Ia menatapnya, sorot matanya demikian lembut, siapapun yang ditatap dengan mata seperti itu pasti akan luluh.
Dia mengatakan “Tak ada dirimu, hatiku terasa kosong” itu dengan suaranya yang seksi.
Tanpa sadar Ariella ingin mendekat padanya, ingin menumpahkan kelembutan yang diberikannya.
Ingin rasanya kembali ke sisinya, bersama dengannya membesarkan anak mereka, menemaninya sampai tua.
Di saat ia hendak mendekat pada Carlson, ketika ia hendak memberikan tangannya pada Carlson sekali lagi, sebuah suara berbisik di telinganya.
Ariella, tidak boleh.
Kau tidak boleh kembali ke sisi Carlson, jangan lupa bagaimana ibumu meninggal, jangan lupa bagaimana ayahmu terluka.
Kalau kau tidak ingin Carlson menjadi orang ketiga, kau harus menjaga jarak dengannya, jangan lagi muncul di sisinya.
Suara ini seperti sebuah siraman air yang membuat Ariella tersentak.
Membuatnya saat itu juga terbangun dari buaian kelembutan Carlson.
Ariella mencarinya hanya untuk mengingatkannya untuk hati-hati, untuk waspada terhadap Albi, bukannya mendengarkan pengakuannya.
Perkembangan dari kasus itu benar-benar di luar dugaan Ariella, ia harus segera mengembalikannya secepat mungkin.
Ariella menggeleng, membalikkan badannya untuk kabur, tapi Carlson segera menangkapnya.
Carlson mengambil tangan Ariella dan meletakkannya di bagian jantungnya, lalu mengatakan sesuatu dengan perlahan, “Ariella, peganglah, apa kau dapat merasakannya? Hatiku ini berdegup kencang karena dirimu.”
Hati ini telah mati rasa selama beberapa hari, hari ini begitu mendengar kata ia mengkhawatirkannya, hati ini kembali hidup.
Hatinya hanya berdebar karena Ariella, ruang di hatinya hanya untuk dirinya seorang.
Melihatnya senang, hatinya bersukacita; ketika ia tidak ada, hatinya terasa mati.
Ariella dapat merasakan bahwa jantung Carlson berdebar cepat, ia dapat merasakannya dari telapak tangannya yang berada di dadanya.
Semakin Carlson berlaku demikian, Ariella semakin takut.
Saking takutnya ia ingin segera menarik kembali tangannya, namun Carlson menangkap tangannya dan membawanya ke bibir lalu menciumnya ringan, “Ariella, Albi tidak akan bisa melakukan apapun padaku, mengapa kau tidak bisa percaya padaku satu kali saja?”
Bukannya Ariella tidak percaya padanya, ia takut?? ia tahu Albi tidak akan bisa melakukan apapun pada Carlson, namun bagaimana kalau itu benar-benar terjadi?
Siapa yang bisa mengetahui pasti apa yang akan terjadi di bawah langit.
Kalau sampai terjadi sesuatu pada Carlson, bagaimana dengan Oriella? Bagaimana dirinya dan anak dalam kandungannya sekarang?
Ariella tidak berani memikirkan hal lain lai, karena itu ia menekan hatinya dan mengajukan cerai, dengan begitu ia dapat memastikan bahwa Carlson akan baik-baik saja.
“Ariella, jawab aku! Jangan ada hal yang kau simpan sendiri, katakanlah semuanya!” Carlson berusaha berkomunikasi dengannya, kalau dua orang tidak saling bicara, maka masalah ini tidak akan pernah selesai.
Ariella menggelengkan kepala, ia masih tetap mengunci mulutnya, tidak ingin mengatakan apapun.
Sikap Ariella yang membungkam membuat Carlson mengamuk, ia benar-benar habis akal bagaimana memberitahu Ariella agar ia percaya bahwa dirinya dapat melawan Albi, dan ia dapat kembali ke sisinya dengan tenang.
Carlson menatap Ariella, lalu mengulurkan tangan memegang wajahnya, “Ariella, kita bicarakan baik-baik saja.”
“Carlson, kita sudah bercerai, tidak ada lagi yang perlu dibicarakan!” Akhirnya, Ariella mendapatkan alasan untuk menolaknya.
“Cerai? Apakah ini sungguh keinginan hatimu yang terdalam untuk bercerai denganku?” Mata Carlson menyipit, hatinya begitu sakit.
