Ketika mendengar suara itu, semua orang melihat ke belakang secara bersamaan, melihat seorang pria yang memakai jas silver berdiri dengan tegak di belakang mereka.
Pandangan mata di bawah kacamata bingkai emasnya tampaknya memiliki senyum, tapi senyum itu juga membuat orang yang melihatnya bergidik hingga ke tulang, membuat orang tanpa sadar ingin mundur tiga langkah.
Yadi yang pertama kali tersadar: “Oh … kupikir siapa? Ternyata Presdir Carlson dari Teknologi Inovatif. Kebetulan Tuan muda juga ingin menemuimu, kalau begitu kamu juga ikut pergi bersama kami.”
Carlson bahkan tidak menatap Yadi sama sekali, berjalan ke arah Ariella dengan langkah yang elegan dan mantap, mengulurkan tangan dan menyentuh kepalanya: “Menyuruhmu agar tidak keluar di malam hari, selalu tidak patuh, benar-benar harus dihukum.”
Suaranya rendah dan seksi seperti biasa, sama sekali tidak ada lonjakan emosi sedikitpun. Tidak dapat dikatakan tidak ada emosi juga, hanya bisa dikatakan bahwa emosinya hanya untuk Ariella.
Emosi Carlson ini akan membuat orang lain yang melihatnya berpikir seperti ini: Pulang kerja tidak langsung pulang ke rumah, sudah begitu larut masih keluar untuk jalan-jalan, lihat bagaimana aku menghukummu nanti.
Saat mendengar suara Carlson, semua kekhawatiran dan ketakutan di dalam hati Ariella menghilang dalam sekejap, dia mendongak dan tersenyum padanya, pandangan mata keduanya bertemu di udara, tidak ada yang mengalihkan pandangan.
Berpandangan cukup lama, Ariella baru teringat bahwa bukankah Carlson sedang dalam perjalanan bisnis, bagaimana bisa tiba-tiba muncul di sini?
Dengan penuh pertanyaan, Ariella membuka mulut ingin mengajukan pertanyaan, tapi Carlson malah mengulurkan jarinya dan menutup bibirnya: “Ingin mengatakan sesuatu maka katakan ketika pulang ke rumah.”
Ariella diam, mengangguk dengan lembut.
Diabaikan seperti itu oleh orang lain, dna juga beberapa orang yang dibawanya ternyata malah melangkah mundur, Yadi sangat marah.
Dia berteriak: “Kalian semua, cepat bawa pasangan tidak tahu malu ini untuk menemui Tuan Ivander, Tuan Ivander pasti akan memberi hadiah besar.”
Mungkin karena aura menekan Carlson yang terlalu kuat, orang-orang bawahan Yadi itu melihat Carlson dari jauh, tapi tidak ada yang berani untuk melangkah maju.
Tidak hanya beberapa anak buahnya yang tidak berani untuk maju, tapi hati Yadi juga gemetar, dia bahkan tidak tahu mengapa Presdir sebuah perusahaan kecil bisa membuat nyali orang ciut seperti ini.
Dia jelas-jelas tidak melakukan apa-apa, tidak mengatakan apa-apa, tapi itu memberi orang perasaan dia memandang rendah pada semua makhluk.
Carlson ini hanyalah Presdir dari sebuah perusahaan kecil, apa yang bisa ditakuti, Yadi memberanikan dirinya seperti ini tapi masih tidak punya nyali untuk mendekati Carlson.
Dia mulai menyesali keputusan pribadinya, tadinya dia berpikir untuk membawa Ariella pada Ivander sebagai kejutan, tapi sekarang malah membuatnya kesulitan.
Dia memandang Carlson, ingin membawa orang-orangnya untuk melarikan diri tapi dia merasa malu, ingin menyerang tapi tidak ada nyali.
Bahkan Puspita yang biasanya bertemperamen panas pun karena kehadiran Carlson langsung hilang fokus, bagaimana bisa ada pria yang begitu tampannya di dunia ini?
Dia menatap Carlson, tanpa sadar menelan air liurnya, pria ini dibanding fotonya sangat amat lebih tampan.
Jika bukan karena dia adalah pria Ariella, mungkin dia jungan ingin menerjang ke pelukannya.
Saat ini, petugas patroli di sekitar setelah menerima panggilan telepon bergegas datang secepat mungkin, bahkan tidak menanyakan situasi hanya melihat kilas sudah memastikan bahwa Yadi adalah orang jahat itu.
Pemimpin itu berkata: “Karena kamu sangat suka berbuat onara, kalau begitu pergi denganku ke kantor polisi untuk minum teh.”
Yadi bereaksi dan berkata dengan sombong: “Apa kamu tahu aku orang siapa? Kamu ingin membawaku untuk minum the, kurasa kamu sudah tidak mau bekerja lagi.”
