Seketika, Carlson merasa awan hitam melewati dirinya.
Riella tidak ikut, Ariella juga tidak ikut, sangat jelas tujuan Ariella bukan dia, melainkan Riella.
Carlson menggelengkan kepala tak berdaya, berkata :”Riella, besok siang Ayah traktir Kakak makan bersama.”
“Ayah, ada Kakak, Riella mau ikut.”
Ayah bukan ayah jahat, Ayah tahu dia menyayangi Kakak Ariella, makanya mencari cara agar Kakak Ariella mau ikut makan siang bersama, Ayah adalah Ayah yang baik.
“Tuan Carlson, kalau begitu tolong beritahu Riella, sampai ketemu besok siang.” Dari dalam telpon terdengar suara Ariella, kemudian dia menutup telpon itu.
Carlson hanya merasa awan-awan hitam terbayang di atas kepalanya.
Tentunya, tak seorangpun orang yang disayangi menyayanginya, Riella ataupun Ariella.
……
Hari berikutnya..
Pagi hari tiba di kantor, lagi-lagi Ariella menerima bunga mawar.
Sama seperti hari itu, ada sebuah kartu ucapan, di dalam sangat besar bertuliskan :【Kamu angin, dan Aku pasir, Aku ingin bersamamu hingga ujung dunia! —– Carlson !】– lirik lagu.
Ariella :”……”
Seperti seseorang memberitahunya, ini bukan Carlson, ini bukan Carlson yang dia kenal dengan segala wibawa dan kedewasaanya.
Tetapi selain Carlson yang dia kenal, sungguh tidak ada Carlson yang lain lagi.
Setelah melihat kartu itu, meski ada Riella, Ariella pun merasa tidak ingin makan siang bersamanya lagi.
Bagaimana ini?
Apakah bisa dengan cara mengirimkan pesan singkat kepadanya, mengatakan siang kerja lembur dan tidak bisa makan siang bersama?
“Ariella.”
Terdengar suara Billy dari arah pintu, Ariella mengangkat kepala dan melihat :”Manajer, pagi!”
Billy melihat bunga mawar di atas meja, berkata :”Ariella, nanti siang kita makan siang sama-sama ya.”
“Baiklah.” Ariella sedang galau karena belum mendapatkan alasan untuk menolak Carlson, tiba-tiba alasan ini datang dengan sendirinya.
Jika atasan mengundang makan, pasti ada yang mau dibicarakan, ini bisa menjadi alasan yang pas.
Setelah Billy pergi, Ariella langsung mengambil handphone dan mengirimkan Carlson sebuah pesan singkat : Tuan Carlson, siang ini atasan ingin membicarakan masalah kerjaan, maaf sekali tidak bisa makan siang bersama.
Setelah mengirim pesan, Ariella menghela nafas, sekarang barulah bisa kerja dengan tenang dan fokus.
Ketika pesan singkat dari Ariella masuk, Carlson sedang rapat, membahas perencanaan sebuah proyek penting.
Melihat di layar handphone terlintas nama Ariella, Carlson langsung tersenyum, semua peserta rapat bisa melihat suasana hati bosnya sedang sangat baik.
Tetapi setelah bos membaca pesan singkat, semuanya melihat seolah musim semi langsung lompat ke musim dingin, dinginnya hingga membuat orang gemetar.
Carlson mengangkat alis, berbicara dengan cuek :”Henry, bagaimana perkembangan rencana pembelian Perusahaan PM?”
Henry melapor tergesa-gesa :”Manajer Carl, tim khusus Aces sedang melakukan negosiasi dengan pihak PM, harusnya minggu depan ada kabar baik.”
Ingin membeli sebuah perusahaan antarnegara sebenarnya tidaklah mudah, hanya mengurus administrasi saja perlu waktu yang cukup lama.
Tetapi bagi Aces, ini bukan menjadi masalah, asalkan semua diserahkan ke tim ahli mereka, masalah apapun dapat terselesaikan.
Masalah utamanya adalah, yang dibahas pada rapat saat ini adalah proyek besar lain.
Proyek besar yang dalam satu tahun telah melakukan investasi cukup besar, juga merupakan salah satu proyek besar Aces tahun ini, kenapa Tuan Carlsonson malah membicarakan hal di luar topik?
