Carlson menggunakan bahasa yang tidak bisa dia mengerti, tentu saja ada masalah, hanya saja Ariella tidak ingin bertanya di depannya.
Jika bertanya di depannya, sudah pasti tidak akan mendapatkan hasil, jadi Ariella baru berpikir untuk bertanya pada Dokter diam-diam.
Dokter tersenyum dan berkata: “Nyonya Carlson, kamu jangan khawatir. Presdir Carlson hanya khawatir tentang kondisi fisiknya dan khawatir akan tertidur lagi.”
“Apa benar hanya begitu?”
Jika benar seperti kata Dokter, Carlson tidak perlu menjelaskan pada Dokter dalam bahasa Prancis yang tidak Ariella mengerti.
“Ya.” Dokter mengangguk, tapi pkamungan matanya sedikit menghindar.
“Dokter, tolong katakan yang sebenarnya padaku.” Ariella berkata dengan tegas.
Ariella tahu, sangat sulit untuk menanyakan apa yang ingin dia ketahui dari orang-orang Carlson.
Jelas-jelas mengetahui bahwa dia tidak akan bisa mendapatkan jawabannya, Arella masih tidak menyerah, menahan Dokter yang bertanggung jawab, bersikeras ingin menanyakan hingga jelas baru dia bisa tenang.
Dokter dengan tidak berdaya berkata: “Nyonya Carlson, Presdir Carlson bertanya padaku dalam bahasa Prancis, hanya tidak ingin kamu mengkhawatirkannya, kamu harusnya memahami niatnya.”
“Apakah kondisinya tidak baik?” Karena tidak tahu apa yang telah disembunyikan oleh Carlson dan Dokter itu, Ariella berpikir macam-macam, memikirkan segala macam kemungkinan, makin berpikir makin merasa takut.
Ketakutan itu membuat tubuhnya mulai gemetar … Jika tidak situasi spesifiknya, mungkin saja Ariella akan menjadi gila dikarenakan pemikirannya.
Dokter menghela nafas dan berkata: “Virus HDR telah ada di tubuh Presdir Carlson selama beberapa waktu, virus ini telah menyebar ke seluruh tubuh, menekan saraf penglihatan Presdir Carlson, jadi saraf penglihatannya telah terpengaruh.”
Melihat Ariella yang panik, Dokter tahu jika menyembunyikan darinya hanya akan membuatnya lebih cemas, jika memberitahunya maka Ariella tidak akan berpikir macam-macam, ini juga tidak akan menentang niat Carlson.
Setelah mendengarkan kata-kata Dokter, Ariella akhirnya mengerti.
Tidak heran Ariella merasa pkamungan mata Carlson tidak bersemangat seperti sebelumnya, ternyata saraf penglihatannya terpengaruh, dan pria bodoh itu ternyata menyembunyikannya lagi darinya.
“Terima kasih, Dokter.” Ariella menarik napas dalam, kembali berkata, “Karena dia tidak ingin aku tahu, aku akan berpura-pura tidak tahu, kamu juga jangan mengatakan padanya bahwa aku mengetahuinya.”
Carlson tidak ingin Ariella khawatir, Ariella akan berpura-pura tidak tahu, berpura-pura tidak khawatir, dengan begitu Carlson tidak perlu mengkhawatirkannya lagi.
Setelah membiarkan Dokter pergi, Ariella berskamur di dinding di luar bangsal, menangis sejadinya, apa itu menangis karena merasa terharu atau karena hatinya panik.
Carlson, Carlson, dasar si bodoh Carlson! Carlson si bodoh!
Kapan dia bisa lebih pintar, dan tidak menjadi begitu bodohnya, tidak selalu khawatir akan dirinya?
Carlson seharusnya tidak lupa, bahwa dia adalah seorang pengusaha.
Bukankah para pebisnis semuanya pkamui menghitung?
Dia bisa membuat namanya begitu terkenal di dunia bisnis, sudah harusnya memiliki kemampuan, tapi mengapa Carlson begitu bodoh di depannya?
Apa karena Ariella adalah istrinya?
Karena Ariella adalah Istrinya, jadi dia akan memperlakukannya dengan baik tanpa syarat, menanggung semua yang harusnya Ariella tanggung tanpa syarat.
Apa Carlson tahu bahwa Ariella tidak menginginkan ini.
Ariella hanya berharap berdiri di tempat yang sama dengannya, dapat sejajar dengannya, saling mendukung dan bersama-sama menikmati manis pahitnya kehidupan.
Tapi Carlson tidak mengerti, Carlson berpikir bahwa melakukan segalanya untuk Ariella merupakan yang paling baik untuknya.
Setelah menangis, Ariella menyeka air matanya, menyesuaikan emosinya kemudian baru kembali ke bangsal.
Setelah memasuki ruangan, mendengar suara Carlson: “Kemana kamu pergi tadi, kamu tidak menemaniku berbicara, aku sudah hampir tertidur.”
