“Apa yang kau lihat? Masa aku salah?” Dalam hal ini, Carlson sangat keras kepala, Ariella sudah menyarankan dia beberapa kali, dia masih tidak suka melihat Hansel.
Carlson “????”
Ariella dengan lembut membalas, “Gak menjawab lagi? Sedang memberi sinyal untuk melawanku?”
Carlson, “????..”
Ariella, “Kamu yah Direktur Carlson, kalau ada yang tak puas silahkan di omongkan, kita bicara baik-baik, dengan begini tak dibicarakan pertanda kamu lagi marah denganku?”
Carlson, “Bukan.”
Ariella, “Bukan apa?”
Carlson, “Aku rasa kau benar.”
Mendengar kalimat itu, Ariella tertawa terbahak-bahak, “Kalau kau ada tidak setuju tinggal bilang, aku kan juga wanita bernorma.”
Carlson menjawab, “Oh ya?”
“Apa?” Ariella mengernyitkan dahi, tiba-tiba ia tertawa ramah, “Aku hari ini baru tau, ternyata di mata Direktur Carlson aku wanita yang mengutamakan emosi.”
Carlson seperti sadar dirinya lagi salah bicara dan segera menjelaskan, “Bukan itu maksudku.”
Ariella tertawa dan semakin ramah, matanya berbinar-binar, “Direktur Carlson, silahkan berbicara apa maksudmu barusan?”
Carlson, “????..”
Di depan Ariella, ia tak pernah bisa mengutarakan perasaannya.
Ariella tertawa, “Ya? Direktur Carlson tidak berencana menjelaskan?”
Carlson, “????..”
Ariella menjawab, “Direktur Carlson, silahkan lanjutkan pekerjaanmu, aku dan anak laki-laki mu akan pergi main selama dua hari, sampai nanti!”
Setelah berbicara demikian tak perduli respon muka Carlson bagus atau tidak, Ariella membalikkan badan dan pergi.
Dia masuk ke kamar anaknya yang lucu itu, “Anakku sayang, siap-siap sana kita cari kakakmu.”
Anak itu mengangkat kepala dan mengernyitkan dahi bertanya, “Ibu, Tante akhir-akhir ini selalu mencarimu untuk ngobrol kah?”
Ariella tertegun, “Aku menyuruhmu untuk keluar main bersamaku, kenapa tiba-tiba nyinggung tantemu?”
Anak itu menjawab, “Menurut yang ku tau, tindakan meninggalkan yang kekanak-kanakkan seperti ini hanya Tante yang bisa melakukannya. Ibuku sangat lemah lembut dan perkasa, tak mungkin melakukan hal itu.”
Ariella mengelus wajah anaknya dan tertawa, “Anakku, kamu sedang bilang Ibu kekanak-kanakan?”
Anak kecil itu menggeleng-geleng, “Aku sedang bilang Ibu lemah lembut dan perkasa, tante yang kekanak-kanakkan.”
Ariella tertawa, “Anakku, kamu lebih banyak bicara daripada ayahmu.”
Anak laki-laki mereka seperti ayah mereka sangat dinign, tapi EQ nya lebih banyak di banding ayahnya, perkataannya sangat membuat orang lain sennang.
Anaknya menjawab lagi, “Bu, lagian kamu beneran tega meninggalkan ayah dan membawaku meninggalkan rumah?”
Tak perlu menunggu ibunya menjawab, hanya melihat tatapannya, anak itu tau bawah ibunya tak rela meninggalkan ayahnya.
Masih adalagi, kalaupun ibunya akan pergi, apakah ayahnya tega meninggalkannya?
Lihat saja nanti, dia bilang apa, Ibu baru saja sampai di kamar, ayahnya menyusul.
Ariella sedikit ragu dan bertanya, “Siapa yang suruh ayahmu bilang aku tak tau norma, aku tak marah pasti dia akan begitu lagi padaku.”
Anak kecil itu mengedipkan mata, memberi tanda bahwa ada orang di belakang.
Ariella masih sedikit marah, ia tau Carlson menyusulnya, tapi ia tak berniat untuk membalikkan kepala.
Carlson berjalan ke sampingnya, ia menjulurkan tangannya dan berkata, “Aku hanya bercanda denganmu, masa sampai mesti kabur dari rumah?”
