Sejauh Oriella masih belum bisa mendapatkan jawaban dari apa yang ia pertanyakan, ia sama sekali tidak bisa melepaskannya.
Mendengar pertanyaan dari Oriella, Miguel menundukkan kepalanya dan tersenyum.
Oriella menutup mulutnya dengan tangannya: “Kamu tertawa apa?”
Dia bisa lebih serius sedikit tidak?
Miguel pun menariknya kedalam pelukannya lagi, sambil tersenyum ia berkata: “Aku sudah mencium kamu seperti ini, kamu rasa aku suka sama siapa? Menurut kamu perasaan suka ku padamu itu perasaan suka yang mana?”
Miguel menggenggam tangannya dan satu tangannya lagi mengelus-ngelus kepalanya lalu berkata: “Anak kecil ini, aku tidak suka sama kamu.”
Dia tidak suka sama Oriella?
Hati Oriella merasa sedikit berat, seperti tertimpah sesuatu yang sangat berat: “Aku tidak suka sama kamu, tapi aku cinta sama kamu.”
Dia cinta sama Oriella?
Oriella langsung terbengong dan melihat dia dengan tatapan yang bodoh, dia berkata lagi: “Aku cinta sama kamu! Cinta sama kamu yang sekarang, kamu yang sekarang berdiri didepanku. Perasaan cinta seorang laki-laki kepada seorang perempuan.”
Perasaan cinta seorang pria kepada seorang wanita dan bukan perasaan seorang kakak kepada adiknya yang ia kira.
Kebahagian mulia terpancarkan di muka Oriella, ia pun mencuri-curi tersenyum.
Dia seolah sedang berusaha untuk memberitahukan seluruh dunia bahwa perasaan suka ia terhadap Abang Hansel selama ini akhirnya ia mendapat balasan darinya.
Wajahnya sangat cantik ketika ia tersenyum, bentuk alisnya yang indah, dan matanya yang berbinar-binar itu sangat indah.
Didalam mata Miguel, didunia ini masih belum ada orang yang memiliki wajah seindah Oriella ketika ia tersenyum, ketika ia tersenyum, apa yang ada diskitanya seolah semuanya menjadi hitam putih dan hanya ialah yang berwarna.
Miguel mengusap-ngusap kepalanya lalu ia memeluknya lagi dan mencium kepalanya, “Anak kecil aku yang bodoh, sekarang kamu sudah mengerti?”
Wajah Oriella memerah dan ia pun menunduk, seperti seorang anak kecil yang membaut kesalahan dan berkata: “Abang Hansel, aku sudah mengerti. Kesalahan seperti ini, tidak akan terulang lagi.”
Miguel pun memeluknya dengan erat dan menepuk-nepuk punggungnya dengan lembut: “Baik. Anak pintar!”
Oriella pun bersandar dalam pelukannya dan bermanja-manja didalam pelukannya, di tengah musim dingin seperti ini, berpelukan dengannya sangat hangat.
Angin masih terus berhembus, dan salju yang turun juga semakin lama semakin deras, tetapi dunia Oriella seolah tidak ada salju ini, yang ada didunianya hanyalah Abang Hanselnya yang dia cintai.
Sekali lagi Sebastian melihat Miguel membawa Oriella pergi dari hadapannya, ia sangat emosi dan mengepalkan tangannya.
Tidak perlu waktu yang sangat panjang.
………..
Angin kencang terus bertiup diluar sana namun didalam kamar terasa sangat hangat karena alat pemanas sedang dibuka, memakai sehelai baju tipis saja tidak terasa dingin sama sekali di alam kamar.
Vanessa yang sedang memakai pakaian rumah berwarna biru dan putih itu membawa secangkir teh panas, lalu dengan pertama ia mengetok pintu kamar Lourdes, sekali, dua kali dan ketiga kalinya akhirnya ia mendapatkan balasan darinya: “Masuklah.”
Setelah mendapatkan balasan darinya, dia pun mendorong pintunya dan masuk kedalam lalu dengan hati-hati meletakkan secangkir teh hangat itu dimeja kerjanya.
Dia berjalan dengan sangat perlahan untuk masuk kedalam ruangannya ia sama sekali tidak berani mengeluarkan suara apapun, ia takut jika ia mengeluarkan sedikit suara saja ia akan membuat Lourdes marah.
Lourdes meninggalkan pekerjaan yang ada ditangannya, lalu mengangkat kepalanya dan melihat kearahnya, melihat gayanya yang perlahan seperti itu, lalu ia seikit mengerutkan keningnya dan berkata: “Kamu masih takut sama aku?”
Setelah mendengar perkataan yang keluar dari mulutnya, tangan Vanessa yang sedang mengambir secangkir teh itu mulai bergetara, tetapi ia tetap berusaha untuk menyembunyikan perasaan gugupnya dan menjawab: “Bagaimana bisa?”
Dia tidak berani menatap ke arah matanya, setiap kali ketika Lourdes melihatnya, ia tidak berani bertatapan mata langsung dengannya, ia hanya mencari kesempatan ketika Lourdes tidak melihatnya, ia baru mencuri-curi melihat Lourdes.