Carlson melihat ke sisi Ariella, tapi Ariella tahu bahwa dia tidak bisa melihatnya dengan jelas, jika tidak, ketika Carlson melihat matanya yang memerah karena menangis, tentu tidak akan begitu tenang seperti sekarang.
Ariella dia tidak menjawab kata-katanya, takut jika dia berbicara, maka akan kehilangan kendali di depan Carlson.
Ariella berbalik dan masuk ke kamar mandi, mengambil sebaskom berisi air panas, kemudian kembali ke bangsal, mengatupkan bibirnya dan berkata: “Aku akan membantumu menyeka wajah dan tubuhmu.”
Carlson tersenyum lemah: “Nyonya Carlson, Tuan Carlson sudah merepotkanmu, kamu tidak merasa kesal bukan?”
“Kamu tidak ingin membuatku repot maka kamu harus segera sembuh.” Ariella berkata dengan sedikit kesal, tapi gerakan di tangannya sangat lembut, seolah-olah jika Ariella menggunakan sedikit tenaga untuk menyeka wajahnya maka itu bisa menyakitinya.
Gerakan Ariella sangat teliti dan lembut, Carlson tidak bisa melihat ekspresinya dengan jelas, tapi Carlson bisa membayangkannya.
Mungkin ini seperti mereka setelah berpuluh tahun kemudian, Carlson mungkin akan tua lebih cepat dibanding Ariella, dan di saat itu Ariella pasti akan menjaga Carlson yang sudah tua berpuluh tahun kemudian seperti ini.
Carlson yang sudah tua, Nyonya Carlson yang sudah tua ?C Berharap mereka berdua bisa berjalan beriringan hingga hari itu, tidak ada yang meninggalkan siapa, dan pergi lebih dulu.
“Oh iya, bagaimana dengan Sandoro?” Carlson tidak melupakan pelaku yang membuatnya berbaring di sini.
Ariella membantunya menyeka tubuh sambil berkata: “Sandoro sekarang berada di Wilayah Militer Kota Pasirbumi. Darwin berkata, tunggu ketika kondisiku sudah lebih baik maka akan menyerahkannya untuk kamu tangani, jadi kamu harus segera sembuh. Sekarang kondisimu masih lemah, jangan memikirkan urusannya untuk sementara waktu.”
“Berbaring di sini, tubuh tidak bisa digerakkan, jika otakku juga tidak digunakan maka akan sangat mudah menjadi bodoh, bagaimana nanti jika kamu tidak menyukaiku?” Carlson mencoba mengobrol dengan Ariella dengan nada santai.
“Ada-ada saja.” Ariella memutar bola matanya, setelah menyeka tubuhnya, Ariella kemudian pergi untuk mengganti sebaskom air, mengganti handuk, kemudian duduk di pinggir ranjang membantu Carlson untuk membersihkan tangannya.
Telapak tangan Carlson sangat besar, jari-jarinya ramping dan enak dilihat, Ariella menarik tangannya, membersihkannya satu per sati, dengan hati-hati menyekanya bahkan di setiap kukunya pun tidak dilewatkan.
Ariella tahu bahwa Carlson sangat menyukai kebersihan, Ariella tidak bisa membantunya melakukan hal-hal besar, melakukan hal-hal kecil yang sepele seperti ini juga baik.
“Nyonya Carlson, bagaimana bisa aku begitu beruntung bisa menemukan Istri yang begitu berbudi luhur?” Ya, bisa menikahi Ariella adalah keputusan yang paling tepat yang telah dia buat dalam hidupnya.
“Kalau begitu kamu harus cepat sembuh, jika tidak maka aku akan dibawa lari oleh pria lain.” Pria ini sudah bsia mengatakan kata-kata manis, Ariella sangat senang mendengarnya, tapi tidak bisa menahan perasaan sedihnya juga.
“Tidak ada pria manapun yang memiliki keberanian untuk merampas wanita milikku.” Nada bicara Carlson masih tidak sekuat biasanya, tapi masih begitu berkharisma.
“Aku adalah wanitamu, seumur hidup adalah milikmu.” Ariella merasa sangat marah, tapi juga sangat lucu, mengulurkan tangan kemudian menjentik dahinya, “Pria bodoh.”
Carlson tersenyum lembut: “Wanita bodoh!”
“Kamu yang bodoh.” Setelah selesai menyekanya, Ariella menarik selimut dan menyelimutinya dengan baik kemudian berkata, “Kamu rawat penyakitmu baik-baik, jangan terlalu memikirkan hal-hal lain, jangan lupa, kamu masih memiliki aku.”
“Tidur terlalu lama, tidak ingin tidur lagi. Khawatir jika aku tertidur, maka aku tidak akan bisa bangun lagi dan saat itu kamu akan menangis dikarenakan diriku.” Carlson mengatakan dengan sangat ringan, tapi ada tekanan di hatinya.
Tubuhnya sangat lemah sekarang, dia tidak bisa menjamin berapa lama dia bisa tetap terjaga, jadi dia berharap Ariella bisa berbicara dengannya sepanjang waktu, jadi dia tidak akan tertidur.