“Aku tidak peduli siapa kami, kamu membuat masalah di wilayahku, maka kamu harus siap secara mental.” Pemimpin polisi itu seorang pria muda, ciri terbesar pria muda adalah tidak kenal rasa takut, tidak peduli berurusan dengan siapa, selama jatuh ke tangannya, pertama-tama tangkap dan masukkan dulu ke penjara baru dibicarakan kembali.
“Tangkaplah!” Yadi mengulurkan tangannya, membuat gerakan agar dia gampang untuk diborgol, “Sini, sini, sini, jika kamu memiliki kemampuan maka tangkap kami, aku ingin melihat siapa yang nantinya akan tertimpa kesialan.”
Orang yang ada di belakang Yadi adalah Ivander, ketika berada di kota Kyoto dia banyak membuat masalah, tapi karena dia adalah orang Ivander, orang-orang itu akan sedikit banyak melihat wajah Ivander dan melepaskannya.
Pusat Group Primedia ada di Kyoto, kekuatan terbesar juga ada di Kyoto, di Kota Pasirbumi tidak ada bedanya dengan perusahaan kecil biasa, jadi tidak ada yang membelanya, tapi Yadi tidak menyadari hal ini.
Pemimpin tim polisi mengambil borgol dan memborgol Yadi: “Hei nak tua, mari kita lihat siapa yang akan mendapat sial.”
Polisi membawa Yadi, dan beberapa petugas polisi lainnya juga dengan cepat meringkus dan memborgol beberapa pria lainnya.
Ketika pergi, pemimpin polisi itu dengan baik hati mengingatkan: “Berwajah cantik seperti ini, jangan keluar di malam hari, jangan biarkan orang-orang ini mengingatmu.”
Ariella benar-benar merasa malu, diam-diam menilai Carlson sekilas, melihat wajahnya yang tenang, tidak berbeda dari biasanya, baru merasa sedikit lega.
Ariella dengan cepat menarik Puspita: “Carlson, ini adalah sahabat terbaikku, dan juga satu-satunya teman baikku, Puspita.”
Carlson tersenyum, dengan sopan dan segan: “Nona Puspita, halo!”
Sekian lama tidak mendengar jawaban Puspita, Ariella menoleh menatapnya, ternyata dia sedang melamun menatap Carlson.
Ariella benar-benar merasa malu, mengapa Puspita bertindak seperti ini di saat ini, mengapa begitu ada di hadapan Carlson bahkan sudah tidak bisa membedakan sesuatu dengan jelas.
Ariella bergegas mencubitnya, Puspita kembali tersadar: “Sial, benar-benar sangat tampan.”
Ariella: “…”
Ariella tiba-tiba begitu menyesal mengakui bahwa Puspita adalah teman baiknya, dia seharusnya berpura-pura tidak mengenal gadis busuk ini.
“Kepribadian Nona Puspita benar-benar sangat berani, tidak heran kamu bisa menjadi teman yang baik dengan Ariella.” Sangat jarang Carlson bisa mengucapkan kalimat yang begitu panjang kepada orang asing yang baru dia temui untuk pertama kalinya.
Perilaku yang tidak biasa dari Carlson membuat Ariella merasa bahwa dia sedang menertawakannya, mengatakan bahwa sifat mereka sama jadi bisa berteman.
Puspita berkata: “Tuan Carlson, halo. Aku sudah lama mendengar namamu, melihatmu hari ini, ternyata lebih tampan dibanding di foto.”
Carlson tertawa: “Ariella sering menceritakan tentangku padamu?”
Puspita mengangguk: “Tentu saja, dengan tidak mudah dia berkencan, dan lagi aku satu-satunya temannya, jika dia tidak memberitahuku maka pada siapa dia akan memberitahukannya.”
“Dia memberitahumu bahwa kami sedang berkencan?” Tatapan Carlson bergerak pelan, melirik Ariella yang sedang mencubit Puspita dengan sekuat tenaga, melihat wajahnya yang sudah begitu merah hingga seakan terbakar.
“Puspita, kamu mabuk, tutup mulutmu dan jangan berbicara.” Ariella dengan kejam mencubit Puspita kemudian berkata, “Sudah larut, aku akan mengantarmu pulang.”
“Tuan Carlson, apa kamu membawa kendaraan?” Puspita mengabaikan peringatan Ariella, malah melawannya, “Jika ada, maka maaf merepotkanmu untuk mengantarku pulang, aku sekalian ingin memberitahumu apa yang diceritakan Ariella padaku mengenaimu.”
Jika ingin Carlson mengantar Puspita pulang, Ariella sama sekali tidak keberatan, tapi ketika memikirkan bahwa Puspita memiliki kemampuan untuk mengatakan omong kosong, hati Ariella menjadi panik.