Efa adalah orang ekstrovert, ia tidak pernah menyimpan suatu masalah terlalu lama didalam hatinya.
Setelah Darwin menjelaskan semuanya pada Efa, mereka berdua pun akur kembali seperti sebelumnya, jalan sampai manapun selalu bersamaan.
Melihat mereka berdua sudah baikan, Ibu Tanjaya juga merasa lega, sebelum mereka bersiap-siap untuk kembali ke Kota Pasirbumi, Darwin menggandeng tangan Efa dan terus mengingatkannya sekali demi sekali, memperingatkannya untuk jangan mudah terpancing emosi, kalau mereka berdua berpikir untuk hidup mersama, saling mengalah satu sama lain itu adalah suatu keharusan.
Efa memeluk Ibu Tanjaya, masih seperti seorang anak kecil yang sedang bermanja-manja: ” Ibu, Darwin lebih besar dari aku, aku bersama dengan dia hanya membuat aku merasa bersalah dan seharunya dia mengalah kepadaku baru benar.”
Dua contoh di keluarga mereka seperti itu, Ayah Tanjaya lebih besar dari Ibu Tanjaya beberapa tahun, semua keputusan yang ia ambil selama hidupnya selalu memikirkan Ibu Tanjaya.
Kalau abangnya tidak usah dibilang lagi, beberapa tahun ini , dalam mengerjakan segala sesuatu ia selalu memikirkan istrinya.
Kalau istrinya batuk sekali, abangnya sudah cemas sampai seperti apa saja, menuangkan teh, memberikannya air, kadang-kadang dia sendiri sudah tidak bisa melihatnya.
“Bibi kecil, anak kecil harus mendengar perkataan orang tua.” Riella kecil yang ada disamping Ibu Tanjaya menaruh tangannya di pinggang, dan berbicara seperti orang tua.
“Iya, pokoknya Riella kecil bilang apa semua benar.” Efa mencubit-cubit pipi Riella kecil yang merah, lalu mencium-ciumnya, ” Bibi kecil balik ke Kota Pasirbumi dulu, Riella kecil harus tinggal dan sekolah di Amerika, waktu kita bertemu menjadi semakin sedikit. Riella kecil tidak boleh lupa kalau ada waktu luang harus telepon sama Bibi kecil, Bibi pasti merindukanmu.”
” Bibi kecil tidak usah khawatir, Riella ingat kok.” Riella kecil mengangguk-nganggukkan kepalanya, dan menunjukkan ekspresi sombong yang seakan menyampaikan aku bukan anak umur tiga tahun lagi.
“Riella kecil kita paling bisa baik.” Mau meninggalkan keluarganya dan kembali ke Kota Pasirbumi dengan Darwin, yang paling tidak bisa ditinggalkannya bukan ayah dan ibunya tetapi Riella kecil yang paling disayangnya.
Kalau saja semua orang ada di Kota Pasirbumi, ketika perasaannya sedang tidak baik dia bisa mencari keponakannya dan bermain dengan dia, perasaannya pasti langsung berubah menjadi baik.
Mulai sekarang Riella kecil sudah tidak ada di Kota Pasirbumi lagi, kalau saja Darwin membuatnya marah sekarang dia tidak bisa dengan gampang mencari Riella kecil lagi.
Ariella melanjutkan dan berkata: ” Efa, kamu tidak usah khawatir. Masih ada setahun lagi ia baru mulai sekolah, nanti aku akan sering-sering membawanya pulang ke Kota Pasirbumi.”
Efa langsung memeluk Ariella: ” Kakak ipar, maafkan aku!”
Ariella menjawab: ” Baik-baik begitu, kenapa tiba-tiba minta maaf denganku?”
Efa berkata ” Semuanya salah aku kemarin tidak menjaga Riella kecil , dia hampir hilang dibuatku, aku sudah membuat kalian khawatir…”
Kemarin Riella kecil hilang, Ariella benar-benar sangat khawatir, sampai-sampai ia berpikiran untuk tidak akan membiarkan Riella kecil pergi kemana-mana tanpanya.
Tetapi setelah ia melihat Riella kecil kembali dengan selamat, dia juga sudah merasa lega, jelas ia pasti tidak bisa menyalakan Efa.
Ariella mengeleng-gelengkan kepalanya: “Ini bukan salahmu. Lagian Riella kecil sudah kembali dengan selamat, kamu tidak usah menyalakan dirimu terus.”
Efa lalu berkata: ” Kakak Ipar, kemarin gara-gara masalah Riella kecil membuat acara ke Rumah Gua kakak ipar dan kakak menjadi terbengkalai, sekarang masih belum sibuk, kalian cepat pergi ke Rumah Gua sana, jangan menunda-nunda lagi.”
Ariella : “………..”
Mendengar Efa berkata seperti ini, muka Ariella merah tersipu malu, ia tidak berani melihat ke arah Efa dan melihat ke arah Carlson yang sedang berbicara dengan Darwin.
Ekspresi wajah mereka berdua sangat serius, ia juga tidak tahu apa yang sedang dibicarakan mereka berdua?
