Mục lục
NOVEL SUAMIKU TERNYATA SEORANG PRESDIR
Thiết lập
Thiết lập
Kích cỡ :
A-
18px
A+
Màu nền :
  • Màu nền:
  • Font chữ:
  • Chiều cao dòng:
  • Kích Cỡ Chữ:

Bab 164 Jangan Keras Kepala





Dengan kejam mengetuk kepala Ivander.





“Kamu kamu kamu kamu kamu!”





Elisa menjerit setiap mengetuknya, dan setiap ketukannya penuh dengan tenaga.





Percikan darah terkena muka Elisa, dan terkena matanya—semuanya darah.





Elisa sadar bahwa tenaganya sudah terpakai habis memukulnya, dia terengah-engah dan berhenti.





Tampang Ivander sudah tidak bisa dipandang lagi.





Sudah dipukulinya hingga luka parah.





“Hahaha…” melihat perbuatannya sendiri, Elisa tertawa hingga mengeluarkan air mata.





Air mata dan darah tercampur menjadi satu.





Manis dan pahit bagaikan hidupnya.





Dia tiba-tiba kehilangan semua tenaganya, jatuh berbaring di sebelah mayat Ivander.





Dia melihat mayat yang tidak bisa dia identifikasi, tiba-tiba memeluknya.





“Kakak Ivander, Elisa cantik tidak?”





Elisa bertanya.





Namun tidak ada jawaban.





Hanya darah yang tidak berhenti mengalir.





Dalam waktu yang lumayan lama sampai langit sudah gelap, Elisa baru kembali sadar.





Dia melirik mayat yang sudah dingin di lantai, merangkak ke sebelah untuk mengambil ponselnya, dan menghubungi nomor telepon yang sering dihubungi belakangan ini.





Setelah waktu yang lama, panggilan terhubung, terdengar suara berkata: “halo?”





Suaranya sangat menyenangkan seperti berasal dari dunia lain.





Elisa menarik nafas yang dalam, dan mengatakan: “Aku bunuh orang.”





Hanya hening, namun Elisa sepertinya mendengar gerakan bibir pria tersebut.





……





Dibanding dengan Kyoto, cuaca di Kota Pasirbumi hari demi hari semakin membaik.





Cuaca sudah membaik, suasana hati orang juga ikut membaik.





Ariella tidak lagi mengantuk dibanding beberapa waktu lalu, namun mulai mual dan muntah, terutama setiap pagi dan malam muntah sampai tidak enak badan.





Carlson menemani di sisinya juga tidak dapat melakukan apa-apa, hanya ikut cemas.





Dia memanggil dokter kandungan yang terpercaya, setiap dokter memberitahunya bahwa ini adalah reaksi normal di awal kehamilan.





Ariella muntah dengan menderita, namun dokter memberitahunya ini adalah reaksi normal, untuk pertama kalinya, dia bahkan sudah memiliki keinginan untuk membunuh.





Dia meminta Bibi Ava untuk berusaha mempersiapkan makanan polos dan bergizi yang cocok dimakan oleh bumil, namun malam ini Ariella baru makan satu suap, dia mulai muntah lagi.





Yang membuat Carlson lebih kesal adalah Ariella sudah menderita seperti ini, dia setiap hari masih ingin pergi kerja, dia bilang dia ingin mencari uang untuk membeli bubuk susu.





Carlson bukan tidak mampu untuk menafkahkan dia dan anaknya, dia sangat ingin memberitahu tentang ini kepadanya, namun dia tahu bahwa Ariella memiliki harga diri yang sangat kuat, memberitahunya hanya bisa menghinanya.





Pada saat awal pernikahan mereka, Carlson sudah memberi kartu bank kepadanya, namun sampai sekarang, dia tidak pernah menerima pesan tentang biaya pengeluaran, yang berarti bahwa Ariella tidak pernah menyentuh uangnya.





Ariella tidak ingin memakai uangnya, membuat Carlson merasa tidak enak. Mereka adalah sepasang suami istri, uang Carlson adalah uang Ariella, namun Ariella tidak ingin memakainya.





Ariella muntah di jamban untuk waktu yang cukup lama, namun tidak memuntahkan apa-apa, malahan dia sudah tidak ada tenaga lagi.





Dia masih tersenyum dengan Carlson: “Banyak bumil yang seperti ini, kamu tenang saja.”





Carlson memeluknya dan di saat dia ingin mengatakan sesuatu, Ariella mengulurkan tangannya dan membelai alisnya: “Jangan selalu cemberut, nanti banyak yang tidak suka.”





Suara Ariella yang sangat lembut seperti bulu membelai hati Carlson, membuatnya senang namun juga khawatir.





Carlson menekannya ke pelukannya, dan juga menekan kepalanya, dengan lembut mengatakan: “Ariella, kita hanya butuh satu anak saja. Lain kali kamu tidak usah menderita lagi.”