Lourdes tahu tentang semua ini, tetapi ia juga tidak mau membuatnya malu.
Lourdes pernah melukainya seperti itu, kalau saja Vanessa takut dengannya itu juga wajar saja, tetapi hanya saja Lourdes tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mendekatinya, ia ingin menariknya dan memeluknya didalam pelukannya, ia ingin menggunakan cara yang paling intens untuk memeluknya.
Saat Vanessa memasingkan tehnya, Lourdes sengaja menggenggam tangannya, ia baru saja menyentuh tangan Vanessa, ia sudah terkejut dan menarik tangannya, lalu dengan terpatah-patah ia berkata: “Lourdes, aku, aku….aku tidak bermaksud.”
“Vanessa, maaf! “Ia jelas-jelas tahu didalam hati Vanessa, ia masih sangat takut dengannya, ia tidak seharusnya begitu agresif mendekatinya.
Didalam hati Vanessa, ia tidak bermaksud untuk menghindarinya, tetapi refleks dari tubuhnya lebih cepat dari yang ia kira, hanya saja kalu dia memeluknya, ia akan ketakutan sampai bergemetaran.
Mendengar ia mengatakan maaf, Vanessa juga tidak tahu harus menjawabnya apa, ia hanya menundukkan kepalanya dan tidak mengatakan apa-apa.
“Kamu kerjain yang lain saja, tidak usah tuangkan teh untuk aku.” Dia takut untuk berdekatan dengan Lourdes, Lourdes juga tidak mau memaksanya, ini semua ia sendiri yang buat, ia harus berani menerima resikonya.
“Aku……”
“Ada apa?”
“Aku sudah selesai masak, kamu mau coba sedikit tidak?” Vanessa melihatnya, ia bertanya dengan sangat hati-hati, ia juga takut karena ia masih marah dengannya dan ia akan menolaknya.
“Baik.” Lourdes menganggukkan kepalanya, “Kamu pergi dulu, selesai aku selesaikan pekerjaanku, aku akan segera kesana.”
Vanessa hanya berdiri terdiam.
Lourdes langsung meletakkan pekerjaan yang ada ditangannya dan beranjak berdiri: “Ayok, aku temenin kamu pergi.”
Dia berjalan kearahnya, Vanessa pun berjalan mundur untuk memperjauh jarah akantara mereka berdua.
Jelas-jelas dia juga ingin dekat dengannya, tetapi ia benar-benar tidak bisa mengntrol dirinya, perasaan ini membat Vanessa sangat susah.
Dulu mereka adalah pasangan yang sangat serasi dan mesrah, mereka berdua sudah seperti satu orang, dulu mereka berdua pernah saling suka, tetapi sekarang….
Berpikir, berpikir, tangannya tiba-tiba ditarik oleh seseorang, Vanessa awalnya berencana untuk menarik tangannya,tetapi ia tidak mau melepaskan tangannya yang hangat itu, ia ingin di aterus menggenggam tangannya, terus seprti ini selamanya.
“Vanessa……” Lourdes memanggil namanya dengan nada rendah.
“Iya?” Setelah mendengar namanya dipanggil, ia pun menoleh kearahnya, “Ada apa?”
Lourdes berdiri lalu mengangkat tangannya dan ingin mengusap kepalanya, saat ia hampir menyentuh kepalanya, ia tmenyimpan kembali tangannya.
Lalu ia tersenyum dan berkata: “Jalan, ayok makan.”
Vanessa menganggukkan kepalanya: “Baik.”
Tengannya masih tetap digenggam olehnya, ia menggenggamnya dengan sangat erat seperti ia sedang menggenggam hartanya yang paling berharga.
Setelah berpikir sampai disini, Vanessa pun merasa lebih lega, hatinya juga dengan perlahan mulai menerima Lourdes.
Karena kesalahpahaman, Lourdes pernah menyakitinya, tetapi rasa sakit itu, jika dibandingkan dengan ia kehilangan Lourdes, perasaan itu benar-benar tidak ada apa-apanya.
Lalu ia pun berkata: “Aku buatkan sapi lada hitam yang paling kamu suka.”
Lourdes menjawab: “Kamu masih mengingatnya?”
Vanessa menganggukkan kepalanya: “Tentu saja, hanya saja selamana ini aku masih belum bisa memasaknya, semoga kamu terhadap masakan aku tidak mengecewakan kamu.”
Lourdes tersenyum, “Bagaimana bisa. Walaupun yang kamu buat adalah racun, aku juga akan memakannya tanpa ragu-ragu.”
Setelah mendengar apa yang dikatakannya, muka Vanessa sedikit berubah, lalu ia menarik tangannya keluar dari genggamannya, lalu dengan cepat ia berjalan mundur beberapa langkah, dan memberi jarak akntara mereka berdua.
“Ada apa?” Lourdes masih belum menyadari kesalahan yang ia buat.
“Aku tidak bisa! Bagaimana bisa aku menyakitimu!” Vanessa menggelengkan kepalanya, matanya pun mulai bergenangan air mata, “Selamanya aku tidak bisa!”