Mục lục
NOVEL SUAMIKU TERNYATA SEORANG PRESDIR
Thiết lập
Thiết lập
Kích cỡ :
A-
18px
A+
Màu nền :
  • Màu nền:
  • Font chữ:
  • Chiều cao dòng:
  • Kích Cỡ Chữ:

Bab 131 Pasangan Pernikahan Emas





Keesokan harinya.





Setelah siang hari, Ariella baru terbangun.





Ia menggerakkan tubuhnya, tapi tubuhnya sangat tak bertenaga. Untung saja rasa sakitnya tidak sesakit seperti saat ditabrak mobil pertama kali.





Ia membuka matanya, menoleh ke arah jendela, tapi ia tidak melihat bayangan Carlson di sana.





Ia mengambil ponsel dan membukanya, sudah hampir pukul 12 siang.





Dia begitu sibuk, pastilah tidak akan duduk menunggunya sadarkan diri di sisi jendela.





Ketika ia tengah berpikir, Puspita meneleponnya. Diangkatnya telepon itu, lalu terdengarlah suara Puspita yang panik menyerbu: “Riel, Riel, cepat ke kantor, ada sebuah pesanan yang entah bagaimana kami mendesainnya tetap tak dapat memuaskan mereka. Aku ingin kau membereskannya.”





“Seperti apa kliennya?” Ariella bertanya sambil mengernyitkan alis.





“Aku tak bisa menjelaskannya padamu lewat telepon, kau ke sini saja dulu baru kita bicarakan lagi.” Selesai bicara, tanpa memberi Ariella kesempatan untuk menjawab, Puspita langsung menutup teleponnya.





Mendengar suara Puspita yang begitu panik, Ariella segera beranjak dari ranjang, lalu secepat kilat bersiap-siap ke kantor.





Baru saja ia duduk, dilihatnya sebuah memo di samping tempat tidur. Memo itu bertuliskan tulisan tangan Carlson yang ditulis dengan huruf besar dan tebal – DINAS 3 HARI. CARLSON.





“Dinas 3 hari, Carlson…”





Ariella menatap beberapa huruf besar itu sambil membacanya dengan suara pelan.





Sejujurnya, ketika ia membuka matanya dan tidak mendapati Carlson sedang duduk di samping jendela, hatinya seperti kehilangan sesuatu. Namun jika dibandingkan dengan saat ini di mana ia mengetahui Carlson dinas 3 hari, rasa kehilangan yang tadi itu bukan apa-apa.





Carlson sedang dinas, sedangkan di kantor juga ada yang perlu dibereskan. Ariella akhirnya memutuskan dengan cepat bahwa ia akan membawa Mianmian ke tempat Puspita dan menginap di sana beberapa hari, ini memudahkannya bekerja.





Ketika ia dan Mianmian sudah di dalam taksi, Carlson menelepon. Ariella mengangkatnya, didengarnya suara Carlson yang rendah dan seksi dari seberang sana: “Sudah bangun?”





“Hm, sudah.” Ariella mengangguk, “Ada perlu apa?”





“Kalau sudah aku akan minta Bi Ava untuk siapkan makanan untukmu.”





Ariella berkata, “Tidak perlu. Aku dan Mianmian sedang di dalam mobil. Karena ada perlu dengan pekerjaan, kami berencana menginap di tempat Puspita selama beberapa hari.”





Begitu Ariella mengatakannya, dari seberang telepon terasa Carlson yang semakin muram, dan akhirnya ia menjawabnya setelah beberapa saat, “Kau sedang marah?”





Semalam bersamanya begitu lama, hari ini pagi-pagi sekali ia sudah bangun dan bergegas ke bandara, ia harus ke kota lain untuk dinas dan meninggalkannya seorang diri di rumah, seharusnya ia marah.





“Ha…” Ariella tertegun sejenak, lalu berkata, “Aku tidak marah. Kenapa kau berpikir aku marah?”





Ariella tidak mengerti mengapa dia dapat berpikir seperti itu, Carlson juga tidak menjawabnya, akhirnya mereka berdua berbasa-basi beberapa kata sebelum akhirnya menutup telepon.





Sesampainya di kantor barulah Ariella mengerti, ternyata Puspita telah menerima sebuah pesanan, namun desain yang dikeluarkan oleh beberapa desainer kantor mereka tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan pasangan suami istri itu.





Puspita juga tengah dalam keadaan panik dan buntu, sampai akhirnya ia memutuskan untuk memanggil Ariella.





Ariella membiarkan Mianmian bermain sendiri, lalu ia meminta Puspita menjelaskan seperti apa klien mereka dan apa permintaan mereka.





Yang memesan gaun pengantin itu adalah sepasang suami istri yang akan merayakan pernikahan emas mereka. Mereka telah hidup bersama selama berpuluh tahun namun belum pernah mengadakan pesta pernikahan sekalipun.





Karena itu anak-anak mereka berencana mengadakan pesta pernikahan bagi pernikahan usia emas mereka itu.





Pesta itu akan diadakan tanggal 15 bulan ini, sehingga mereka tidak punya banyak waktu untuk mengubah desain gaunnya. Ditambah lagi masih harus menjahit gaun itu setelah desain disetujui, semua itu perlu waktu.