Ariella tak menjawab, mana ada bercanda seperti itu.
Carlson dengan nada lembut menjawab, “Kalaupun kamu tak ada tau aturan, kalaupun kamu ada kelemahan ini itu, apa hubungannya?”
Ariella kesal, “Bagaimana tak adahubungannya?” Hal seperti ini mempengaruhi nama baikku tau.”
Beberapa tahun ini dia sangat berusaha, berharap bisa layak untuk bersanding dengan Carlson, tapi tak ingin karena perkataan Carlson menjawab, “Tak perduli kamu seperti apa, kamu istriku, wanita yang kucintai, aku akan menjagamu seumur hidupku.”
Ariella tertawa seperti anak kecil, “Hitung-hitung kamu masih bisa merayuku, baiklah kali ini aku maafkan kamu.”
Carlson membelai rambutnya, “Tak marah lagi?”
Ariella tiba-tibapura-pura bingung, “Barusan ada yang marah?”
Carlson menggeleng kepala, jangan-jangan anak perempuan mereka suka seperti itu karena di ajarin oleh ibunya.
Pernah ada orang yang bilang, seorang perempuan yang sudah menikah bertahun-tahun, tertawanya akan seperti anak kecil, maka hidupnya akan indah.
Pernah juga ada orang bilang, seorang perempuan yang menikah bertahun-tahun, sering seperti anak kecil yang suka emosi, maka dia akan di manja oleh suaminya.
Beberapa tahun ini, Ariella sangat di manja oleh Direktur Carlson.
Hatinya sangat jelas sekali, jadi mereka akan selalu menhargai perasaan satu sama lain.
????????
Setelah kejadian itu, Lourdes mengalami banyak hal tak perlu ia katakan, Vanessa pasti sudah menduganya.
Tapi ketika tau wajah Lourdes terbakar, kemudian ia operasi wajah baru, kemudian pemulihan selama setahun ini, dia kembali seperti manusia pada umumnya, Vanessa masih seperti dulu dengan wajah pucat dan menyayanginya.
Kulit yang terbakar tersebut, di tambah kaki yang terkena luka parah, dengan kata lain, seperti hidup kembali, hidup menjadi orang lain.
Sakit itu, orang biasa tidak bisa merasakan dan melewatinya.
“Pasti sakit ya!” Ia mengelus wajah Lourdes, Vanessa menyebutkan tiga kata tersebut, kemudian air matanya mengalir deras.
“Tak sakit!” Lourdes menggeleng-gelengkan kepala, tangannya menggengam tangan Vanessa, demi menenangkan Vanessa, dia harus menekankan, “Sungguh tidak sakit.”
“Bagaimana mungkin tak sakit!” Vanessa menghapus air matanya, menggigit bibirnya mengontrol diri untuk tidak nangis lagi.
“Sudah berlalu.” Lourdes mengatakan demikian, luka yang ia alami itu masih biasa, hanya karna air mata yang keluar dari amta Vanessa yang membuatnya tak tau berbuat apa, ingin menenangkan tapi tak tau bagaimana caranya.
Agak lama, Vanessa mulai tenang dan berakata, “Kebakaran tersebut sangat hebat, keluarga Handaja sudah tidak ada, bagaimana aku tak kasihan denganmu.”
Tak hanya badannya yang sakit, hatinya juga sakit, tapi ketika ia hilang harapan dan sakit tersebut, Vanessa tak ada disampingnya.
Setahun lalu, Vanessa berjuang untuk mencarinya, berharap bisa berdiri di sampingnya dan menemaninya menanggung sakit atas kejadian tersebut.
Tapi Lourdes tiba-tiba menghilang, di cari pun tak ketemu.
“Untungnya masih ada kamu!” Lourdes mengeluarkan tangannya, ingin memelukknya, tapi ia mengingat apa yang dulu ia pernah lakukan, tangannya mulai terhenti dan tak berani melanjutkan gerakan berikutnya.
“Nanti aku akan menemanimu bersama.” Sebulan ini Lourdes sudah sangat melukainya, dia pernah membencinya, bahkan membayangkan selamanya tak memaafkannya.
Tapi setiap di ingat dalam setahun ini, mana bisa Vanessa tega menyalahkannya.