Katanya hanya memberikan waktu dua jam pada Jane untuk melihat ibunya, namun Jane mengajak ibunya mengobrol kemana-mana, dalam sekejap mata beberapa jam telah berlalu.
Panji mendengar perintah dari tuannya mengantarkan Jane kerumah sakit, tuan tidak membiarkan dia membawanya pulang, Panji juga tidak berani membuat keputusan sendiri, lebih baik menunggu dirumah sakit.
Melihat Jane akhirnya keluar dari kamar pasien, Panji bergegas menjemputnya: “Nona Ji, kita sudah bisa pulang.”
Jane berkata: “Tuan Panji, jangan menggunakan kata ??Kita??, kamu adalah kamu, aku adalah aku, diantara kita tidak ada hubungan apapun. Kakimu tumbuh dibadanmu, apakah aku bisa menahanmu jika kamu ingin pulang?”
Panji berkata: “Nona Ji, aku yang mengantar kamu ke rumah sakit, aku bertanggungjawab menjemputmu pulang. Jika aku pulang sendiri, aku juga tidak mau hidup lagi.”
Dia mengangkat pergelangan tangannya melihat waktu sekilas, berkata lagi: “Nona Ji, kamu sudah melewati beberapa jam, jika masih tidak pulang, takutnya akan sulit keluar di saat berikutnya lagi. Tuan rumah kami bukanlah orang yang bisa ditantang, walaupun kamu tidak memperdulikan dirimu sendiri, kamu juga harus memikirkan ibumu.”
Jane menaikkan alis melihat dia: “Kamu sedang mengancamku!”
Panji memegang Sungai Mianshui yang dingin: “Nona Ji, aku mana berani mengancammu, aku bukanlah hanya berkata yang sebenarnya.”
Panji masih sungguh tidak berani mengancam Jane, walaupun dia tidak tahu alasan Oscar dikirim pergi, namun dia tahu, kepergian Oscar pasti ada hubungannya dengan Jane.
Tuan rumahnya sangat memandang berat wanita ini, kecuali Panji ingin berakhir seperti Oscar, jika tidak dia pasti tidak berani membuat marah Jane yang ada didepannya.
Panji sangat jelas dia tidak bisa membuat marah wanita didepan matanya, terlebih lagi dewa besar didalam rumah itu yang memegang nasibnya lebih tidak bisa dibuat marah.
Setelah memikirkan pro dan kontra, Panji merasa dirinya ada tugas memberitahukan tingkat kepentingan tugasnya kepada Jane, karenanya baru bisa berkata hal yang membuat Jane mendengarnya sebagai ancaman.
Jane tertawa dalam kepedihan: “Tuan Panji, masih menunggu apa, kamu tidak ingin pulang?”
Mau tidak mau Jane harus mengakui, ucapan Panji ini menyerang fatal dirinya.
Benar, dia boleh tidak memperdulikan hidup mati dirinya, namun dia harus memikirkan ibu, dia tidak bisa lagi karena diri sendiri lalu membiarkan ibunya tersakiti.
Walaupun dia seribu kali sepuluh ribu kali tidak ingin pulang ke villa Sebastian, tapi tidak ada jalan yang dapat dipilihnya, dia harus kembali.
Sampai pada lelaki itu membenci dia, mengusirnya!
????
Panji membawa mobil masuk kedalam halaman, menghentikan mobil: “Nona Ji, sudah sampai.”
Jane kembali tersadar: “Begitu cepatkah?”
Karena tidak ingin datang kesini, disini terbengong satu menit adalah sebuah siksaan, Jane baru bisa merasa waktu berlalu dengan begitu cepat, dari rumah sakit sampai disini seperti jarak naik mobil dan turun mobil.
Bibi Qiao sudah menunggu didepan pintu dari tadi, melihat Jane pulang, dia tersenyum kecil dan menyambutnya: “Nona Ji, kamu sudah kembali.”
Jane tersenyum-senyum, berkata: “Tuan kalian mengutus bawahan yang paling dia percayai untuk mengikuti aku, jika aku tidak pulang, takutnya kedua kaki akan bisa dipukul cacat. Menurutmu aku berani tidak pulang kah?”
Didalam hati bibi Qiao malu terhadap Jane, hanya bisa ikut tertawa dengan canggung: “Nona Ji, aku sudah memasak sup untuk meredakan panas dan racun, kamu minumlah sedikit.”
Jane berkata: “Bibi Qiao, terima kasih padamu! Namun aku sudah makan malam, tidan ingin meminum sup lagi.”
Bibi Qiao berkata lagi: “Nona Ji, tuan ingin kamu pergi ke ruang belajarnya setelah kamu kembali, dia ada yang mau dibicarakan secara pribadi denganmu.”
Mau dia seorang diri pergi mencari dia di ruang belajar?
Mendengar perkataan ini, hati Jane bergetar, takut sampai telapak tengah tangannya berkeringat dingin.
