Weng… weng—
Suara handphone berbunyi dari dalam tas Ariella, dia langsung mengambilnya dan yang dilihat adalah, Ayahnya menelepon, bibirnya langsung tersenyum :”Ayah.”
“Aku hari ini tidak di kantor, sedang keluar dengan teman.”
“Tidak ada masalah apa-apa, teman yang baru kenal, keluar jalan-jalan saja.”
“Apa? Kamu mengalami kecelakaan?”
“Kamu sekarang di rumah sakit mana? Aku langsung pergi melihat kamu.”
Melihat ekspresi Ariella, mendengar nada bicaranya, Carlson pun bisa menebak posisi Zeesha di hati Ariella.
Harus diakui, dalam tiga tahun ini, sosok Ayah yang ditanam ke hati Ariella oleh Zeesha sungguh berhasil, bisa membuat Ariella begitu mempercayainya, begitu bergantung pada dia.
Zeesha bersikap sangat baik, dia tahu harus menggunakan cara seperti apa untuk memberi kesan baik kepada Ariella, dengan begini dia akan dengan sangat mudah mengendalikan Ariella.
Penggertakan hanya bersifat sementara, siapapun tidak ingin dikontrol. Sosok Ayah yang satu ini berbeda, dia memberikan suasana tenang dan nyaman untuk Ariella yang lupa ingatan, barulah bisa mengontrol Ariella dalam tangannya.
Dalam situasi seperti ini, jika Carlson berkata kepada Ariella bahwa Ayahnya bukanlah ayah kandung, melainkan ayah yang membunuh Ayah dan Ibu kandungmu.
Ariella tidak hanya tidak akan percaya, mungkin akan merasa Carlson sakit jiwa, dan pasti akan menjauhinya.
Carlson jelas-jelas tahu taktik dari Zeesha, dia tidak mungkin bertindak salah, hanya bisa memikirkan cara agar Ariella pelan-pelan dapat mengingat semua masa lalunya.
Dia hari ini baru saja mendapatkan sedikit kesempatan, Zeesha malah kecelakaan, juga tidak tahu beneran kecelakaan atau ini bagian dari permainannya.
Ariella menutup telpon, Carlson langsung berkata :”Takut Paman kenapa-napa ya?”
Ariella menganggukkan kepala, berkata dengan panik :”Tuan Carlson, kalau tidak merepotkan bolehkah kamu mengantar Aku ke Rumah Sakit Umum Pasirbumi?”
Baru saja Carlson merasa akan segera memiliki Ariella kembali, begitu kalimat ini diucapkan Ariella, Carlson langsung kembali ke wujud dan perasaan semula.
Ternyata di hari Ariella, dia tetap orang asing, Ariella tidak perhatian dengan segala sesuatu pada dirinya, lebih tidak peduli dengan semua itu.
Carlson tidak menjawab, Ariella mengira dia keberatan, berkata :”Jika kamu tidak sempat, tolong turunkan Aku di suatu tempat. Aku naik taksi saja.”
“Ariella, Aku setuju!”
Asalkan yang minta adalah kamu, pasti Aku lakukan.
Jangankan antar kamu ke rumah sakit menemui Zeesha, jika kamu meminta Aku menemui Zeesha untuk dibunuh pun, Aku tidak keberatan.
Tetapi yang dipikirkan Carlson hanya bisa ia sembunyikan, Ariella tidak mengerti, semua konsentrasinya telah berpindah ke Zeesha.
Mereka berdua tinggal di Kota Pasirbumi tanpa keluarga dan kerabat, ketika Ayah mengalami kecelakaan dan tak seorangpun menjaganya di samping, sebagai satu-satunya keluarga Ayah, Ariella pasti menuju lokasi Ayahnya dengan secepat kilat.
Tadinya Carlson berencana membawa Ariella makan di luar, kemudian membawanya jalan-jalan di tempat yang pernah mereka datangi, berharap Ariella bisa segera mengingat sesuatu, ternyata telepon dari Zeesha seketika menghancurkan semuanya.
Zeesha, sungguh tidak bisa dimaafkan!
……
Zeesha hanya mengalami luka ringan, bahkan bisa dibilang tidak ada luka di badannya.
Dengar-dengar kaget saat menyebrangi jalan dan pingsan di jalan, supir yang lewat takut terjadi apa-apa dengannya, makanya dibawa ke rumah sakit.