Dibandingkan ingin mempunyai anak, Carlson lebih tidak ingin melihat Ariella menderita, beberapa hari ini dia tidak makan apa-apa, sehingga menjadi kurus, kurus bagaikan akan terbang bila ditiup angin.





Kemarin saat USG, dokter bilang bahwa bayi sangat normal, namun butuh banyak nutrisi, meminta bumil untuk makan yang banyak.





Mendengar perkataan dokter, meskipun dia sebenarnya tidak bisa makan, namun dia tetap berusaha makan, dia bilang dia sendiri boleh kelaparan namun anak tidak boleh sampai kelaparan.





Mendengar Ariella berkata demikian, Carlson kesal dengan diri sendiri kalau dulu tiap mengambil tindakan untuk mencegah kehamilan.





Kalau dia tidak membuat Ariella hamil, dia tidak perlu mengalami penderitaan ini.





“Ini anak pertama, jadi masih manja sedikit, nanti setelah sudah sampai anak ke 2, 3, bahkan 4, sudah tidak ada masalah seperti ini lagi.” Ariella mengatakannya seolah-olah bukan dia yang muntah sampai menderita.





Menurut Ariella, satu anak mana cukup, dia malahan mau punya sekumpulan monyet. Supaya kelak sekeluarga bisa main 2 meja majhong.





Ariella ingin mengajar anak-anaknya dari kecil untuk saling menyayangi, kelak nanti dia dan Carlson sudah tua, anak-anaknya juga ada yang temanin.





Yang terpenting adalah Ariella tidak ingin anak-anaknya terlalu lelah seperti Carlson, melahirkan lebih dua anak supaya kelak mereka bisa melanjutkan pekerjaan Carlson, berbagi tanggung jawab supaya setiap masalah tidak hanya ditanggung oleh satu orang.





“Jangan bicara lagi.” Carlson menopangnya untuk bangkit berdiri, dan mengambilkannya gelas yang sudah diisi air untuk kumur mulut.





Setelah berkumur, Ariela melihat Carlson yang masih cemberut, mendadak mendapatkan satu ide di otaknya.





Ariella tertawa canggung: “Tuan Carlson, sini cium.”





Ariella tahu bahwa Carlson adalah orang yang sangat menjaga kebersihan, dia baru saja muntah, Carlson pasti tidak akan menciumnya, jadi dia hanya ingin memainnkannya, ingin melihatnya namun tidak dapat berbuat apa-apa.





Akan tetapi, Ariella tidak pernah kepikiran, Carlson tidak hanya menundukkan kepalanya dan menciumnya, bahkan memberikan ciuman Perancis yang sangat dalam.





Mencium dia hingga nafasnya sudah tidak lancar baru melepaskannya, menatap wajahnya dengan dalam: “Kalau begini bisa membuatmu merasa lebih baik, lain kali…..”





Carlson belum selesai mengucapkannya, Ariella sudah merasa ingin muntah lagi, lalu bergegas lari kembali ke jamban.





Sejujurnya, rasa ini sangat menderita, seolah-olah organnya juga ingin dimuntahkan.





Terpikir bahwa anaknya yang menyengsarakan dia, namun setelah beberapa kemudian anaknya akan dilahirkan, dan dia tidak akan menderita lagi.





Ariella muntah untuk beberapa kali lagi baru berhenti muntah, dia merasa bersalah melihat Carlson yang menemani di sampingnya: “tuan Carlson, aku selalu membuatmu khawatir, maaf ya.”





Carlson malah tidak ingin meladeninya.





Dia menderita seperti ini karena olahnya semua, dia masih dengan bodohnya meminta maaf padanya.





“kamu marah lagi? Kamu belakangan ini selalu marah. Kalau marah cepat tua, apakah kamu tidak tahu?” Ariella jelas tahu Carlson sedang marah, dia masih memainkannya sampai Carlson berbicara dengannya.





Carlson menopangnya untuk berkumur lagi, kemudian mengendongnya kembali ke kamar, dengan lembut melepaskannya di atas kasur.





Dia baru saja berdiri malah ditarik oleh Ariella, mendadak ditanya dengan serius: “Tuan Carlson, aku membuat kamu sengsara setiap hari, apa kamu tidak sebel?”





Beberapa hari ini jika ada waktu kosong, Ariella selalu berpikir bahwa bagaimana bila Carlson merasa sebel dan kemudian tidak peduli lagi dengannya?





Mendengar Ariella berkata demikian, wajah Carlson langsung berubah menjadi tidak enak dipandang, dengan suara yang dalam berkata: “Tidurlah, jangan banyak berpikir.”





Terkadang Carlson sungguh ingin memarahi wanita ini, meminta dia jangan begitu bodoh, sandarkan diri jika ingin menyandar, jangan berlaga kuat.

Danh Sách Chương:

Bạn đang đọc truyện trên website TruyenOnl.COM
BÌNH LUẬN THÀNH VIÊN
BÌNH LUẬN FACEBOOK