Tidak perduli dia bersedia atau tidak, seumur hidupnya dia tidak akan melupakan apa yang terjadi hari itu didalam ruang belajar, tidak akan melupakan Sebastian binatang itu bagaimana menyakiti dia.
Bibi Qiao kembali berkata: “Nona Ji????”
Jane kembali tersadar, diam-diam mengepalkan kepalan tangannya, menahan ketakutan dari dalam hatinya, mengangguk-anggukkan kepala: “Bibi Qiao, aku sebentar lagi pergi mencari dia. Waktu sudah tidak pagi lagi, kamu cepat pergi beristirahatlah. Aku juga pergi ke ruang belajar.”
Bibi Qiao menjaganya dengan baik, Jane tidak ada niat jahat terhadap bibi Qiao, hanya satu orang yang dibencinya, lelaki yang telah merusak semua impiannya itu.
Membiarkan dia inisiatif pergi mencari dia ke ruang belajar, maaf sekali, dia tidak ada keberanian itu, dia tidak berani pergi, lebih tidak bersedia pergi, dan Jane kembali ke kamarnya sendiri.
Jane membuka pintu kamar, tidak menyangka didalam kamar berdiri seseorang, dia berdiri disamping jendela, meletakkan tangan dibelakang badannya, pandangannya mengarah keluar jendela.
Melihat dia, Jane mundur kebelakang, dan pada ssat itu juga seluruh tubuhnya seperti tumbuh duri: “Kamu ingin melakukan apa lagi?”
Sebastian perlahan membalikkan badan, melihat ke arahnya, melihatnya sekali lagi, lama kemudian baru menunjuk berkas yang ada di atas meja rias: “Lihatlah, jika tidak ada masalah, tanda tanganilah.”
“Tanda tangan lagi?” Setelah mendengar Jane tertawa tanpa tertahan, “Sebastian, kamu juga jangan begitu menganggu orang! Kamu jangan mengira membiarkan aku tanda tangan apa, aku akan tanda tangan?”
Sebastian menggerak-gerakkan alisnya, tidak bersuara, hanya saja ada maksud didalam pandangannya.
Jane berteriak dengan marah: “Sebastian, kamu enyahlah! Dunia ini ada berapa jauh, kamu enyah berapa jauh! Jangan biarkan aku melihatmu lagi!”
Sebastian tiba-tiba berjalan kearahnya dengan cepat, berjalan kesampingnya, dan memegang erat tangannya: “Jane, kamu mengira orang yang tersakiti hanya ada kamu seorang saja?”
Jane tercengang oleh pandangannya yang misterius, dengan mata yang besar memandanginya, sesaat melupakan semua reaksi, lalu mendengar lagi dia berkata: “Kamu sudah kehilangan yang pertamamu, aku juga sama. Kamu ingin menyerahkan pertamamu kepada lelaki yang kamu cintai, apakah aku tidak? Jangan mengira milik wanita yang pertama baru disebut yang pertama, milik pertama pria juga sama adalah yang pertama.”
Jane: “????”
Dia barusan mendengar apa?
Ucapannya membuat dia terkejut sekali.
Disaat Jane sedang terkejut, Sebastian lanjut berkata: “Jane, hal sudah terjadi, tidak perduli bagaimanapun kita menghindarinya adalah tetap telah terjadi, aku telah memikirkan sebuah cara mengganti rugi padamu.”
Jane menghempaskan tangannya: “Ganti rugi? Bagaimana ganti ruginya? Kamu mengucapkan sebuah kata maaf sebuah kata membayar apakah sudah bisa menganggap hal ini tidak terjadi? Kamu dapat mengembalikan keperawanan wanita dengan utuh kah?”
Dia mengelengkan kepala, berkata lagi: “Sebastian, kamu seharusnya lebih jelas dariku, ada beberapa hal yang sudah terjadi maka sudah terjadi, tidak akan bisa kembali lagi ke sebelumnya.”
Sebastian memutarkan badan dan mangambil berkas diatas meja rias, dan menaruhnya lagi didalam tangan Jane: “Ini adalah sebuah perjanjian nikah, aku bersedia membayarmu dengan pernikahanku.”
Yang dapat terpikirkan olehnya, cara ini adalah yang paling bagus untuk mengganti rugi.
Dia telah merusak kesuciannya, dia juga tidak ada kualifikasi lagi untuk menunggu orang yang dia sembunyikan didalam hati itu, mereka berdua berjalan bersama, adalah akhir yang paling baik.
Dia berpikir, Jane tidak ada alasan akan menolak, lagipula yang diberikan kepadanya, adalah lebih banyak dari yang dia bayangkan.
“Perjanjian nikah?” Jane memegang erat berkas ditangannya dan memukulnya ke atas wajahnya, “Kamu mengira aku akan menikah dengan kamu seorang pemerkosa kah?”