berguna. Bagaimana mungkin terprovokasi dengn seseorang yang seharusnya sudah lama dilupakan dan melukainya?
Dia menekuk kakinya, memeluk dengan kedua tangannya, dan membenamkan kepalanya di atas lututnya, seolah-olah jika begitu hatinya tidak akan begitu tidak nyaman, juga tidak akan sebegitu dingin.
“Direktur Wirawan, mengapa Anda bisa datang kemari?”
Suara penuh hormat dan panik si juru kunci berlalu disamping telinga Ariella, tetapi dia tidak repot-repot memikirkannya, masih memegang kakinya di dalam ruangnya sendiri.
Hanya dengan tidak memperdulikan dunia luar, dan tidak peduli dengan mereka yang menyakitinya, dia tidak akan terluka lagi dan lagi.
Plak plak ——
Dua tamparan yang keras itu memecah kesunyian di ruangan itu, kemudian raungan lelaki paruh baya itu begitu tebal: “Kalian telah makan hati macan ya, berani-beraninya sembarangan mengurung orang.”
Petugas keamanan panik dan menyerah: “Direktur Wirawan, bukan kami, tapi Tuan Ivander, Tuan Ivander dari perusahaan …”
Tidak membiarkan lelaki itu menyelesaikan kata-katanya, lelaki paruh baya itu meraung, “masih berani berdebat, cepat buka pintu, persilahkan Nona Ariella keluar.”
Kemudian aku mendengar suara berlari, suara membuka kunci, kemudian mendengar sikap dan suara hormat dari pria paruh baya itu: “Direktur Carlson, orang-orangku yang tidak becus, tolong maafkan aku.”
Ketika aku mendengar kata-kata Direktur Carlson, tubuh Ariella sedikit bergetar dan perlahan-lahan mendongak dan melihat Carlson berdiri di depan pria paruh baya itu.
Dia masih mengenakan jas abu-abu perak, dengan senyum sopan diatas wajahnya, tetapi belenggu di bawah matanya mengungkapkan kegelapan yang tidak terlihat, dan ada semacam aura yang begitu dingin.
Carlson hanya mengangguk, dia tidak mengatakan apapun pada pria paruh baya yang membungkuk padanya dan disebut sebagai Direktur Wirawan , dia berjalan menuju arah Ariella.
Dia dengan langkah besar berjalan ke sisi Ariella, membelai kepalanya dan membisikkan namanya: “Ariella …”
Suara Carlson lebih lembut daripada yang pernah didengarnya, membuat Ariella merasa kemarahan yang baru saja dilihatnya tidak pernah muncul.