Aku?? benar-benar menginginkannya!” Tidak, sedikitpun ia tidak ingin bercerai. Tapi tidak boleh, sungguh-sungguh tidak boleh terjadi, ia tidak boleh kembali ke sisi Carlson, tidak boleh memberikannya sengsara.
“Benar?” Carlson sekuat tenaga menggoncangkan tubuh wanita di hadapannya, apakah ia tahu ketika ia mengatakan hal itu, berapa sakit hatinya?
“Carlson, berhati-hatilah dengan Albi, aku pergi dulu.” Sekali lagi, Ariella memilih melarikan diri.
Tapi sekali lagi, Carlson tidak memberikannya kesempatan untuk kabur, ia menahan kepala Ariella, memaksanya menatap matanya.
“Ariella, aku menyukaimu, aku ingin kau berada di sisiku sepanjang waktu, aku ingin setiap waktu dapat melihat dirimu. Empat tahun lalu, aku sudah merasakan sakitnya kehilangan dirimu, aku tidak ingin lagi merasakan kesakitan itu. Aku tak peduli kau setuju atau tidak, kalau setuju akan lebih bagus, kau selamanya adalah istri Carlson, kali ini bagaimanapun caranya aku tidak akan melepaskanmu.”
Carlson mengertakkan giginya, kata demi kata mengalir keluar dari mulutnya, setiap kata yang dikeluarkannya membutuhkan tenaga yang besar.
“Carlson, jangan begitu??” Mengapa ia harus mengatakannya, sejak awal ia tidak rela meninggalkannya. Mendengar ia mengatakan hal seperti itu, ia semakin tidak rela, tapi ia harus meninggalkannya.
Jadi ketika Ariella mendengar pengakuan Carlson, ia telah menangis tersedu-sedu.
Sambil menangis ia sambil menggeleng, “Carlson, kita sudah tidak mungkin lagi, di antara kita sudah tidak mungkin ada apa-apa lagi. Kumohon padamu, jangan seperti ini.”
Jangan lagi memberinya harapan, biarkan mereka menjalaninya begitu saja. Meskipun tidak ada yang salah dari kata-katanya, tapi entah mengapa kata-kata yang diucapkan Carlson justru semakin membuat hatinya sakit.
“Bagaimana denganku? Kau ingin aku bagaimana? Katakan, katakan supaya aku tahu, dan aku akan mengikuti caramu, katakan padaku bagaimana caranya?” kata Carlson memelas.
Di dunia bisnis, Carlson bagaikan pria yang berdiri teguh di puncak tertinggi menara emas, ia adalah panutan banyak orang.
Sementara itu di hadapan Ariella, ia hanyalah seorang pria biasa, seorang pria yang memiliki hati yang lembek bagai tanah liat.
Ariella menghapus air matanya sekuat tenaga, “Carlson, biarkan aku pergi, lebih baik kau membawa Oriella dan hidup tenang, ya?”
“Ariella, aku tidak akan membiarkanmu pergi.” Ia sudah mengatakannya, kali ini ia tidak akan melepaskannya.
“Carlson, kita tidak bisa seperti itu. Ayahku, ibuku, mereka semua terluka karena aku, aku tidak ingin kau juga terluka, apa kau mengerti?” Ariella menjadi panik, semakin panik, air matanya mengalir semakin deras.
“Aku sudah mengatakannya, Albi tidak akan bisa melukaiku. Aku juga sudah pernah bilang, kali ini aku tidak akan membiarkanmu pergi dari sisiku.” Nada bicara Carlson berubah menjadi mengontrol dan menguasai, berbeda sekali dengan ketika menyatakan perasaannya pada Ariella tadi.
“Carlson…”
Ariella sepertinya ingin mengatakan sesuatu, tapi Carlson sudah mengangkat kepalanya dan menutup mulutnya dengan ciuman, membuat kata-katanya terhenti.
Setelah berapa lama, ia melepaskannya dan berkata dengan suara dalam, “Ariella, kuberitahu padamu, jangan lagi katakan satu kata yang tak ingin kudengar, atau kau tanggung sendiri resikonya.”
Dengan memaksa dirinya untuk berada di sisinya, terserah Ariella akan membencinya, ia tak peduli, karena ia hanya ingin Ariella ada di sisinya.
“Ibu jangan tinggalkan Ayah, Oriella mau Ibu!” Di saat-saat penting seperti ini, Oriella seperti mengerti keadaan mengatakan kalimat itu.
Ia berlari dan memeluk kaki ibunya, membantu ayahnya agar ibunya tetap tinggal, tidak mengizinkan ibunya pergi.
Karena ia juga tidak ingin menjadi seorang anak piatu.