Semua peserta rapat kebingungan, hanya Henry dan Daiva yang mengerti, mungkin saja terjadi sesuatu yang berhubungan dengan Ariella.”Lanjut.” Carlson berkata dengan muka yang masih suram, di situasi seperti ini rapat tetap harus dilanjutkan, dan semua peserta rapat harus berhati-hati dalam setiap ucapannya, salah-salah bisa tewas di tempat.
……
Pekerjaan Ariella di pagi hari cukup sibuk, dan selalu merasa waktu berlalu dengan cepat, jika bukan karena telepon dari Billy, dia mungkin tidak sadar bahwa hari sudah jam istirahat.
Billy janjian dengannya di sebuah restoran ala barat, dia mengatakan bahwa tadi pagi ada urusan diluar dan setelah itu langsung ke restoran, sehingga meminta Ariella menyusulnya.
Ariella tahu restoran yang dekat dengan kantor ini baru buka tak berapa lama, beberapa hari yang lalu juga mendapatkan brosur, tetapi belum pernah datang.
Ketika memasuki restoran ini, yang dilihat adalah desain interior yang sangat romantic, lebih cocok untuk pasangan dan bukan untuk membicarakan kerjaan.
Ariella bertanya kepada pelayan, kemudian diarahkan ke ruangan yang telah dipesan oleh Billy.
Pelayan mengetuk pintu, berkata dengan sopan :”Tuan, tamu yang anda tunggu telah sampai.”
Pintu ruangan terbuka, Ariella membalas pelayan dengan senyuman dan melihat ke dalam ruangan, seketika melihat ada yang tidak beres.
Harusnya yang menunggu di dalam adalah Billy, tetapi yang duduk disana malah Carlson.
Carlson memakai kemeja putih dan celana hitam yang sering dia lihat, berdiri dengan tegak, tersenyum kepada Ariella, dan menatap Ariella yang baru sampai.
Ariella bingung dengan isi hatinya sendiri, pertama-tama kaget, kemudian sedikit senang, setelah itu tidak tahu harus bagaimana.
Setelah diam beberapa saat, dia baru berkata :”Tuan, Tuan Carlson, kenapa kamu disini? Apa Billy juga mengajakmu?
Memangnya urusan yang akan dibicarakan Billy ada hubungannya dengan Carlson?
Carlson tidak menjawabnya, sambil melihatnya sambil berjalan ke arah pintu dan menutupnya, kemudian menguncinya—
Ariella terkejut, langsung mundur dua langkah, berusaha menjauhi Carlson :”Kenapa pintunya dikunci?”
“Ariella, apa yang kamu janjikan kemarin? Ha?” Carlson berjalan mendekatinya dengan paksa, menatap mukanya dengan sangat dalam.
“Aku……” Memang dia menjanjikan untuk makan siang bersama, tetapi tadi pagi sudah mengabari bahwa tidak jadi, ataukah dia tidak melihat pesan itu?
Kemudian, Ariella tidak berdaya langsung terjun ke pelukan laki-laki di depannya, muka Ariella menabrak dada Carlson dengan keras—- sakit terasa!
Carlson berbalik, dengan sangat cepat menciumi keningnya, alisnya, hidungnya dan berakhir pada bibirnya.
“Aduh..duh…” Ariella berusaha mendorongnya, tapi tidak berhasil.
Ariella tahu, Carlson akan kehilangan kendali, pasti lagi-lagi menganggapnya sebagai mantan istrinya yang sudah meninggal.
Ariella mengepal tangan dan melemparnya, memukuli pundak Carlson berkali-kali, ingin menghentikan Carlson tapi sama sekali tidak berguna.
Carlson berdiri di depan dia, kokoh seperti sebuah gunung, menahannya hingga hampir tidak mampu bernafas, Ariella sama sekali tidak bisa membuatnya bergerak.
Ciuman itu berlangsung lama, kemudian berakhir dan Carlson melepaskan, baru dilepas, Ariella langsung menerbangkan tamparan panas ke pipi Carlson.
Phiaa..
Sebuah tamparan terjun di pipinya, tetapi Ariella sedikitpun tidak merasa senang, malah merasa sedikit sedih.
Ariella melihat dia, menggit bibir kemudian berlari keluar dari ruangan itu.