Dokter juga sudah memeriksa, kulit pun tidak ada yang tergores.
Melihat Zeesha tidak apa-apa, Ariella menghela nafas, hati yang menggebu-gebu akhirnya perlahan semakin tenang.
Dalam waktu tiga tahun ini, Ariella hanya tahu dan sibuk bekerja, terhadap masalah-masalah dalam hidup dia malah sangat polos.
Jika tidak ada Ayah di sampingnya, dia tidak tahu apakah bisa hidup sebagai orang normal seperti sekarang.
Melalui jendela kaca, Carlson melihat Zeesha dengan pandangan seram.
Zeesha mengangkat kepala dan melihatnya, dari matanya seperti menunjukkan kesombongan, seperti berkata kepada Carlson :”Orang yang paling kamu sayangi dapat Aku kontrol dengan erat di tangan, jadi saat melakukan apapun, kamu harus memikirkan akibatnya juga.”
Carlson melihatnya, antara senyum atau tidak, seperti ingin mengatakan sesuatu, Ariella juga mengikuti pandangan Zeesha melihat ke arah Carlson, kemudian tersenyum kepadanya.
Carlson langsung mengubah ekspresi wajahnya, juga membalas senyuman Ariella.
Harus diakui, Zeesha telah mengunci titik lemahnya, asalkan Ariella tidak mengingat masa lalunya, dia tidak bisa melakukan apa-apa kepada Zeesha.
Setelah melihat Zeesha dan Ariella berbicara dan tertawa, kemudian menelepon seseorang :” Aku suruh kalian ikuti gerak-gerik Zeesha, kenapa kerjanya tidak becus?”
Dari arah telepon Henry berkata :”Manajer Carl, karena kami tidak tahu Tuan dan Nyonya sedang bersama. Zeesha juga tidak membuat ulah, jadi kami tidak memperdulikannya.”
“Lain kali ketika Aku sedang berjalan bersama Ariella, ingat pantau Zeesha dengan baik.” Setelah berkata tegas, Carlson menutup telepon tersebut.
Waktu janjian yang awalnya baik-baik saja, malah dirusak semuanya oleh Zeesha, Carlson merasa sangat tidak senang.
“Tuan Carlson—–”
Dari arah belakang tiba-tiba Ariella memanggil dengan suara halus, Carlson menoleh dan berkata dengan keras :”Carlson! Nama Aku Carlson!”
“Carlson, terima kasih telah mengantarku datang kemari.” Ariella tersenyum dengan sungkan, berkata :”Ayah Aku tidak kenapa-napa, kamu pulang saja dulu. Nanti biar Aku yang bantu urusan administrasinya.”
Carlson :” Semua administrasi sudah Aku uruskan, kamu tidak perlu pusing lagi.”
Ariella :”Hari ini sungguh berterima kasih padamu..”
“Ariella, jangan sungkan begitu dengan Aku.” Carlson melihatnya, berkata dengan serius :”Kamu adalah calon pacar Aku, sudah seharusnya Aku banyak membantumu.”
Ariella :”… …”
Carlson berkata lagi :’Jika yang Aku lakukan hari ini buat kamu puas, ingat kasih satu bintang ya.”
“Ha?” Dia tidak mengerti maksud Carlson.
Carlson memegang erat tangannya, menutup semua jarinya dan membentuk kepalan tangan :”Sampai Aku mendapatkan lima bintang nanti, kamu harus bersedia menjadi pacarku.”
Ariella menarik tangannya dengan cepat :”Masalah ini jangan buru-buru, pelan-pelan saja.”
Ariella baru saja berkata seperti itu, Carlson langsung memeluknya dengan hangat :”Aku masih ada beberapa urusan, Aku jalan duluan. Nanti Aku suruh orang mengantar kalian pulang ya.”
Ariella menggelengkan kepala :”Kami naik taksi saja, jangan repot-repot.”
Carlson berkata : “Kamu harus memberi Aku kesempatan berekspresi, kalau tidak Aku akan tereliminasi loh.”
Ariella :”… …”
Kenapa rasanya laki-laki ini tiba-tiba menjadi aneh ya, di tengah kenormalannya ada ketidaknormalan, di tengah ketegasannya pun ada kesantaian.
Apakah dia telah salah memilih lelaki?