Sebentar lagi libur tahun baru, kalau desainnya tidak keluar, tidak mungkin gaun itu akan diproduksi, karena itu Puspita sangat cemas.





Setelah mendengarkan permintaan kedua orang tua tersebut, Ariella merasa sangat mengerti, mungkin sesungguhnya bagi mereka pesta pernikahan sudah tidak penting lagi.





Yang mereka inginkan adalah sehat, damai, tentram dan bahagia…





Namun kedua orang tua itu juga tak tega mematahkan niat baik anak-anaknya, karena itulah mereka mencari jasa kantor kami.





“Puspita, desain gaun yang dikeluarkan sebelumnya apakah cenderung kepada gaun yang gemerlapan bak dalam mimpi?” tanya Ariella sambil menggambar draft.





“Bagaimana kau tahu?” Puspita mengangguk sambil melihat Ariella dengan tatapan terkejut.





Ariella melanjutkan perkataannya, “Kalau begitu jangan mendesain gaun yang bertemakan barat, kita desain baju tradisional china, dengan kebahagiaan dan kesehatan sebagai tema utamanya.”





Mendengar perkataan Ariella, Puspita seperti mendapat inspirasi, sambil menepuk tangannya ia berkata, “Riel, buatlah seperti yang kau katakan. Segeralah selesaikan draft itu dan tunjukkan ke kedua orang tua itu, asalkan mereka puas, barulah aku bisa tenang mengambil biaya jasa ini.”





Ariella mengulurkan tangannya dan menepuk-nepuk kepala Puspita, “Jaga Mianmian untukku, aku akan segera selesaikan draft desain ini, secepat mungkin akan kuperlihatkan kepada klien itu.”





“Kalau begitu kuserahkan padamu, Nyonya Carlson.” Kata Puspita sambil tertawa.





Kata-kata ‘Nyonya Carlson’ itu membuat hati Ariella sedikit berbunga-bunga, sampai ia membalas Puspita dengan wajah yang tersenyum lebar, “Kau selesaikan saja urusanmu. Jangan mengangguku.”





Selanjutnya ketika ia menggambar draft desain tersebut, pikirannya dipenuhi oleh gambaran dirinya dan Carlson yang pelan-pelan menua.





Rambut Carlson sudah memutih, usia menggoreskan beberapa kerutan di wajahnya yang tampan dan menawan itu, tapi ia masih tetap berdiri tegap, masih dengan wibawa yang sama, menggandeng tangannya, membimbingnya berjalan ke altar merah, pelan-pelan berjalan ke tengah panggung.





Di tengah panggung tertulis sebaris kata yang ditulis besar: SELAMAT ATAS PERNIKAHAN EMAS TUAN CARLSON DAN NYONYA ARIELLA!





Ada yang mengatakan, mendesain sebuah produk adalah perjalanan hati yang paling penting, pertama kau harus mencintai produk buatanmu itu, dengan begitu orang lain baru dapat menyukai produkmu.





Meskipun Ariella tengah mendesain baju tradisional untuk kedua orang tua itu, namun ia membayangkan kedua orang tua tersebut adalah dirinya dan Carlson 50 tahun lagi. Karena itu produk yang ia desain secara alami mengandung ciri khasnya.





Hari kedua, ketika Puspita memperlihatkan hasil desain Ariella kepada kedua orang tua itu, mereka sangat puas dan akhirnya memutuskan menggunakan desain itu.





Puspita sangat terheran-heran dan bertanya pada Ariella, “Hei, bagaimana kau bisa tahu dua orang tua itu akan menyukai tema sejenis itu?”





Bibir Ariella yang merah tersenyum mengembang, “Karena aku berharap diriku akan seperti mereka ketika tua nanti. Lalu aku memikirkan apa yang kubutuhkan ketika aku tua nanti, disitulah aku tahu.”





“Untung saja aku memintamu kembali ke kantor. Apa kau tahu berapa banyak kerugianku ketika kau tidak bekerja selama 3 tahun di sini?”





“Bukankah aku sudah kembali, selanjutnya aku akan lebih giat, akan kukembalikan kerugian yang kusebabkan selama 3 tahun ini.”





“Dewi keberuntunganku, apa malam ini kau pulang?”





“Tidak.”





“Apa kalian bertengkar?”





“Dia sedang dinas, pulangpun tak ada yang bisa diajak bicara.” Ariella berpikir lalu melanjutkan, “Nona Puspita, malam ini kita makan hotpot saja.”





“Kebetulan aku berpikiran yang sama.” Puspita segera mengambil jaketnya dan mengenakannya, lalu berkata, “Riel, apa benar hanya karena ia sedang dinas sehingga kau tidak pulang?”





Semalam karena harus mengejar menyelesaikan desain ia tidak pulang, Puspita tidak berpikir macam-macam. Tapi kalau Ariella mengatakan malam ini juga tidak pulang, tak urung membuat orang memikirkannya.





“Atau kau berpikir aku punya mainan lain di luar sana sehingga tidak pulang?” tawa Ariella. Di saat itu ketika ia menolehkan kepalanya, dilihatnya Carlson sedang berdiri di ambang pintu kantor.

Danh Sách Chương:

Bạn đang đọc truyện trên website TruyenOnl.COM
BÌNH LUẬN THÀNH VIÊN
BÌNH LUẬN FACEBOOK