Mungkin ia merasakan pandangan dari Ariella, tiba-tiba Carlson mengangkat kepalanya dan pandangan mereka bertemu, ekspresi wajahnya yang serius tadi menjadi agak santai , lalu ia memberi senyuman yang hangat kepada Ariella.
Melhat dia tersenyum, Ariella langsung tahu kalau pembicaraan mereka bukan hal yang serius, hanya ekspresi Carlson di depan orang lain memang sedikit serius, ekspresinya yang dingin.
Ariella juga membalasnya dengan senyuman yang hangat dan mengalihkan pandangannya yang sedikit malu.
“Bibi kecil, Sebastian juga akan merindukanmu.” Riella kecil sudah keluar menunjukkan kepeduliannya, Sebastian pastinya juga tidak mau kalah.
“Bibi kecil juga pasti akan merindukan Sebastian.” Efa mengusap-ngusap kepala Sebastian, “Sebastian harus menjaga adik kecil dengan baik yah, siapapun yang berani mengganggunya harus kamu bereskan.”
Sebastian manganggukkan kepalanya: “Sebastian pasti akan menjaganya.”
Ariella memujinya: ” Sebastian kita sangat pengertian.”
“Ibu, Riella baru anak yang paling pengertian.” Mungkin karena selama ini cuman ada Riella sendiri di rumahnya, tiba-tiba muncul seorang anak yang saling berebut kasih sayang orang tuanya dengannya, jadi buat Sebastian abang ini, Riella kecil pasti tidak begitu menyukainya.
“Riella kecil yang paling pengertian, Abang Sebastian juga anak yang pengertian, kalian berdua semua adalah anak Ibu.” Ariella menggeleng-gelenggkan kepalanya, benar-benar tidak ada cara, kepalanya berputar terlalu cepat, dan kadang-kadnag dia juga tidak bisa mengikutinya.
Riella kecil melihat ke arah Sebastian dengan perasaan puas, Sebastian menundukkan kepalanya, tidak ada apa-apa yang bisa dibicarakannya, mereka juga tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya.
“Aku jalan dulu.” Disana Darwin melambai-lambaikan tangannya, memanggil Efa seperti memanggil binatang peliharaannya.
“Ibu, Kakak Ipar, Riella kecil, Sebastian, sampai jumpa lagi!” Efa melambaikan tangannya kepada semuanya, lalu berjalan dengan cepat untuk menyusul Darwin.
Setelah lari kesamping Darwin, ia langsung memeluknya, dia juga tidak peduli dengan orang yang ada disekitarnya, lalu ia mengangkat kepalanya dan mencium pipi Darwin: “Tuan Darwin, ayo jalan.”
Darwin berdiri disamping Efa membalikkan badannya dan berjalan, ia tidak memanggil keluarga Tanjaya lagi.
Melihat Bayangan Efa dan Darwin yang semakin lama semakin menjauh, Ibu Tanjaya sangat sedih dan terus mengeluarkan air mata, setelah ini ia harus menunggu beberapa bulan lagi baru bisa bertemu dengan mereka.
“Bu…..” Ariella menenangkannya, tetapi ia juga sudah tidak tahu harus bagaimana menenangkannya.
“Kalian berdua pergi bulan madu saja. Aku dan ayahmu akan menjaga kedua anakmu.” Ibu Tanjaya mengelap air matanya, berkata.
“Tapi…….” Dua orang tua menjaga dua anak akan sangat melelahkan, Ariella tidak mau membiarkan Ibu dan Ayah Tanjaya lelah.
“Tidak ada tapi lagi. Kalian suami istri belum pernah melewati hari-hari kalian dengan baik selama ini, sekarang sudah waktunya kalian pergi jalan-jalan keluar.” Orang sudah tua juga berharap ada keramaian, bisa menjaga cucunya disamping mereka, buat mereka juga adalah sebuah keberuntungan.
Jadi Ayah dan Ibu Tanjaya membereskan kopernya, hari kedua Ferdian menemani mereka membawa Riella dan Sebastian kembali ke New York dulu.
Carlson dan Ariella berangkat dari Laut Aegea, mereka berencana untuk melabuhi dunia sekali putaran, berduaan melihat tempat-tempat yang indah yang ada di dunia ini, lalu kembali ke New York.
Mengantar orang tuanya dan anaknya pulang, hati Ariella seperti kehilangan sesuatu, serasa hatinya kosong melompong, ia sangat tidak rela.
Carlson memegang kepala Ariella dan membiarkannya untuk melihat dirinya, lalu dengan sedikit tidak senang ia bertanya: ” Ariella, didalam hatimu sebenarnya aku urutan keberapa?”
” Direktur Carlson, sama putri sendiri pun kamu cemburu? Melihat Carlson cemburu dengan anak kecil, Ariella pun tidak bisa menahan tawanya dan tersenyum.
” Iya.” Direktur Carlson menjawabnya dengan pasti.
Ariella : ” ……….”
Laki-laki ini pelit sekali!